Lima Hari Kemudian
Sudah sejak tiga hari lalu Savera telah keluar dari rumah sakit dan dinyatakan benar-benar selamat dari masa kritisnya. Bahkan ia hampir saja meninggal saat itu juga.
Tetapi, Tuhan berkehendak lain dengan mengirimkan Savera asli untuk bertemu dengannya dan menunjukkan jalan yang seharusnya ia lalui. Yaitu kembali bersama dengan keluarganya, ya keluarganya saat ini.
“Nyonya, apakah makanan ini sudah sesuai? Atau ada yang ingin anda tambahkan?”
Hari ini akan diadakan pesta sebagai ucapan syukur atas kesembuhannya, dan akan menjadi pengenalan pertama bagi putrinya dimata dunia sekaligus pemberian nama bagi putri semata wayangnya.
“Tidak ada, semuanya sudah cukup baik. Aku akan menghampiri putriku dan bersiap-siap.”
“Baik Nyonya.”
Savera beranjak dari aula kediaman, ia kini berada di kamar putrinya dan melihat putrinya yang tengah berasa di tangan pengasuhnya.
“Apakah tidurmu nyenyak, putriku?”
Bayi yang sudah berpindah tangan ke tangan Savera tampak mengerjab dan tersenyum tipis. Savera yang merasa gemas menciumi wajah cantik putrinya di berbagai sisi.
“Mama!”
“Ada apa Galang?”
Galang berjalan cepat seolah menghindari sesuatu yang mengejarnya. Savera mengernyitkan dahi bingung, ia sedikit memiringkan kepala dan tersenyum di detik berikutnya.
“Bunda ndak papa?”
“Ngga papa kok, tumben Kenan udah kesini? Acaranya kan masih nanti malem?”
Savera berjongkok menyejajarkan tingginya dengan Kenan yang tengah menatapnya.
“Kenan yang bulu-bulu ngajak Papi ke sini. Ndak papa kan Bunda?”
Atensi Kenan teralih ke arah bayi dalam gendongan Savera, “Itu apa? Kok kecil banget?”
“Hehe, Ini bayi sayang. Adik perempuannya Kak Galang, Kenan mau jadi kakaknya juga ngga?”
Kenan menggelengkan kepalanya, “Kenan ndak mau. Kata Bang Dami, kalo cama cewek Kenan harus jadi pacalnya. Jadi Kenan mau jadi pacal bayi ini aja.”
Mata Galang melotot garang, “Damian sialan! Awas lo kalo ketemu gue!”
Hachi!
“Aduh idung gue gatel banget.” ujar Damian yang tengah memilih baju untuk acara nanti malam.
Kembali lagi dengan Kenan yang masih terus menatap bayi di gendongan Savera, “Ciapa namanya Bunda?”
“Hmm Kenan tunggu nanti malem ya? Om Arsen yang bakal umumin nanti, jadi tunggu oke?”
Kenan mengangguk ia terus mengintili Savera yang tengah membaringkan bayi itu ke keranjang bayinya. Kenan yang tingginya hampir dikalahkan keranjang bayi hanya bisa berjinjit untuk melihat bayi yang tengah menggeliat didalam box bayinya itu.
“Kenan tunggu kamu gede ya... Nanti kalo udah gede kita nikah.”
°°°
Aula utama itu telah disulap sedemikian rupa hingga tampak sangat mewah dan meriah. Lampu gantung diberbagai sisi ditambah dengan gorden dengan warna seiras yang mendukung keindahan aula pada malam hari ini.
Para tamu undangan sudah mulai berdatangan sejak setengah jam lalu. Dan kini mereka semua tengah menunggu kedatangan sang tamu utama, sang penyelenggara acara.
Johannes dan Narendra sudah berbaur sejak tadi dengan para kolega. Tak lupa dengan Jena yang juga sudah berbincang dengan istri-istri pejabat kaum sosialita.
Setelah hampir 5 menit menunggu dari waktu yang ditentukan, Keluarga Tuan Muda Kedua Pradana itu tampak setelah pintu besar dibuka.
Kedua orang dewasa dengan 1 remaja laki-laki dan seorang bayi perempuan tampak seiras dengan pakaian mereka berempat yang berwarna biru langit dengan paduan putih.
Mereka berempat berjalan menuju tengah-tengah Aula. Arsenio mengedarkan pandangan sekilas dan mulai membuka pembicaraan.
“Saya Arsenio Narendra Pradana mengucapkan terimakasih kepada para kolega sekalian yang sudah meluangkan waktu untuk hadir di acara kami pada malam hari ini.”
“Tujuan saya mengadakan acara ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur saya atas keselamatan istri saya dari maut, serta untuk memperkenalkan putri saya kepada khalayak umum.”
“Saya perkenalkan kepada kalian semua, putri semata wayang saya, buah hati saya bersama istri saya Savera Clearista Pradana. Dan juga cucu dari Narendra Johannes Pradana dan cicit terakhir dari Johannes Pradana.” Arsenio menarik nafas sebelum melanjutkan.
“Kanaya Arsenio Pradana. Saya harap putri saya akan menjadi anak yang membanggakan dan tumbuh besar dengan semua kemudahan.”
Tepuk tangan riuh terdengar setelah Arsenio menyelesaikan ucapannya. Tampak seorang anak laki-laki menganggukkan kepalanya seolah paham dengan ucapan para orang dewasa.
“Aku akan menunggumu Kanaya.”
Begitulah akhir dari kisahnya dan Arsenio.
Entah berapa ribu terimakasih dan rasa syukur yang harus ia ucapkan untuk memberi tahu betapa bersyukurnya ia mendapatkan kesempatan ketiga dari Tuhan.
Selamat dari maut untuk kedua kalinya membuatnya semakin yakin akan keberadaan Tuhan. Dan ia percaya bahwa Tuhan begitu menyayanginya. Ia yakin dibalik kesulitan ada kebahagiaan yang sudah menunggu.
Ia janji akan menjaga apa yang ia miliki saat ini.
Ia tidak akan menyia-nyiakan yang sudah Tuhan berikan kepada dirinya. Ia janji akan menjaga semuanya sepenuh jiwa dan raganya.
Dan beginilah kisah ini berakhir.
°°°
Halo semuanya....
Terimakasih untuk pembaca setia 'One More Holy' yang udah bertahan baca cerita ini dari awal
Terimakasih juga atas vote kalian semua
Habis ini udah ngga ada extra part lagi ya, cerita ini benar-benar selesai sampai di sini
Sampai ketemu di project selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...