44

5.6K 392 13
                                    

“Bibi kami datang!”

Arya, Dien, Damian serta Raven menginjakkan kaki di lantai pertama rumah utama keluarga Pradana. Suara lantang Damian sudah membahana sampai sudut-sudut rumah itu.

Kini mereka berempat perlahan-lahan melihat Jena yang berjalan mendatangi mereka.

“Kalian pasti temennya Galang ya?”

“Hehe iya Bi, eh Nek... Eh Nya.” ujar Damian gugup.

Dien menyenggol lengan Damian pelan, “Ucapan lo yang terakhir persis kaya babu yang lagi manggil majikannya.”

“Ahaha, kalian lucu juga. Ayo masuk, maaf ya Nenek ngga bisa nyambut heboh.” ujar Jena sembari memperlihatkan tangannya yang masih terpenuhi tanah.

“Kalian langsung ke lantai tiga aja. Savera sama Galang biasanya di ruang Gym jam segini.”

Mereka semua mengangguk, setelah diperbolehkan pergi mereka beranjak menuju lantai 3. Sepanjang jalan mata Arya serta Damian terbelalak, mereka selalu fokus menatap ke berbagai arah.

“Gila keren banget mana besar lagi.”

Masih dengan mulut yang menganga Arya tak henti-hentinya memuji. Ia tak bisa tak kagum melihat keindahan dan kemewahan rumah berarsitektur Eropa itu.

Begitu megah dan mewah.

Dengan pilar-pilar tinggi menjulang yang menopang rumah, tidak, lebih benar jika disebut mansion. Tak lupa dengan perabotan yang didominasi warna emas dan putih.

Arya memukul dahinya pelan, mengapa ia seperti orang kampung yang baru melihat rumah mewah? Dan lagi ini adalah rumah dari salah satu keluarga paling berpengaruh di negaranya. Sekaligus penguasa dunia bisnis yang terus bersaing dengan keluarga Wijaya dan keluarga Algeria.

Ayolah, 3 keluarga besar tidak perlu ia ragukan lagi kekayaannya.

“Sudah lama sampai?” tanya Galang yang sedang mengelap keringatnya.

“Wow, kayanya baru beberapa hari ngga ketemu lo udah kurusan aja.”

Raven berujar sembari memutari tubuh Galang, matanya tak lepas menatap setiap inci tubuh Galang yang semakin lama semakin berbeda. Ia akui wajah laki-laki itu sedikit demi sedikit mulai menonjolkan fitur-fitur yang sangat mirip dengan Tuan Muda Kedua keluarga Pradana itu.

Dari hidungnya, matanya, hingga bibirnya. Persis seperti jiplakan Arsenio. Apalagi tubuhnya yang dulu gempal kini sedikit demi sedikit mulai kurusan. Tubuh tingginya kini semakin proporsional.

“Yuk makan fried chicken.” ajak Damian yang sudah berkeliling area GYM.

“Ehem! Mau ke mana sayang? Jangan lupa bentar lagi makananmu dateng.”

Galang menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia mengangkat tangan sembari bergumam, “Gue ngga ikut-ikutan.” ujarnya sembari berlalu meninggalkan mereka.

Tak lama Savera hadir di indera penglihatan mereka, masih dengan wajah yang tertempel sheetmask tanpa takut terjatuh Savera dengan percaya dirinya menghampiri dan duduk dihadapan mereka.

“Kalian katanya mau ikutan olahraga? Kok malah ngajak makan makanan ngga sehat?”

Savera melirik ke empat teman putranya dengan pandangan sinis. Tak lama suara beep beberapa kali terdengar. Jemari lentik Savera menekan jam tangannya dan segera melepaskan masker di wajahnya.

“Jadi ngga?”

“Jadilah Bi. Kita ngga mau cuma Galang yang tampil memukau.” jawab Raven menanggapi.

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang