Tok tok tok
Seakan tak mendengar apapun, Mew mengabaikan tiap ketukan yang menyapanya.
Hari itu datang lagi, hari dimana kegelapan kembali menyelimuti Mew. Raut wajahnya yang tanpa cahaya membuat para karyawan tak berani mendekat bahkan menyapanya, terkecuali Mild dan si bajingan Art.
Ketukan yang diabaikan membuat para karyawan harus kembali ke meja mereka masing-masing, jika menerobos masuk tanpa anggukan maka mereka jelas akan dipecat hanya karena bernafas di ruangan Mew tanpa seizinnya.
"Mew," sapa Mild yang akhirnya duduk di hadapan Mew.
Jari telunjuk Mew terus bergerak mengetuk meja terhenti, mata sembab itu kemudian menatap ke arah Mild.
"Jika kau tidak sehat maka pulang dan istirahat!" keluh Mild.
"Apa bedanya? Disini tak ada Gulf, ditempat lain juga tidak ada. Aku harus pulang kemana? Rumahku sudah pergi, aku tidak punya tempat untuk pulang."
Mild menghela nafas dan segera memalingkan wajahnya agar tidak perlu menyaksikan penyesalan Mew yang basi, penderitaan klasik yang bahkan menimpa untuk kedua kali.
"Aku tidak tau harus menyebutmu apa. Kau bodoh? Tapi kau sukses memimpin perusahaan ini. Kau pintar? Tapi kau berputar pada kesalahan yang sama." keluh Mild.
"Mild, bisa bantu aku mencari Gulf dan Alex?" pinta Mew.
"Kalau kaki tanganmu yang jumlahnya tak terhitung saja tidak bisa menemukannya, lalu aku harus berbuat apa? Sampai kita mati pun, jika Gulf tidak ingin kembali maka kau tidak akan bisa menemukannya."
Mew tertunduk menatap lantai dengan tangan yang menopang dahinya.
"Menangis lagi?" keluh Mild. "Daripada meminta orang lain mencarinya, kenapa kau tidak berusaha untuk menemukanya sendiri?"
"Phi Miu," sapa Art yang tiba-tiba masuk dan sontak itu membuat Mild membuang nafas jenuh juga jengkel. Kapan rapat dimulai agar bocah itu dipulangkan ke habitatnya?
"Sial, angin bangkai datang lagi." gumam Mild.
"Phi Miu kenapa? Kemarin juga tidak datang ke kantor, phi juga tidak mengangkat panggilan Art. Phi terlihat pucat, apa phi sakit?" tanyanya yang kemudian memeluk Mew dari belakang.
"Tidak heran jika Gulf begitu ingin memusnahkan parasit ini," batin Mild.
"Art," sela Mew yang segera melepaskan diri dari sentuhan Art. "Berhenti disana, tempat duduk ada disana. Aku bos mu, jangan bersikap seperti itu atau aku akan memecatmu."
Art terdiam mendengar perkataan Mew, apa Mew serius? Art hanya tidak menemui Mew seharian penuh dan Mew sudah berubah drastis?
Bukan hanya Art, Mild juga sama kagetnya. Mew bisa mengatakan itu padahal Mew dulu diam saja saat Art mengajaknya bermain-main, Mew bahkan tidak segan untuk meladeni bocah itu.
"Phi Miu," ucap Art tidak percaya.
"Ck, juga jangan memanggilku phi! Semua orang memanggilku dengan sebutan pak dan tuan, tidakkah kau mendengar itu?" keluh Mew.
"Tapi phi bilang phi adalah kakakku," protes Art.
"Aku anak tunggal, aku tidak menginginkan saudara terlebih yang sepertimu. Kau dengar sekarang? Maaf, tapi aku tidak bisa mengendalikan diriku akhir-akhir ini. Dan apapun yang aku lakukan padamu, entah itu sengaja atau tidak. Aku tidak benar-benar mengingat semuanya!"
"Phi ingkar janji! Phi tidak menepati ucapan phi, itu sebabnya Gulf pergi!"
"Janji apapun itu dariku untukmu, bukan urusanku meskipun aku mengingkarinya. Memangnya kau siapa? Hah?
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...