49

6.4K 454 7
                                    

Hah!

Tidak pernah terlintas sedikitpun di kepalanya bahwa ia akan mengandung! Astaga tidak lupa bukan kalau ia hanyalah jiwa nyasar yang masih berumur 27, tidak sejak semalam tepatnya pukul 00.00 ia telah genap berusia 28 tahun jika mengukur jiwanya.

Tetapi, tubuh yang ia tempati berusia 36 atau 37? Atau malah 35? Savera menggelengkan kepala, ingat umur hanyalah usia di atas kertas. Bersyukurlah bahwa ia kaya, setidaknya ia mampu perawatan agar wajahnya tidak menua.

“Gimana sayang strollernya? Bagus kan? Mau yang warna biru, pink atau gold?”

Savera melirik Arsenio yang tengah tiduran di sisinya sembari menggulir tablet di genggamannya dengan antusias. Savera yang pertama kali hamil saja hanya bisa kaget dan merasa sangat terguncang, tetapi bisa-bisanya Arsenio malah santai dan memilih segala perlengkapan untuk bayi mereka.

Tunggu, bayi mereka?

“Arsen...”

“Ya?” Arsenio mengalihkan pandangannya dari tablet, “Ada apa sayang?”

“Kamu yakin ini anakmu?”

Arsenio terdiam matanya berkedip beberapa kali seolah mencerna ucapan Savera. Laki-laki itu lantas menunduk yang langsung membuat Savera ketar-ketir sendiri.

“Kalau bukan anakku lalu anak siapa lagi?” tegasnya sambil menatap dalam manik kecokelatan Savera, “Tidak mungkin kamu selingkuh sayang.”

Seketika tubuh Savera meremang. Perkataan yang Arsenio ucapkan membuat bulu kuduknya berdiri ditambah dengan bibir laki-laki itu yang tepat berada di samping telinganya.

Ia mempunyai segudang list pertanyaan untuk Arsenio. Salah satunya adalah KENAPA LAKI-LAKI ITU BERSIKAP MANIS DAN MANJA DIHADAPANNYA!

Lihatlah Arsenio yang tengah menduselkan wajahnya di ceruk leher Savera. Kemana perginya laki-laki dingin nan datar yang selama ini mendiami raga Arsenio?

Tangannya terulur untuk mengusap rambut hitam Arsenio. Sebelah tangan Savera memainkan ponselnya sesekali membalas pesan dari beberapa teman-temannya.

“Aku ini peri agung!”

“Percayalah dengan apapun yang terjadi kedepannya.”

“Panggil aku jika ada masalah.”

“Namaku Patricia.”

Benar! Patricia! Ia gundah gulana hari ini, ia butuh peri kecil itu untuk meyakinkannya. Savera sedikit memiringkan kepalanya, merasakan deru nafas teratur dari Arsenio membuatnya memberanikan diri.

Perlahan-lahan matanya terpejam, tangannya yang bebas mengadah ke atas.

“Patricia datanglah, aku membutuhkanmu. Patricia tolong datanglah aku membutuhkanmu. Patricia datanglah kepadaku,” ujar Savera dengan lirih agar tak membangunkan Arsenio.

Di sekitar Savera perlahan-lahan terdapat percikan cahaya yang mulanya sedikit perlahan-lahan menjadi banyak dan kemudian hilang dalam sekejap.

Di detik selanjutnya Savera pun diam-diam membuka kelopak matanya sedikit, mengamati situasi. Ia mendesah kecewa, ternyata memang mimpi hanyalah bunga tidur. Dari awal sewaktu ia memanggil Patricia dulu pun tidak terlihat barang hidung peri kecil itu.

Dan sekarang saat ia serius memanggilnya Patricia malah tidak datang juga, sebenarnya apa maunya?

Masih dengan tangan kiri yang membelai rambut Arsenio, kini tangan kanan Savera juga terangkat untuk memeluk Arsenio. Perlahan-lahan matanya terpejam berusaha untuk terlelap ke alam mimpi.

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang