Alex menggaruk wajahnya yang terasa gatal karena harus bergesekan dengan rambut seseorang, sekali, dua kali, dan rambut itu masih saja mengganggunya. Sampai akhirnya Alex memilih untuk membuka mata dan meninggalkan tidur nyenyaknya.
"Emh!" keluh Alex. Bocah itu kesulitan menggerakkan tubuhnya, dan ternyata penyebabnya adalah Mew dan Gulf yang tengah tidur seraya memeluknya dengan erat.
Cukup lama Alex berusaha untuk melepaskan pelukan kedua orangtuanya, tapi benar-benar sulit. Penantian Alex akhirnya terbayar saat Gulf dan Mew terbangun diwaktu yang bersamaan.
"Selamat pagi, putra kesayangan papa dan daddy." ucap Gulf dan Mew yang seketika langsung mencium pipi Alex.
"Kenapa tidul disini?" tanya Alex dengan alisnya yang menukik tajam. Rupanya bentakan Gulf berpengaruh begitu besar pada suasana hati Alex.
"Papa kan sayang Alex, apa papa tidak boleh tidur dengan anak papa?"
"Sili!" teriak Alex.
"Kenapa memanggil Siri? Alex mau apa?" tanya Mew.
"Daddy dan papa awas, Alex panas ingin mandi."
"Mandi dengan papa dan daddy mau?" tanya Mew.
Alex menggeleng, "tidak. Alex dengan Sili saja."
"Alex masih marah pada papa?" tanya Gulf seraya melepaskan pelukannya pada Alex dan memasang wajah memelas. "Papa minta maaf kalau papa membuat Alex kesal, coba bicara pada papa agar papa tau salah papa apa." ucap Gulf seraya menggenggam kedua tangannya Alex.
"Papa kan membela Fiat, papa memalahi Alex. Alex tidak suka." Alex menarik tangannya dari genggaman Gulf dan beralih untuk menyilangkan tangannya didada.
"Kemarin kan papa tanya pada Alex, kenapa Alex bertengkar. Semarah apapun Alex tidak boleh memukul teman sampai begitu, itu kelewatan namanya."
"Tapi Fiat nakal, papa. Alex tidak suka anak-anak yang nakal, papa bilang kalau ada yang mengganggu Alex, Alex boleh membalas."
"Iya sayang, papa bilang begitu kan? Lalu ...."
"Fiat membuat Ghina menangis, papa!" sela Alex sebelum Gulf selesai bicara. "Alex sedang main dengan Ghina, Alex mendolong ayunan untuk Ghina. Fiat juga ikut-ikut, Alex tidak suka!"
"Maksud Alex bagaimana sayang?" tanya Mew.
"Ghina itu teman Alex kan? Hanya Alex yang boleh mendolong Ghina, Fiat tidak tau cala belmain dengan Ghina. Fiat mendolong ayunanya."
Mew dan Gulf saling menatap satu sama lain, apa yang salah dengan sikap Fiat? Bukankah ayunan memang dimainkan dengan cara didorong? "Apa yang terjadi setelah Fiat mendorong ayunan Ghina? Apa Ghina jatuh lalu terluka?" tanya Mew.
Alex menggeleng, "tidak. Ghina oke."
"Kalau oke, kenapa Alex memukul Fiat? Apa Alex tau? Fiat masuk rumah sakit kemarin, kakinya sampai di gips. Fiat tidak berjalan sekarang."
"Tapi Ghina menangis," sela Alex. Bocah itu sudah memiliki pendirian, Ghina memang monster menyebalkan yang lemah, tapi yang boleh mengganggu Ghina hanya Alex dan Alex tidak ingin pendiriannya dibuat goyah oleh siapapun.
Sejak awal pikiran Alex memang tidak bisa diprediksi, Mew tau itu. "Baiklah-baiklah, kita lupakan soal Ghina. Papa juga sudah minta maaf kan pada Alex, sekarang kita ...."
