Gulf tengah berbaring dengan santai dengan mata terpejam, ia bukan tak menyadari bahwa Mew memperhatikannya. Tapi Gulf mencoba tetap tenang, ia tak punya waktu untuk berdebat, sungguh.
Tapi, kian lama tatapan Mew terasa begitu dalam. Apa Mew berkedip? Sepertinya tidak, apa yang membuat Mew begitu betah menatap Gulf? Sosok angkuh yang menimbulkan banyak masalah, egois tak berperasaan.
"Kenapa aku bisa begitu dalam mencintai orang sepertimu?" gumam Mew seraya menyingkap anak rambut yang menutupi wajah Gulf.
"Sial, apa maksudmu bangsat?! Apa kau menyesal?!" batin Gulf.
"Tapi aku bersyukur, bagaimana jadinya jika yang terjebak dalam perasaan cinta adalah kau? Aku tidak ingin kau merasakan sakit yang seperti ini, ini benar-benar sakit."
Gulf tak tahan lagi dengan ocehan Mew, pria itu selalu mengucapkan kalimat yang tidak bisa dimengerti. Lalu Gulf memutuskan untuk membuka matanya, dan yang ia temukan adalah Mew yang duduk begitu jauh darinya. Mew berada di sudut kasur, pria itu sama sekali tak berada di dekat Gulf. Apakah Gulf baru saja bermimpi?
"Kenapa kau bangun?" tanya Mew.
"Apa aku mengganggumu?" tanya Mew lagi.
"Kenapa kau duduk disitu? Sudah larut, pergi tidur! Memangnya kau tidak pergi ke kantor besok?!"
"Sebentar lagi, aku akan kembali ke kamarku sebentar lagi. Izinkan aku tetap disini, ya? Jika kau ingin tidur, tidur saja. Aku tidak akan mengganggu, aku hanya ingin melihatmu sebentar lagi."
Jika boleh saat ini Mew jujur, ia masih tak percaya bahwa Gulf kembali padanya, Mew takut bahwa ini lagi-lagi hanya mimpi. Bagaimana jika saat ia bangun lalu Gulf pergi? Bisakah Mew menatap Gulf lebih lama? Hanya untuk memastikan bahwa ia tak salah.
"Kenapa ingin melihatku? Apa kau tidak muak? Seharian penuh kita selalu bersama."
Mew menggeleng pelan, "tidak. Aku tidak akan pernah muak, bagaimana bisa?"
"Sini!" Gulf mengubah posisinya menjadi setengah duduk dan menepuk sisi kasur yang kosong di sampingnya.
"Sini, jika ingin melihatku lebih dekat maka kau harus mendekat. Agar kau percaya bahwa aku bukan tokoh di dalam mimpimu."
Mew tersenyum tipis.
"Apa perlu aku yang menghampirimu? Kau tidak bermimpi Mew, berhenti bersikap seolah aku tidak nyata."
"Aku akan pergi ke kamarku sekarang," ucap Mew. Ia sadar bahwa mungkin dirinya terlalu jauh masuk ke dalam mimpi, mungkin sudah saatnya untuk bangun.
"Tidak ingin menatapku lagi? Baiklah, hati-hati saat lewat di depan kamar Alex. Aku khawatir dia akan terbangun."
Mew kembali menoleh setelah mendengar perkataan Gulf, apa ini benar-benar bukan mimpi?
Gulf semakin risih dengan tatapan yang diberikan oleh Mew, ia benar-benar ingin mengumpat sekarang. Gulf meraih bantal disampingnya dan bersiap melempar benda itu ke wajah Mew.
"Berkedip, bodoh!"
Buk!
Mew terhuyung kebelakang setelah sebuah bantal menimpa wajahnya, rasanya sedikit kebas, apa ini nyata?
"Maaf," ucap Mew pelan.
"Jangan meminta maaf! Jika kau ingin tidur cepat naik ke kasur lalu tidur, jika tidak keluar saja! Jangan menatapku, sialan!" Gulf terus mengumpat dan setiap umpatan itu menyadarkan Mew bahwa ini nyata.
"Bolehkan aku tidur disini?"
"Sialan! Tidur saja jika kau ingin tidur, jangan banyak bertanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...