Udara dingin menyelimuti pada malam hari itu, ditambah dengan suhu AC yang berkisar antara 16-17° Celcius. Sang penghuni kamar tampak masih terlelap ditemani dengan bantal guling tak lupa dengan selimut yang menutupi hingga sebatas dadanya.
Seorang remaja laki-laki dan seorang pria dewasa tampak berbincang sedikit di ruang tamu. Tak lama pria dewasa tersebut melangkah pergi dan memasuki sebuah kamar yang berisi wanita yang tengah tertidur pulas.
Pria dewasa itu bergerak dengan sangat hati-hati berusaha tak menimbulkan suara. Pria itu berjongkok di samping ranjang tatapannya menatap wanita itu penuh puja.
“Kamu keren Savera,” bisiknya teramat lirih.
Tangan pria itu menggamit jemari sang wanita yang sudah terasa dingin akibat suhu kamar. Sebelah tangannya yang bebas merogoh saku jasnya dan mengeluarkan kotak beludru berwarna navy.
“Selamat ulang tahun sayang,” Arsenio tampak tersenyum manis, ia menatap jemari Savera yang sudah terpasang cincin bertahtakan berlian biru.
“Maaf aku belum bisa menjelaskan semuanya, aku tau masalahku dan Quenzi pasti mengganggumu kan? Aku janji setelah semuanya selesai aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dari sisiku.”
Dengan usaha mati-matian Arsenio menekan perasaannya yang semakin lama semakin membuncah terhadap istrinya. Ia tidak tau kapan tepatnya ia mulai memiliki perasaan ini untuk Savera.
Untuknya masalah mereka yang sudah terjadi bertahun-tahun sudah tidak pantas untuk dibahas kembali. Masa lalu biarlah tetap menjadi masa lalu apapun yang terjadi.
Sekarang ia hanya ingin memulai hidup barunya bersama Savera, memulai kembali lembaran baru bersama istrinya tercinta.
“Kamu pasti ngga percaya jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu,” Arsenio terkekeh sendiri atas pertanyaannya yang tak mungkin terjawab, “Ngga papa kalau kamu belum mau menjawab, tapi nanti saat aku sudah mengungkapkan perasaanku kamu harus menerimanya ya, tidak ada penolakan” peringatnya sembari terkikik geli.
“Cepet sembuh ya sayang dan cepat kembali lagi padaku.” ujarnya sembari mengecup ringan dahi Savera.
Setelah puas memandangi wajah indah istrinya, Arsenio keluar dari kamar dengan langkah sepelan mungkin.
Tanpa Arsenio sadari, sudut mata Savera mengeluarkan cairan bening. Kelopak matanya perlahan terbuka dan menampilkan manik mata hitam kecokelatan yang begitu indah.
Savera menghela nafas berat, tangannya mengusap sudut matanya yang berair. Entah mengapa ia tiba-tiba saja menangis karena ucapan Arsenio.
Ia memandangi lama cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. Tanpa Savera sadari bahwa kini sudut-sudut bibirnya sudah tertarik ke atas dan membentuk senyuman.
.
.
.Savera dan Fabella kini berjalannya menyusuri pabrik perhiasan milik Savera. Hari ini adalah waktunya untuk Savera melakukan inspeksi besar-besaran dalam mengawasi bagian produksi.
Setiap bulan Savera harus mengontrol kualitas bahan baku yang datang apakah bagus atau tidak. Targetnya adalah masyarakat kelas atas, kualitas dan nilai jual berperan penting untuk kaum sosialita.
“Oh iya Nyonya... Kemarin lusa baru saja datang bahan dari daerah pelosok. Apakah anda mau melihatnya?”
Savera mengangguk lalu kemudian mengikuti Fabella ke arah tempat persediaan bahan baku. Kotak besar dibuka dan menampilkan beragam bongkahan bahan baku yang berisi macam-macam warna.
Savera memandang Fabella kaget, “Ini sungguhan dari pelosok? Bagus, apalagi dengan harga murah?”
Satu bongkahan bahan baku yang sebesar bola itu sudah berpindah ke tangan Savera. Tangannya yang bebas memegang dagunya sembari berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...