Mew sedang mengusap punggung Alex yang tengah tertidur di pangkuannya, hari terkadang memang sulit untuk dilewati tapi sangat cepat berlalu.
Ini sudah hampir seminggu setelah peristiwa tidak mengenakkan menimpa keluarga mereka, meskipun begitu Mew tidak pernah membiarkan bunga di makam Rico kering. Mew selalu datang setiap hari dengan kalimat maaf yang selalu sama.
Begitu juga dengan Alex yang akhir-akhir ini selalu menempel pada Mew, bocah itu mengatakan bahwa Mew mungkin akan pergi lagi jika Alex menjauh sedikit darinya. Alex sudah memutuskan bahwa dirinya akan terus menempel, tak peduli sesibuk apapun daddy nya itu.
Itu membuat Gulf semakin kewalahan, entah kenapa juga Alex tidak ingin lagi Siri menemaninya. Kemanapun ia pergi, Alex hanya ingin Mew dan Gulf yang menemaninya.
Setiap pulang sekolah, terkadang Gulf harus membawa bekal dan juga baju ganti untuk Alex karena bocah itu menolak untuk pulang dan memaksa untuk ikut ke kantor Mew, ia benar-benar tidak ingin melepaskan pandangannya dari Mew ataupun Gulf.
Nyatanya kesedihan hanya memudar pada hati Mew, tapi rasa kehilangan masih tersusun rapi dalam batin Gulf.
Gulf telah kehilangan sosok ayah dalam waktu yang cukup lama, memiliki seseorang seperti Rico sebagai sosok ayah yang hangat membuatnya merasakan lagi bagaimana rasanya dicintai oleh ayah. Tidak munafik, tapi Gulf benar-benar menganggap Rico sebagai ayah kandungnya. Meskipun secara sadar Gulf tau bahwa ia membenci Rico karena Rico merusak kebahagiaan hidupnya.
Setelah mengantar Alex ke kamarnya, Gulf duduk di depan cermin seraya menatap bayangannya. Mew yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Gulf dan memeluk leher pria itu dari belakang.
"Kenapa Gulf? Apa yang kau pikirkan?" tanya Mew seraya mengecup pipi Gulf.
Gulf memegang tangan Mew yang terkalung di lehernya, "tidak Mew. Aku hanya ingin berkaca."
"Masih memikirkan ayah?" tanya Mew.
Gulf tersenyum, "seandainya aku menginap dirumah ayah saja saat itu. Apa menurutmu ayah tidak akan jatuh pingsan dan terlambat diketahui?"
"Gulf, itu bukan salah kita. Itu takdir, berhenti menyesalinya berlebihan. Alex akan sedih jika tau papanya masih menyalahkan diri sendiri."
Mew membalik tubuh Gulf agar menghadap ke arahnya, "lihat aku sebentar. Aku punya sesuatu untukmu." ucap Mew seraya bergegas menuju ke koper yang ia bawa dari luar kota.
Mew mengeluarkan sebuah kalung dari kotak, persis seperti yang ia berikan pada Art sebelumnya.
Mew memasangkan kalung itu pada leher Gulf dan mencium kening Gulf, "apa kau suka?" tanya Mew.
Gulf melihat dirinya lagi di cermin, "apapun yang kau beri tidak pernah tidak cocok untukku." ucap Gulf pada Mew.
Bukan masalah ini benda mahal, tapi Gulf senang karena Mew mengerti apa yang Gulf suka.
Gulf diam beberapa saat, sampai akhirnya Mew memutuskan untuk mengajak Gulf tidur.
Seperti biasa, mereka di akan melakukan rutinitas sebelum tidur, seperti biasanya. Entah kenapa Mew menjadi sedikit agresif dan bukannya mencium Gulf tapi malah melumat bibir Gulf.
Gulf membiarkan gerakan Mew yang grasak grusuk, hingga Mew membuka kancing piamamya dan saat itulah Gulf memikirkan hal yang aneh.
"Mew tidak menggunakan kalung yang sama?" batin Gulf ketika mendapati leher Mew dan tak ada benda yang menggantung disana.
Mew tak pernah membeli barang hanya dalam jumlah satu, jika Mew memberi Gulf kalung kenapa Mew tidak menggunakan barang yang sama? Apa kali ini Mew memang hanya mendesain satu?
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...