Tiiiiit!
Klakson mobil yang berada di belakang menyadarkan lamunan Tay, pria itu mengerjapkan matanya saat mendengar jelas apa yang dikatakan oleh pria disampingnya. Hati Tay berkecamuk, ia tak tau bagaimana menyebut perasaan ini. Kana adalah sahabatnya, orang yang bercerita banyak tentang rasa sakit dan luka masa lalu. Ia membual banyak tentang betapa ia tak pernah menginginkan Mew, itulah sebabnya Kana pergi ke luar negeri dengan membawa kabur uang dalam jumlah banyak dari Mew, karena ia hanya menginginkan uang Mew.
Hari ini, di tengah ramainya lalu lintas, Kana tiba-tiba membahas mengenai rumah dan rasa cinta. Apakah ini benar-benar tulus dari hati atau hanya bualan seseorang yang mabuk? Tapi Kana menuju ke arah Tay, bukan Mew. Bagaimana ucapan dan sikapnya bisa berbanding terbalik?
***
"Daddy!" sapa Alex saat Mew memasuki pintu rumah megah mereka. Bocah tampan itu memiliki warna rambut yang sama dengan Gulf sekarang, ia semakin terlihat sangat mirip dengan papanya.
Mew berjongkok seraya membentangkan kedua tangannya, bersiap menyambut putranya yang berlari menghampirinya dengan penuh kebahagiaan.
Cup!
Sebuah kecupan mendarat di pipi kanan Mew, bibir mungil itu selalu bersedia menyambut kehampaan dan mengisi kekosongan hati Mew. Terkadang, ketika Mew lelah, Alex membuatnya percaya bahwa ujiannya tak seberat itu karena ia masih memiliki anugerah seindah Alex. Alex mungkin adalah jalan lain untuk bisa mempersatukan keluarga kecil mereka, tak peduli berapa banyak orang yang ia bayar untuk mencari Gulf, nyatanya Alex adalah orang pertama yang membawa Gulf padanya.
Mereka berjarak sangat dekat selama ini, tak ada yang menyadari itu, hanya Alex.
"Daddy melokok?" tanya Alex tiba-tiba, ia menjauhkan dari Mew dan menutupi hidung serta mulutnya dengan tangan.
Mew mencium kemejanya, memang bercampur bau asap karena ia baru pulang dari bar. Tapi Mew tidak merokok.
"Daddy tidak merokok, daddy dari rumah teman. Teman daddy yang merokok." Mew bohong.
"Daddy, ini sudah malam. Alex ingin tidul tapi tidak melihat daddy di kamal."
"Daddy minta maaf, daddy pergi tidak pamit pada Alex."
"Apa daddy beltemu papa?" tanya Alex, dari sorot matanya, insan tampan nan menggemaskan itu jelas mengharapkan jawaban 'iya'.
Mew hanya tersenyum, "belum, Daddy akan bawa papa segera kepada Alex. Alex tidak perlu memikirkan hal itu lagi, fokus saja pada apa yang Alex suka. Oke?"
"Alex suka papa dan daddy belsama sepelti saat hali ulangtahun, kita tidak punya foto belsama." Alex tertunduk menatap ubin rumah mewah itu, ada begitu banyak tugas sekolah yang seharusnya dikerjakan bersama orangtua, tapi Alex tak pernah mendapat kesempatan semacam itu. Mew selalu sibuk di kantor, sebagai gantinya Alex harus membiarkan bodyguard dan pengasuh yang menyelesaikan semua tugasnya.
Seabai apapun Alex, ia akan tetap iri ketika ada perlombaan yang mengharuskan kehadiran orangtua. Salah satu temannya bahkan menggunakan sepatu lusuh, tapi ia selalu di antar dan dijemput oleh papanya meskipun hanya menggunakan motor. Alex? Serba bermerek dan menaiki kendaraan mewah, cahaya matahari tak akan bisa menyentuh kulitnya. Tapi itu tak memberikan kebahagiaan pada anak berusia enam tahun.
Lima tahun pertama adalah waktu paling berharga untuk setiap anak, waktu itu seharusnya digunakan oleh para orangtua untuk mendidik anak. Tapi apa boleh buat? Beruntung karena Alex ditakdirkan untuk hidup bersama hati yang besar untuk kedua orangtuanya.
Saat itu pernah ada lomba memasak disekolah, tak ada murid yang datang tanpa didampingi orangtuanya, kecuali Alex. Sekurang-kurangnya akan ada ayah yang mewakili jika ibu mereka tak bisa datang. Alhasil, seorang guru menghampiri Alex dan menjadi pendampingnya, Alex memang menang, tapi itu sama sekali tak berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...