52

6.4K 427 0
                                    

Suasana di ruangan itu tampak memanas. Savera sebagai pengamat hanya mampu menatap bergantian 3 orang laki-laki yang tengah saling tatap.

Sedangkan ada balita laki-laki yang tengah bergelayut dipelukannya. Tatapan tajam bak pedang dilayangkan Galang pada dua sosok manusia yang tampak terlihat seperti ibu dan anak.

“Maaa~ jangan terlalu deket.”

Galang masih terus merengek, di dasar lubuk hatinya masih saja terselip rasa tidak rela jika ada orang lain yang dekat-dekat dengan Mamanya.

Bagi Galang, Savera hanyalah miliknya seorang.

Mengalihkan atensi dari perang tatapan antara Arsenio dan Reno, Savera beralih menatap Galang yang tampak tengah merajuk. Suara kekehan terdengar dari mulut Savera, kenapa anaknya sungguh sangat manis?

“Mama beneran mau punya anak lagi? Ngga mau digugurin aja gitu? Jadi anak Mama cuma aku?”

“Digugulin itu apa Bunda?”

Savera melipat bibirnya ke dalam, bingung harus menjawab pertanyaan polos dari Kenan seperti apa? Pandangannya menyusuri kedua laki-laki matang yang malah membuang muka saat bertatapan dengannya.

Tak lupa ia melirik Galang yang malah menatapnya dengan wajah polos tak bersalah. Dari mana Galang mendengar kata seperti itu?!

Ingin marah pada putranya tapi ia paham perasaan anak tunggal yang tiba-tiba akan memiliki adik. Pastinya aneh dan berat apalagi Galang sudah berumur 15 tahun dan hampir menginjak usia 16 tahun.

Bisa-bisa anaknya nanti malah dikira anaknya Galang.

“Kenan sayang, lupain aja ya apa yang udah Kenan denger, mending Kenan main sama Bibi Maria dulu ya?”

Kenan menggeleng tegas, “Ndak mau, Ken mau nemenin Bunda aja di cini.”

“Nanti lagi ya, Bunda mau ngomong dulu sama Abang, Om dan Papa. Kenan mau nurut sama Bunda kan?”

Arsenio mengerutkan keningnya, mengapa di telinganya seolah terdengar bahwa ia adalah orang luar di sini? Sedangkan istrinya, anaknya dan 2 orang tidak diundang itu seperti keluarga berencana yang bahagia.

Arsenio berdecih tak suka, sepertinya Savera perlu di disiplinkan?

“Mending Mama aborsi aja deh, nanti Mama kasian kalo ngurus anak kecil,” ujar Galang yang pertama membuka suara setelah kepergian Kenan.

Alibi yang Galang buat sungguh bagus, begitulah yang ia rasakan. Jujur saja ia tidak mau dan tidak akan pernah mau memilih adik, ia tidak mau kalau sampai perhatian ibunya terbagi.

Ibunya adalah miliknya dan hanya miliknya.

Tidak ada seorang pun yang boleh merebut ibunya dari dirinya baik itu adiknya sekalipun.

Pada kenyataannya tanpa Galang sadari bahwa ucapannya telah membuat mimik wajah Savera menjadi sedingin salju. Dengan Keterdiaman Savera terus menatap Galang yang masih saja mengoceh.

“Hentikan omong kosongmu Galang Arsenio Pradana.” ujar Savera dengan penekanan di setiap kata.

Kali ini Savera sungguh tidak suka, sekali masih bisa ia maklumi tapi kini sudah 2 kali ucapan yang tidak layak itu dicetuskan oleh Galang.

“Kok Mama kaya gitu?”

Mimik wajah Galang berubah sendu, wajahnya yang kini sudah sangat tampan itu hampir saja meluluhkan hati Savera yang pada dasarnya lemah terhadap putranya ditambah dengan wajah yang seperti jiplakan Arsenio membuatnya semakin tidak berdaya.

Tetapi, demi kepentingan bersama ia harus menegakkan hatinya agar tidak mudah terjatuh lagi.

“Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu Galang, bagaimanapun dia adalah calon adikmu.”