"Daddy, jangan bicala sepelti itu! Ghina tidak boleh dilupakan!" protes Alex. Seketika itu juga niat Mew untuk mendinginkan suasana menjadi pudar, cara Alex menolak klimaks perdebatan benar-benar terdengar seperti seorang pria sejati yang sedang mempertahankan hidupnya.
"Baiklah, daddy tidak akan melupakan Ghina. Ghina akan selalu daddy ingat sampai kapanpun, sekarang Alex harus berbaikan dengan papa. Oke?"
"No!" bantah Alex dengan lantang.
"Ya sudah. Papa, ayo kita mandi." ajak Mew pada Gulf. "Biarkan Alex tinggal dirumah sendirian sementara kita akan jalan-jalan," ucap Mew lagi seraya merangkul pundak Gulf.
Awalnya Alex diam, tapi setelah Mew menggandeng tangan Gulf dan mengajak Gulf untuk keluar, mata Alex tiba-tiba melirik mereka dengan tajam. "Jalan-jalan kemana?!"
"Pergi kemana saja, kalau Alex tidak ingin ikut ya sudah. Alex akan tinggal sendirian dirumah," ejek Mew.
"Alex dengan Sili!"
"Siri tidak ada, semua orang tidak ada. Hanya ada Alex jika papa dan daddy pergi."
"Daddy!" teriak Alex.
"Apa?" tanya Mew seraya berbalik.
"Alex ikut," ucapnya seraya menyingkap selimut dan segera menyusul langkah Mew.
"Jadi apa Alex sudah memaafkan papa?" tanya Mew.
"No!" sahut Alex seraya berlari mendahului langkah Mew dan juga Gulf. "Alex mandi sendili, belpakaian sendili. Papa tidak usah bantu!"
Gulf tampak tersenyum remeh saat Alex menghilang dibalik pintu, tapi pintu yang sebelumnya sudah tertutup itu kembali dibuka oleh Alex yang memastikan bahwa tidak ada orang yang akan mendekati kamar mandi selama dia ada didalamnya.
"Apa dia selalu begitu?" tanya Gulf pada Mew seraya menahan senyum diwajahnya.
Mew menggeleng, "kurasa tidak. Jika Alex sebegitu merepotkan, Siri maupun yang lain pasti sudah mengeluh kan?"
"Mew, apa kau benar-benar tidak pernah meluangkan waktu untuk Alex selama ini?" tanya Gulf.
"Aku punya, tentu aku punya banyak waktu untuk Alex. Kami sering tidur bersama, apa kau tidak percaya? Meskipun aku tidak bisa sebaik dirimu dalam menjaga Alex, tapi aku tetap memperhatikannya Gulf. Percayalah."
"Aku percaya, maaf jika aku terdengar meragukanmu." ucap Gulf seraya mengusap dada Mew. "Sekarang, lebih baik kau mandi."
"Tidak ingin pergi mandi bersama?" tanya Mew seraya menggenggam tangan Gulf yang asik menjelajahi dada bidang miliknya.
"Jangan coba-coba menggodaku!" sela Gulf seraya tertawa.
"Aku tidak menggoda, ini kalimat ajakan. Bagaimana?" tanya Mew lagi.
"Hm!" Gulf segera menutup mulutnya dengan telapak tangan saat Mew akan mencium bibirnya. "Mandi saja sana! Tidak perlu romansa pagi!" ucap Gulf seraya mendorong Mew menjauh.
"Sekali saja," pinta Mew.
"Tidak, aku tidak percaya bahwa rekanmu akan tetap tenang setelah melakukannya sekali." ejek Gulf .
"Kenapa khawatir? Ada Gulf disini, Gulf bisa menenangkan apapun kan?" ujar Mew yang balas menggoda Gulf.
"Mew! Pergi mandi sekarang! Jangan membuang-buang waktu."
"Ayo mandi bersama untuk mempersingkat waktu."
"Tidak akan singkat, aku tidak percaya padamu."
"Baiklah, aku akan mandi dengan cepat. Lalu aku akan menagih bagianku! Ingat itu!" teriak Mew seraya berlari ke kamar mandi yang ada di kamar lain.
Thanks for reading. Jangan lupa VOTE!
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...