Mew mulia mendekati Gulf, berniat untuk membelai kepala pria manisnya. Entah Gulf sedang menjelma jadi duri tajam atau bahkan sangat beracun, tapi Mew tetap memiliki keinginan yang kuat untuk selalu memeluk Gulf dengan sangat erat, sekalipun Mew tau ia mungkin akan mati.
"Mew, berhenti bermain-main." Gulf yang merasa keberatan dengan tingkah Mew akhirnya mengeluh dan terpaksa mundur teratur, menghindari sentuhan apapun yang asalnya dari Mew.
Mew semakin dekat ke arah Gulf, ia kemudian memejamkan matanya setelah berhasil menempatkan Gulf dalam pelukannya. "Gulf, sampai kapanpun, meski apapun yang kau lakukan padaku, aku tidak pernah menganggap itu sebagai rasa sakit. Aku tidak memarahimu karena aku tidak ingin mengekangmu, bukan karena aku tidak peduli."
Gulf mencoba memberontak, apa gunanya berada didalam pelukan Mew diwaktu yang lama? "Lepaskan Mew, aku tidak peduli dengan apapun yang kau katakan."
"Tay, aku tau dia menyukaimu Gulf. Aku cemburu padanya, bisakah kau kurangi waktu untuk menemuinya?" ucap Mew seraya mengeratkan pelukannya pada Gulf. Pelukan hangat itu tertahan saat smartphone Gulf yang terletak di atas meja berdering, layarnya menyala, menunjukkan bahwa ada sebuah panggilan masuk.
Mata Mew melirik benda yang tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang, indranya yang begitu jeli jelas tau bahwa itu adalah panggilan dari Tay. Mew mulai tersenyum kecut, sia-sia lagi kah? Apa yang mungkin memiliki hasil dengan keberhasilan pasti? Jika itu di hidup Mew, mungkin tak akan ada.
Mew melepaskan pelukannya perlahan. Dari wajah itu, Gulf bisa merasakan bahwa Mew mungkin sangat kecewa. Adakah rasa bersalah dalam diri Gulf meski hanya setitik? Dengan lantang Gulf akan menjawab tidak. Ia memang selalu seperti itu, terlampau lihai untuk memanipulasi. Gulf mengandalkan sepasang alisnya untuk membuat wajah yang menampakkan raut kesal dan marah, kedua tangannya mendorong bahu Mew dengan kuat sebelum akhirnya meraih smartphone untuk menjawab panggilan dari Tay.
"Halo?" sapa Tay.
"Ada apa?"
"Kau bilang, kau ingin agar aku mengantarmu ketempat temanmu kan?"
"Oh, iya. Aku lupa, aku baru selesai mandi. Kau dimana?" tanya Gulf seraya menepuk jidatnya dan hampir tertawa, terlihat manis. Tapi manisnya tidak bisa membuat Mew turut serta tertawa.
"Aku masih di SPBU, mungkin lima belas menit lagi aku akan sampai di rumahmu."
"Baiklah, aku akan bersiap dengan cepat. Tay, tolong belikan kue coklat untukku."
"Kau masih memakan kue?"
"Beli saja, aku akan tutup telponnya. Telpon aku lagi saat kau sudah sampai."
Gulf mengakhiri panggilannya dengan Tay, sesaat setelah itu ia kembali meletakkan smartphone-nya dan berniat untuk mencari pakaian yang pantas.
"Gulf, kau ingin pergi?" tanya Mew degan sangat hati-hati.
"Iya."
"Kemana? Aku kosong hari ini, aku bisa mengantarmu kemanapun."
Gulf berbalik menatap Mew dengan senyuman. "Tidak perlu, tuan Mew. Aku bisa dan merasa lebih nyaman saat pergi dengan Tay, kau tidak perlu khawatir, mobil yang Tay pakai tidak berbeda jauh dengan kau miliki. Aku akan sangat nyaman duduk di kursi penumpangnya."
"Setidaknya beritahu padaku kau ingin pergi kemana," pinta Mew.
"Aku khawatir kau tidak akan bisa bernafas dengan tenang jika mendengarnya." Gulf tersenyum manis, tangannya mulai membelai pipi Mew, perlahan turun ke leher hingga akhirnya berhenti di bahu lebar Mew.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...