Galang tertunduk lesu, bibirnya sudah mencebik matanya berkaca-kaca. Apakah Mamanya lebih memilih bayi yang bahkan belum lahir itu dibanding dirinya?

Sialan Galang tidak bisa menerima ini.

“Sekarang pergilah terlebih dahulu, kita akan membahas itu nanti Tuan Muda Galang.”

Raut wajah dingin masih saja Savera pertahankan bahkan sampai Galang menghilang dibalik pintu menyusul kepergian Kenan.

Kini atensi Savera teralih memperhatikan dua laki-laki taipan Negara. Savera tidak habis fikir, kenapa orang-orang di sekitarnya tidak ada satu pun yang benar tingkahnya?

Sebelumnya ia belum mengantisipasi masalah seperti ini, tentu saja semua ini melenceng dari perkiraannya.

“Tuan Wijaya, kemarilah.” ujar Savera sembari melambaikan tangannya.

Reno menelan ludahnya susah payah, rasa gugup langsung saja menjalari tubuh ayah 1 anak itu. Sedangkan Arsenio hanya mampu tersenyum miring sembari terus bergumam menghina Reno.

Mari Arsenio lihat hal apa yang mungkin akan dilakukan istrinya?

“Ke-kenapa?”

“Kamu mau apa?”

Reno mengerutkan keningnya tak paham, “Kenapa kamu bertanya seperti itu, Savera?”

“Kamu membenciku?” tanya Savera yang dibalas gelengan kepala oleh Reno.

Savera mengangguk, ia berpikir sejenak sebelum melontarkan pertanyaan kembali, “Kamu membenci Arsenio?”

“Iya, tentu saja.”

Tanpa perlu dijelaskan lagi, dendam kesumat yang Reno miliki untuk Arsenio sudah menjadi rahasia umum. Tapi entahlah, Savera tidak tertarik untuk mencari tau sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya.

“Kamu mencintaiku?”

Savera tersenyum miring saat mendapati raut terkejut dari Reno bahkan Arsenio. Setelah terkejut Reno langsung saja menganggukkan kepalanya kemudian menggelengkan kepalanya tanpa jeda waktu.

Tawa langsung lepas dari bibirnya, ternyata laki-laki itu bisa melawak juga?

Arsenio bahkan Reno terpaku memandang tawa indah yang meluncur bebas dari bibir Savera. Wajah cantik wanita itu membuat degup jantung mereka berdua berdetak lebih cepat dari seharusnya.

“Kamu mau jadi ibu untuk Kenan?” pertanyaan dari Reno itu meluncur begitu saja tanpa bisa Reno tahan.

Savera menghentikan tawanya dan memandang Reno yang tengah menatapnya, “Jangan berbicara omong kosong Reno, aku tengah mengandung sekarang. Bahkan jika aku tidak mengandung aku tidak akan jatuh ke dalam pelukanmu.”

“Jangan menginginkan istri orang lain Tuan Wijaya, bukankah anda orang yang sangat menjunjung tinggi etika?”

Kalimat yang dilontarkan Savera terasa seperti belati yang menancap di dalam relung hatinya. Baiklah jika Savera kini tidak menjadi miliknya yang pasti suatu saat Savera akan jatuh ke dalam pelukannya.

“Ingat Reno, sampai kapanpun aku tidak akan bisa bersamamu. Mengingat hubungan baik kita selama ini, aku harap tidak ada lagi dendam diantara kedua keluarga, dan itu berlaku juga untuk hubunganmu dan Arsenio.”

Savera menarik nafas dalam, “Dan jangan sampai di masa depan nanti ada masalah datang dengan pelaku yang sama. Masalah tentang dirimu yang menyebarkan hal yang tidak-tidak tentang Arsenio akan aku lupakan, Tetapi tidak ada kesempatan kedua.”

“Kalian berdua sebaiknya ingat itu.”

Ucapan panjang lebar Savera mampu membuat kedua laki-laki itu bungkam, kalau bukan karena cinta mana mau mereka menurut? Dendam yang sudah terjalin lama tidak akn dengan mudah hilang begitu saja, tetapi bagi mereka lebih baik menghilangkan dendam dari pada kehilangan Savera.

°°°

Uwaww, oke sampe sini aja dulu

Bye again




One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang