32

6.5K 528 7
                                    

Grep!

"Hei sayang, apa kamu merindukan aku?"

Savera merinding saat tubuhnya tiba-tiba dipeluk dari belakang. Bahkan kini ia merasakan kecupan di puncak kepalanya. Tangannya yang memegang buket bunga bahkan sudah mengayun di udara hendak menghabisi orang kurang ajar itu.

"Apa kamu marah padaku?"

"Ewh."

Raut wajah menjijikkan bahkan tampak kentara sekali di wajah Savera. Tapi hanya pria itu yang bisa menikmati ekspresi yang dibuat Savera.

"Astaga Tuan Arsenio, saya tidak menyangka hubungan anda dengan Nyonya Savera begitu hangat."

Liliana tersenyum hangat sedari tadi, awalnya ia mengira hubungan mereka sangat-sangat rusak. Karena itulah yang ia dengar dari media selama ini. Tapi, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri, nampaknya ucapan jangan melihat buku dari sampulnya itu adalah sebuah kenyataan.

"Entah orang jahat seperti apa yang tega menyebarkan rumor tak berdasar itu. Padahal hubungan kalian begitu harmonis, bisa-bisa Galang memiliki adik."

Uhuk!

Saking terkejutnya, Savera bahkan tersedak ludahnya sendiri. Ia kini menatap horor pada Liliana yang bahkan bisa dengan tenangnya mengucapkan kalimat frontal seperti itu.

"Lihat itu! Mereka benar-benar mesra!"

"Astaga, andai aku yang berada di posisi itu."

"Sudah berhenti menghayal, apakah kamu tidak tau mereka sudah menikah berapa lama? Cinta mereka pasti tidak akan terpisahkan."

"Ahhh kamu lihat tadi, dia dicium oleh Tuan Pradana. Awhhh! Aku juga ingin!"

Apakah di mata mereka sikap suaminya itu terlihat tulus? Sudah pasti ini adalah perintah dari Kakek Arsenio kan? Mana mungkin pria yang tak peka ditambah tak punya hati itu bisa-bisanya berlaku demikian?

Kalaupun iya, itu hanya ada dua kemungkinan yang pertama ia mimpi dan yang kedua salah satu dari mereka sudah gila.

Karena mengharapkan Arsenio bersikap manis dan lucu itu hanya seperti Fatamorgana di gurun pasir.

"Terima kasih Nyonya Alsace, perkataan anda bisa saja menjadi kenyataan. Tapi istriku yang tengah malu-malu seperti pengantin baru ini terus menjaga jarak dariku. Lihat saja sekarang..."

Arsenio menatap Savera yang kini sudah berjarak 1 langkah darinya. Sedangkan Savera hanya bisa diam tak berekspresi, walaupun di dalam hatinya sudah menyumpah serapahi Arsenio yang belakangan hari ini bersikap aneh.

"Ahaha anda bisa saja Tuan. Kalau segitu saja anda bilang menjaga jarak. Memangnya biasanya anda sedekat apa? Tidak mungkin sedekat nadi kan? Haha."

"Haha."

Savera membalas tawa sumringah Liliana dan orang-orang di sana dengan tawa canggungnya. Lihat saja, nanti ia akan menghabisi Arsenio itu!

ʕ •ᴥ•ʔ

"Apa kakek mengancam mu? Sehingga kamu berperilaku seperti tadi?"

"Menurutmu apa lagi? Apakah kamu berpikir kalau aku mau berdekatan denganmu dengan sukarela?"

Arsenio duduk di sofa sambil melipat tangannya, manik matanya terus mengamati Savera yang kini terlihat kesal padanya.

Bibir Arsenio tertarik sedikit ke atas tanpa ada yang menyadari, kenapa di matanya Savera terlihat imut? Tapi, dengan cepat ia menghempaskan pikiran itu dari benaknya. Mana mungkin wanita dingin dan tidak pernah peduli orang lain itu terlihat... Imut.

"Hah... Lain kali beri tahu aku lebih dulu, hampir saja aku mati terkejut karenamu!" Savera menuangkan secangkir teh dan meletakkannya di depan Arsenio dan dirinya sendiri, "Bukankah sekarang masih jam kantormu?"

Gerakan mengambil cangkir teh itu terhenti tiba-tiba, Arsenio bahkan berusaha keras menghindari tatapan Savera yang terkesan menelanjanginya.

"A, aku sudah ti, tidak ada kerjaan lagi di kantor. Karena kakek menyuruhku jadi aku terpaksa pergi ke sini."

"Benarkah?"

"Ya tentu saja! Untuk apa aku berbohong?!"

Mata Savera memicing, entah kenapa makin lama Arsenio tampak tidak bisa dipercaya. Setidaknya begitu di matanya, perasaannya mengatakan jika Arsenio banyak menyembunyikan rahasia dibelakangnya?

Tapi, itu tidak masalah. Karena mereka bukanlah pasangan suami istri sungguhan kan? Tidak menjadi tanggung jawab mereka untuk saling terbuka.

Brak!

"Mama...!"

Savera terlonjak kaget saat pintu ruang kerja yang ada di tokonya dibuka dengan kasar. Pelakunya langsung terdiam setelah beberapa saat membuka pintu.

"Ada apa sampai kamu tergesa-gesa seperti ini, Galang?"

"Maaf Mama."

Galang menundukkan kepalanya, ia hampir lupa dengan tata krama yang selama ini diajarkan guru yang melatihnya. Apakah ibunya akan memarahinya nanti?

Melihat Savera yang masih diam, Galang semakin menundukkan kepalanya dengan resah. Ia tidak mau kehilangan ibunya, ia tidak bisa jika ibunya melepasnya lagi.

Savera tersenyum, ia menepuk kepala Galang, "Tidak apa, lain kali jangan diulangi oke?"

"Cih kekanakan sekali."

Melihat wajah riang Galang dan tatapan hangat Savera membuat Arsenio seketika mencibir pasangan ibu dan anak itu.

Entah dirinya yang cemburu atau memang kesal, ia sendiri tidak mengerti akan perasaannya.

.
.
.

"Maaf Kakek aku tidak bisa menyambutmu tadi. Karena aku ada urusan dengan Arsenio beberapa waktu yang lalu."

"Eh siapa? Arsenio? Bocah itu ada di sini ternyata?"

Savera memiringkan kepalanya, mimik wajahnya yang ramah seketika berubah seperti agen penyelidik, "Bukannya Kakek yang menyuruhnya ke sini? Tadi Arsenio bilang begitu."

'Apa maksudnya? Aku bahkan ke
kantornya tadi karena mau mengajaknya ke sini bersama. Tapi ternyata dia sudah datang dan mengkambing hitamkan diriku? Oh, mungkinkah?'

Seketika Johanes tersenyum miring, ia menatap Savera dengan binar yang menghiasi matanya. Jika memang ini sungguhan, tidak masalah jika ia harus berbohong untuk membantu cucu laki-lakinya itu.

"Iya, Kakek yang tadi memintanya kemari. Apa kamu terganggu?"

"Tidak Kakek. Mari aku antar Kakek melihat-lihat."

"Fighting cucuku!" Gumamnya dengan suara pelan.

Tapi, cepat atau lambat yang namanya bangkai akan tetap tercium juga baunya. Begitu pula dengan kebohongan yang tengah dibuat oleh kakek dan cucu itu.

°°°

Wahhh!

Aku jadi bingung nih mau masangin Mama Savera sama Papa Arsen atau sama papi Reno yah?
( ͠° ͟ ͜ʖ ͡ ͠°)

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang