Mew berjalan menuju ke ruangannya seraya memperbaiki posisi dasinya, pria yang bergerak dengan tergesa itu diikuti oleh Art tepat dibelakangnya.
Setelah membantu Art dengan beberapa hal, mereka akhirnya bisa pergi ke kantor. Meskipun beberapa orang menatap Art dengan senyuman, kebanyakan dari penghuni kantor justru tidak memberinya respon. Terutama Mild yang bahkan berpura-pura tidak melihat Mew dan justru melewati sahabat sekaligus bosnya itu begitu saja.
Mew tidak lagi bertanya-tanya kenapa Mild bersikap seperti itu, alasannya jelas karena Mild tidak suka pada Art sejak awal. Tapi Mild tidak seharusnya mengabaikan mereka secara terang-terangan seperti itu.
"Phi Miu," sapa Art dengan suara manja seperi biasa.
"Hm?" sahut Mew yang mulai mengotak-atik komputernya.
"Apa yang Art harus lakukan?" tanyanya seraya melihat-lihat ke sekeliling.
"Prokernya sudah dikirim di email kan? Cek email milikmu," titah Mew seolah mengabaikan Art.
"Tidak ada phi, tidak masuk di akun Art. Phi saja yang memberitahu Art, na?"
Seorang karyawan wanita yang baru saja masuk memberikan tatapan aneh pada Art, orang asing yang menempel pada Mew sejak awal menginjakkan kakinya dikantor. Apa itu anak angkat Mew? Atau apa?
"Pak Mew, ini print out anggaran bukan lalu. Filenya juga sudah saya kirim ke email bapak." ucap wanita sebelum akhirnya pergi setelah Mew mempersilahkan.
"Rin, tunggu." cegah Mew ketika wanita itu hampir mencapai pintu. "Ini Art, sekretaris sekaligus asisten dari salah satu kantor cabang. Dia akan menanyakan beberapa hal, tolong bimbingannya." sambung Mew.
"Phi Miu, apa tidak apa-apa untuk merepotkan kakak itu?" tanya Art pada Mew yang seketika membuat Rin memasang wajah shock.
"Baik, pak." sahut Rin singkat pada Mew setelah Art akhirnya menyusul langkah Rin.
"Permisi, aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?" tanya Art pada Rin yang mendahului langkahnya.
Rin melirik Art sejenak, "berapa usiamu?"
Art tersenyum, "25 tahun."
"Aku 24, kau bisa memanggilku nong Rin. Kau sangat berani, ya?" ucap Rin tiba-tiba.
Awalnya Art akan kesal karena Rin menyebutkan perbandingan usia mereka, tapi karena Rin menyebutnya berani, Art tidak jadi marah. "Tidak juga, biasa saja."
"Kau sangat berani, berani memanggil bos dengan sebutan phi.
Apa kau tau kalau bos sudah punya keluarga?
Jika kau hanya karyawan biasa, sebaiknya hentikan itu dan gunakan panggilan formal. Aku tidak tau bagaimana prosedur kantor cabang berlangsung karena aku belum pernah mendapatkan kesempatan untuk kunjungan seperti mu sekarang. Tapi dikantor pusat, orang-orang tidak menggunakan sapaan yang kau gunakan.
Tempatkan dirimu pada posisi, jangan membuat masalah!"
Art mengangguk seraya tersenyum kecut, "begitu ya?"
"Iya."
"Jadi, bisakah Rin membantuku untuk untuk ...."
"Tunggu," sela Rin sebelum Art menyelesaikan ucapannya. "Membimbing bukan tugasku, kau harus meminta bantuan pada orang lain. Aku akan sebutkan namanya dan kau cari sendiri saja orangnya, oke? Catat ini, aku khawatir kau mungkin lupa. Pertama Green, lalu Grace, Mild, Sasa, Amir, dan ...."
"Cukup," pinta Art. Yang disebutkan oleh Rin terlalu banyak, dan diantara semua itu hanya Mild yang ia tau.
"Aku akan menemui salah satunya, terimakasih banyak atas bantuannya." ucap Art sebelum pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...