Prang!
Tiga orang wanita dalam ruangan itu menoleh, manik mata Savera melebar, bola matanya bergetar dan berubah warna menjadi merah. Sungguh ia tidak mengira hal seperti ini akan terjadi, ia kira Tuhan sangat baik dengan menghadirkan ibunya di sampingnya.
Tapi, ia tak menyangka, jika Tuhan sangat sangat baik. Hadirnya sosok di depan pintu itu membuatnya benar-benar sangat bahagia, jika ia bisa salto ia akan salto sekarang.
"Papa?" Lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Savera menatap sosok lelaki yang kini berjalan perlahan dengan tatapan mata tak percaya, Savera kira hanya ada ibunya disisinya. Tapi, Tuhan begitu baik dengan menghadirkan ayahnya juga dalam hidupnya.
Sungguh, Savera merasa tidak ingin apapun lagi. Hadirnya orang-orang terkasihnya disekitarnya sudah membuatnya begitu bersemangat.
Kalaupun ia kehilangan segalanya, asal bukan orang tersayangnya itu bukanlah masalah besar. Tapi, jika ia harus kembali sendirian lagi, mungkin hidupnya akan hancur saat itu juga.
"Sayang, apa benar kata Mama kalau kamu mau ikut tinggal bareng kami lagi? Eh jangan nangis, ada yang sakit?" Tanya pria itu dengan ekspresi panik.
Bukannya berhenti, butiran bening itu terus-menerus mengalir membasahi pipinya yang seputih susu.
"Lo kenapa sih? Ngga biasanya jadi cengeng kaya gitu," Ujar Selena yang keheranan.
"Kamu ngga tau apa-apa, ini namanya air mata kebahagiaan," Sungutnya pada Selena, "Iya Papa, aku bakal tinggal bareng Papa dan Mama."
"Akhirnya sayang!" Darwin -Papa Savera- memeluk Savera dengan erat. Suka cita tampak kentara sekali di wajahnya yang sudah hampir menginjak kepala 6 itu.
°°°
Mau berapa kali pun ia mencubit tubuhnya sendiri, tetap saja semua yang ia lihat sekarang tidak menghilang. Begitu sulit bagi dirinya untuk meyakinkan bahwa apapun yang terjadi adalah sebuah kenyataan.
Tangannya terulur mengusap perlahan perutnya yang kini rata, ia sedikit tak percaya jika di dalam sana pernah menjadi tempat huni sebuah kehidupan. Ia yang selama 27 tahun hidup menjomblo tiba-tiba sudah menjadi ibu dari anak berusia kurang lebih 15 tahun.
Ia bingung bagaimana harus memperlihatkan wajahnya dihadapan putranya itu.
"Ayo sayang udah waktunya kita pulang ke rumah."
"Iya, Papa."
Ia tersenyum dengan sangat manis, ini adalah awal mula dari kehidupannya yang akan terus bahagia kedepannya. Ya, setidaknya begitulah harapannya.
"Pa?"
"Hm? Kenapa sayang?" Tanya Darwin sambil mengelus rambut panjang putrinya.
"Papa pasti denger kan ucapan aku ke Mama beberapa jam yang lalu? Aku mau bangun perusahaan aku sendiri, dan aku harap Papa bisa mendukungku."
"Sure, baby. Apapun yang princess Papa mau, Papa pasti akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhinya."
Dalam hati kecil Darwin, ia masih ragu dengan keputusan putrinya yang ingin membangun sebuah perusahaan. Apakah putrinya berpikir bahwa melakukan hal-hal seperti itu adalah suatu hal yang mudah?
Putri kecilnya, anak kesayangannya yang selalu hidup dibawah bayang-bayangnya dan istrinya ingin membangun sebuah perusahaan?
Bukannya ia tak percaya pada putrinya. Namun, hanya sulit untuk menerima keyakinan Savera. Entahlah biarkan takdir yang akan membantu menyegarkan pikiran putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...