Savera mematikan alarm yang berdering nyaring di kamarnya, ia beranjak dari kasur dan pergi ke kamar mandi. Kemudian ia membasuh wajahnya yang putih bersih tak bernoda dan mengeringkannya dengan handuk khusus.
Semalam Savera sampai di rumah pukul 11 kurang 10 menit karena harus menunggu Selena dijemput oleh suaminya. Dan benar saja suaminya sangat tampan, jika orang itu bukan suami Selena mungkin dirinya akan memutuskan untuk mengejarnya.
Di umurnya yang hampir berkepala tiga sudah waktunya untuk mencari pacar atau bahkan calon suami. Dulu, ia sama sekali tak pernah berpikiran untuk menjalin hubungan, menurutnya karir adalah nomor satu.
Ayah dan ibunya pun mendukungnya dengan sepenuh hati, dan sekarang ia sudah menjadi wanita sukses. Tapi sekarang entah apa yang terjadi dengan perusahaannya.
Savera menghempaskan pikirannya dari beban urusan duniawi, ia mengambil baju trening yang semalam ia beli.
Savera mematut dirinya didepan cermin, tubuh langsingnya terlihat pas dan cocok. "Cantik sekali diriku, ah aku benar-benar awet muda, bahkan tak ada kerutan satupun."
Savera mengikat rambutnya dengan gaya ekor kuda, ia memakai sepatu kets warna putih.
Kaki jenjangnya menuruni tangga spiral itu perlahan-lahan, ia mengedarkan pandangannya ke lantai satu. Tak menemukan satu orang pun disana.
Savera menghela nafas lalu pergi ke halaman, saat ini langit mulai menunjukkan sedikit warna kuning keemasan menggantikan warna gelap yang sedari beberapa menit lalu masih bertahta; matahari baru saja mulai muncul menyinari dunia.
Matahari naik sedikit lagi, menyinari Savera yang saat ini tengah melakukan pemanasan.
"Hangat." Savera tersenyum, ia mengarahkan wajah dan tubuhnya ke arah matahari muncul.
Setelah meregangkan ototnya, Savera mulai berlari-lari kecil, membuka gerbang sendiri dan berlari menjauhi rumah.
Tanpa Savera sadari seseorang menatap dibalik jendela lantai dua. Orang itu memakai jubah tidur yang panjangnya hanya sampai lutut lebih sedikit dengan bagian dadanya terekspos. Rambut pendeknya yang berwarna hitam terlihat acak-acakan, ia memegang gelas di tangannya dan tersenyum tipis melihat pemandangan yang baru saja ia lihat.
Savera sudah berlari cukup jauh, nafasnya masih lancar tanpa tersengal sedikitpun.
"Kakek." Savera tersenyum dan berhenti di samping lelaki paruh baya yang sedang meregangkan ototnya didepan halaman yang luas.
Pria paruh baya itu menoleh, alisnya sedikit naik tampak raut wajah kebingungan hadir di sana.
"Kakek apa kabar? Terakhir kita bertemu seminggu yang lalu ya, dan Kakek masih tampak sehat-sehat saja."
Pria paruh baya itu tertegun, "Ah, saya baik-baik saja." Ujarnya sambil tersenyum kaku.
"Baiklah, ayo kita lari bersama seperti biasa." Senyum Savera semakin merekah, ia menggandeng lengan lelaki paruh baya itu dengan semangat.
Pria paruh baya itu sedikit mengerutkan kening dan tetap pergi bersama Savera yang entah akan pergi kemana. Bukannya Savera tidak sadar, ia sangat sadar, ada yang aneh dengan pria paruh baya ini... Tidak, tidak, semuanya aneh sejak kemarin.
Sejak awal ia bangun tidur, ia merasa semua hal aneh terjadi. Seolah-olah semuanya benar-benar berubah, tapi ia tidak yakin untuk saat ini.
Sungguh saat ini dia merasa seperti orang terbodoh di dunia.
Savera yang awalnya berlari dengan kecepatan lumayan cepat kini memelankan langkahnya menyamai langkah pria paruh baya itu.
Senyuman yang sedari tadi Savera pertahankan luntur, ia melirik pria paruh baya di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...