1•

3K 284 18
                                    

"Pasien kehilangan banyak darah!"

"Ganti kantung darahnya! Hal yang harus kita prioritaskan adalah detak jantung Gulf!"

"Pisau bedah!"

Satu bayi laki-laki dan satu bayi perempuan berhasil di keluarkan dari perut Gulf, suatu kelegaan bukan?

Salah satu dokter menjahit perut Gulf, menjaga dan memastikan kondisi pria itu tetap stabil. Keajaiban datang, detak jantung Gulf kembali normal meskipun tekanan darahnya masih rendah.

"W-waktu kematian ...." lirih dokter lain yang menangani si kembar.

Prang!

Salah satu perawat menjatuhkan nampan berisi beberapa pisau bedah, ketakutannya memuncak saat sang dokter mengumumkan waktu kematian.

Salah satu perawat yang berdiri di samping Gulf bahkan terduduk di lantai sambil menahan isak tangisnya, perjuangan mereka untuk menolong Gulf dan anak-anaknya mempertaruhkan hal besar. Mereka sudah pasti akan kehilangan pekerjaannya jika sedikit kesalahan saja terjadi, lalu apa yang bisa mereka harapkan jika mereka bahkan tak bisa menjaga anak Mew tetap hidup?

Dokter yang baru selesai menangani Gulf segera menghampiri rekannya yang bertugas menangani si kembar, bayi perempuan itu pucat tanpa nadi, sedangkan bayi laki-laki dalam kondisi lemah.

Mereka sudah melakukan segala upaya, namun Tasha tetap tak bernafas. Karir seluruh tenaga medis yang ada didalam ruangan itu sedang berada dalam bahaya.

Dokter yang sempat mengumumkan waktu kematian Tasha keluar dari ruang operasi, melepaskan maskernya dan mengucapkan kata maaf dengan sangat lirih.

Kalimat tentang waktu kematian Tasha menggema begitu nyaring di telinga Mew, itu menusuk hingga kedalam jantungnya, menghancurkan jiwanya.

"Daddy!"

Sebuah teriakan mengeluarkan Mew dari kegelapan, suara yang berasal dari anak laki-laki yang berharga, putra tampan Mew, Alex Suppasit.

"Wake up!" teriak Alex seraya menarik piama sang ayah.

"Selamat pagi!" ucap Mew pada putra kecilnya.

Cup!

Satu ciuman hangat mendarat di pipi Mew, bocah laki-laki yang akan segera berusia enam tahun itu memeluk ayahnya dengan sangat erat.

Mew tersenyum, mencubit pelan pipi sang putra. Dulu, Mew adalah orang yang selalu menagih kiss morning pada Gulf. Setiap hal yang dilakukan Alex selalu mengingatkan Mew pada jantung hatinya itu.

"Ulang tahun ku sebental lagi, aku akan segela belusia enam tahun." ucap bibir mungil berwarna merah itu. Dirinya yang imut terlihat semakin menggemaskan karena pelafalan huruf 'r' nya yang tak kunjung tepat.

"Daddy ingat, ingin minta kado apa dari daddy? Hm?" tanya Mew.

"Daddy bilang ingat, padahal Daddy melupakannya." Alex melepaskan pelukannya pada Mew, bocah kecil itu merangkak ke tepi kasur. Tangannya yang mungil berpegangan erat pada bad cover, menahan tubuhnya agar tidak jatuh sebelum kakinya menyentuh lantai.

"Alex mau kemana?" tanya Mew. Raut wajah murung itu selalu tampak setiap menjelang hari ulangtahunnya, Mew tak tau apa yang Alex inginkan, putranya itu hanya mengatakan bahwa Mew melupakan sesuatu yang telah ia janjikan.

Alex mulai berjinjit, berusaha meraih gagang pintu berwarna gold di pintu berwarna putih. Ia menoleh ke arah Mew sejenak, "Daddy bilang akan membawaku pada papa, tapi daddy tak pelnah melakukannya."

Mew menghampiri putranya yang berwajah mendung, bagaimana Mew bisa membawa Alex pada Gulf sedangkan Mew tak tau dimana Gulf berada.

Mew bukan tak berusaha, segala usaha telah Mew lakukan. Menyerahkan rekaman cctv rumah sakit yang merekam detik-detik saat Gulf meninggalkan tempat bersama seseorang yang membawanya dengan kursi roda, tapi tak ada jawaban dari pihak kepolisian, mereka tak bisa mengidentifikasi siapa sosok dibalik jas kedokteran itu.

IGNITI2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang