Raut wajah cantik Savera berubah menjadi merah padam, ia menggeram kesal pada seorang lelaki tak dikenal yang berada di meja kerjanya.
"Lancang sekali anda berada di perusahaan saya bahkan berada di ruangan pribadi saya!"
Lelaki yang sedang membaca berkas di tangannya mendongakkan kepala mendengar teriakan marah dari wanita asing didepannya.
"Ya? Boleh saya tahu kenapa anda bersikap seperti ini di ruangan saya? Bahkan mengaku-ngaku bahwa perusahaan ini milik anda?" Lelaki itu menatap Savera dengan dingin.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar, lelaki itu, Savera, dan wanita yang berpapasan dengan Savera di luar menoleh ke arah pintu.
"Masuk."
"Tuan Adnan," Wanita resepsionis datang bersama dengan seorang satpam sambil menganggukkan kepala singkat pada lelaki itu.
"Tuan, wanita ini gila! Masuk begitu saja tak punya sopan santun ke ruangan anda." Wanita resepsionis itu melirik tak suka pada Savera.
"Beraninya anda mengatai saya gila?! Ini perusahaan saya yang saya bangun dari nol! Merupakan hal yang wajar jika saya datang ke sini."
"Mohon maaf Nona, apakah anda tidak salah gedung?" Senyum sinis Adnan terbit dan melanjutkan, "Oh iya, ini adalah perusahaan milik keluarga saya lebih dari satu dekade yang lalu, saya telah menjadi CEO perusahaan ini semenjak dua tahun yang lalu."
Savera tercengang, gedung perusahaan ini memang gedung lama tapi perusahaannya baru berdiri kurang lebih 5 tahun lalu. Jadi bagaimana bisa? Atau Jangan-jangan pemilik gedung sebelumnya adalah orang ini?
Dengan tenang Savera kembali berkata, "Mari kita buktikan kalau ini adalah perusahaan milik saya." Savera melangkah ke arah lemari yang berisi arsip, ia meraih bagian teratas dan mendapatkan sebuah map berwarna kuning.
Savera membalikkan badan, ia mengangkat sebelah alisnya, senyum sinis muncul di bibir tipisnya. Ia menatap wajah Adnan yang kini menatapnya dengan ekspresi tak percaya.
"Bagaimana bisa anda tahu saya meletakkannya di sana?" Tanya Adnan sedikit ragu.
Jujur saja selama dirinya menjabat disini, tak ada seorang pun yang tahu dimana dirinya meletakkan sertifikat properti perusahaannya.
Lalu bagaimana bisa wanita tidak dikenal ini menerobos masuk bahkan mengetahui tempat tersembunyinya?
"Bagaimana saya tahu? Tentu saja karena saya yang meletakkannya di sana," Savera terkekeh kecil, begitu konyol bagaimana bisa dirinya lupa ide bodohnya saat meletakkannya berkas ini di atas sana.
"Saya rasa anda sudah benar-benar gila Nona. Apakah selama ini anda memata-matai atasan saya?"
Gracia, wanita yang ditemui Vera di depan pintu berucap dengan nada tak suka.
"Jangan berani-beraninya mengatai saya gila, atau saya dapat dengan mudah memecat anda dari perusahaan saya. Di tangan saya ada sertifikat properti yang berisi nama saya."
"Jangan bermimpi Nona, ini perusaan milik Tuan Adnan, bagaimana bisa anda mengaku-ngaku kalau ini milik anda?"
Adnan pusing sendiri dengan kehadiran wanita aneh yang masuk ke ruangannya begitu saja, Adnan heran apakah wanita ini gila atau bagaimana, bisa dengan percaya dirinya mengklaim bahwa perusahaan ini miliknya.
"Baik, silahkan liat dengan mata kepala anda tertera nama siapa di sana. Kalau sampai di sana tertulis nama saya, saya mau anda pergi dari sini dan jangan pernah kembali," Adnan menghela nafas lelah, ia menatap Savera dengan ekspresi jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...