15•

2.1K 251 25
                                    

Gulf menatap langit-langit kamar yang dulu menjadi miliknya dan Mew, tangannya kini tengah digenggam erat oleh Mew yang tertidur lelap. Entah bagaimana seorang Gulf Kanawut bisa kembali kedalam rumah keluarga Suppasit, berbaring ditempat yang sama, tempat dimana ia mengetahui fakta bahwa suaminya adalah pembunuh kedua orangtuanya.

Gulf menoleh kearah Mew perlahan, pria itu benar-benar tertidur nyenyak dengan jemari yang melekat pada tangan Gulf. Ekspresi wajah Mew yang begitu polos mengiris hati Gulf, setiap kalimat yang Mew ucapkan kala ia mabuk membuat Gulf ingin pergi dari rasa dendamnya dan kembali kedalam keluarga kecilnya dengan melupakan latar belakang Mew.

"Gulf ...." gumam Mew ditengah tidurnya.

"Apa?" tanya Gulf.

Mew hanya tersenyum dengan mata yang masih tertutup rapat dan tangan yang masih betah menggenggam lembut tangan Gulf. Gulf mulai menyentuh Mew, menyibak anak rambut yang menutupi wajah tampan milik Mew.

"Gulf, maaf ...." lirih Mew ditengah tidur pulasnya.

Entah bagaimana Gulf harus bereaksi? Disepanjang jalan dan hingga kini Mew terus mengucapkan kata maaf. Telinga Gulf saja sudah lelah, kenapa bibir Mew belum jengah?

"Maaf, Mew. Aku belum bisa memaafkan mu."

"Apa tanganmu masih sakit?" tanya Mew ketika mereka masih berada di dalam taksi yang akan mengantar mereka pulang ke rumah keluarga Suppasit.

"Sakit sekali," ketus Gulf.

Mew tiba-tiba menyingkap lengan kemejanya dan memperlihatkan bekas jahitan ditangannya pada Gulf, "lihat? Milikku juga sakit, tapi sekarang sudah sembuh." Mew tersenyum.

Sejenak Gulf melirik bekas luka itu, sesuatu yang pernah ia lihat sebelumnya.

"Setelah mendapat luka ini, aku minum banyak obat. Tapi lukanya tidak sembuh, hanya berpindah.

Aku merindukanmu Gulf, rindu sekali sampai rasanya seperti ingin mati." Mew kembali menempel pada Gulf.

"Menjauh dariku," ucap Gulf seraya mendorong Mew menjauh.

"Sudah terlalu malam, kita harus cepat pulang. Alex pasti menunggu dirumah." Mew terus bergumam dengan mata yang tertutup.

"Alex selalu mengatakan padaku bahwa dia merindukan papanya, dia merindukanmu." Mew melingkarkan tangannya pada pinggang Gulf.

"Setiap hari Alex bertanya, 'kapan daddy akan membawa papa pulang?'. Apa kau tau apa yang aku lakukan untuk menjawab pertanyaan putra kita? Aku bilang bahwa kau akan segera pulang setelah lukamu sembuh. Aku berbohong pada putra kita, karena aku tau bahwa luka di hatimu ini ...." ucap Mew seraya menunjuk dada Gulf.

"Tidak akan pernah sembuh, karena aku melukainya terlalu banyak. Maaf ...."

"Diam, Mew. Kau bau alkohol," sela Gulf. Gulf tidak membentak, ia hanya terganggu dengan kalimat yang Mew ucapkan, itu membuat perasaannya berkecamuk dan mendorong air matanya keluar.

"Alex tumbuh dengan sangat cepat, menurutku. Itu karena aku jarang mengisi waktu berharga bersamanya, aku terlalu sibuk bekerja. Aku bukan tidak ingin merawat putra kita, tapi aku punya kewajiban lain yang sama pentingnya.

Biar ku jelaskan agar Gulf Suppasit tidak salah paham, oke? Dengarkan aku ya ...

Aku perlu mencari banyak uang untuk membayar orang-orang yang memberiku informasi mengenai mu, dan untuk membayar orang-orang yang menjaga Alex. Aku menyayangi Alex sepenuh hati, tapi aku tak bisa membiarkan kepergianmu yang membawa banyak luka. Aku mengkhawatirkan istriku yang pergi jauh sendirian.

IGNITI2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang