Gulf duduk bersandar di sofa tunggal berwarna merah, pria itu memijat keningnya perlahan. Didalam sebuah ruangan yang berukuran tidak terlalu besar ini, Gulf tinggal bersama seseorang bernama Tay.
Tay adalah seorang jaksa yang dulu sempat menolong Gulf ketika mereka berada di Jepang, saat itu bekas operasi di perut Gulf tiba-tiba terasa sangat sakit hingga Gulf tak bisa melanjutkan permainannya di meja perjudian. Gulf menyerahkan putaran selanjutnya pada temannya dan berniat untuk segera pergi ke rumah sakit.
Gulf tidak sengaja menabrak bahu Tay ketika mereka berpapasan, saat itu Gulf tidak punya harapan lagi, ia tak mungkin menunggu hingga taksi datang. Akhirnya Gulf memutuskan untuk meminta Tay mengantarkannya ke rumah sakit, awalnya Tay kebingungan, misinya ke tempat itu adalah untuk mengungkap tentang perjudian yang melibatkan client-nya. Tapi seorang pria yang memegangi perutnya sambil kesakitan tiba-tiba meminta diantar ke rumah sakit.
Sebagai seorang jaksa, Tay tentu memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi. Itulah awal pertemanan mereka, cukup lucu memang, jika dilihat dari sudut pandang profesi seharusnya Tay dan Gulf bermusuhan. Tapi mereka malah menjadi sangat akrab.
Mereka sempat berpisah saat Tay harus melanjutkan karirnya dengan pergi ke kota lain, dan Gulf harus kembali berpindah tempat ke negara lain. Siapa sangka mereka kembali bertemu di kota yang sama, dan kembali tinggal diruangan yang sama.
Mereka membagi sewa, hidup dengan rukun sebagai seorang teman. Terkadang Tay menceritakan tentang client-nya yang gila dan brutal, begitu juga dengan Gulf.
"Sudah pulang?" tanya Tay saat melihat Gulf yang bersandar tanpa semangat di sebuah kursi.
"Tidak, aku belum berangkat." Gulf menatap wajah Tay, hari sudah sangat gelap, waktu menunjukkan pukul 21:13. Seharusnya Gulf sudah ada di bar saat ini.
Tay melepaskan jas dan dasi nya, pria itu kemudian melipat lengan kemejanya yang berwarna putih hingga sebatas siku. Tangan pria itu mulai meraih komputer, mencocokkan beberapa data dengan dokumen yang ada di meja.
"Tay, mungkin aku tidak akan pulang sampai besok. Aku akan selesai pagi dan langsung ke rumah temanku, aku belum menemuinya sejak kembali ke kota ini."
Tay menghentikan kegiatannya, pria itu memutar kursi kerjanya agar dapat berbicara lebih leluasa dengan orang yang selama ini ia kenal sebagai Kana.
"Mew?" tanya Tay sambil sambil mengangkat kedua alisnya. Gulf pernah bercerita tentang kisah hidupnya, perjalanan yang panjang hingga ia harus terus berpindah dari satu negara ke negara yang lain. Bagaimana ia harus memulai bekerja di bar, meminum alkohol sebelum usianya cukup, menipu pria kaya, hingga kehadiran Mew dalam hidupnya. Semuanya, kecuali cerita tentang pernikahannya dengan Mew, dan asal muasal bekas jahitan diperutnya.
Sebenarnya Tay pernah merekomendasikan kepada Gulf untuk berhenti bekerja di dunia malam, tapi itu hanya ditanggapi dengan gelak tawa oleh Gulf. Tay mungkin berbicara seperti itu karena dirinya berpendidikan tinggi dan ia seorang jaksa, tapi Gulf? Tak tamat SMA, Gulf tidak ingin membanting tulang dengan menjadi pekerjaan part time yang gajinya tak seberapa.
"Bukan," sela Gulf seraya terkekeh.
"Lalu? Kupikir kau tidak punya teman di kota ini, atau ada yang belum kau ceritakan padaku?" tanya Tay.
"Aku punya," sahut Gulf.
"Tunggu, apa itu benar-benar Mew?" tanya Tay penuh curiga.
"Bukan, hahaha. Aku tidak akan menemuinya setelah membawa kabur begitu banyak uang,"
"Lalu siapa? Kenapa tidak memberitahu siapa namanya?" tanya Tay.
"Kenapa kau ingin tau? Hahaha," Gulf bangkit dan meraih smartphone-nya yang tergeletak di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...