26

6.7K 551 5
                                    

Galang meringis kesakitan saat Savera menekan luka di tangannya dengan kapas dan alkohol. Luka yang ia dapatkan setelah berhasil memukuli Gema sampai pingsan.

"Ma, pelan-pelan dong sakit."

Savera memelankan kegiatannya yang terlalu kasar mengobati putranya. Ia meniup luka itu, berharap putranya tidak akan merasakan kesakitan lagi.

"Kan Mama udah bilang, boleh berantem asal kamu ngga luka. Kalau kamu luka kaya gini Mama yang sakit sayang, Mama ngga tega."

Savera membereskan berbagai macam obat kembali ke tempatnya, ia mengusap rambut Galang dan menatapnya dengan sorot mata sendu.

"Maaf, Ma."

"Anak mana yang kamu hajar sayang? Apa masih orang yang sama? Dan untuk masalah yang sama?"

Jujur saja Savera hanya berbasa-basi, tanpa Galang memberi tahu dirinya pun, dia sudah mengetahui apa yang terjadi pada putra semata wayangnya. Sudah cukup ia berpura-pura bodoh, sejak ia memutuskan bahwa dunia ini sekarang adalah dunia keduanya, ia akan melakukan segalanya untuk melindungi keluarganya.

Ia bukanlah orang yang naif, hidup sendiri dan mendirikan perusahaan dengan kerja kerasnya bukanlah hal yang akan diraih oleh orang naif bukan?

Savera menyadari jika selama ini ia terus menerus diikuti, tapi stalker yang ia duga sebagai pengawal sudah berhenti mengikutinya semenjak ia masuk rumah sakit. Tapi yang belum ia ketahui sampai sekarang, orang mana yang memerintahkan para stalker itu untuk mengawasi pergerakannya.

Hal yang sama ia lakukan pada putranya, meminta orang lain untuk menjaga dan mengawasi putranya dari jauh. Savera tidak akan pernah melupakan janjinya, dan kini akan mulai ia realisasikan.

"Aku menghajar Gema, karena dia menarik kerah bajuku dan memukulku terlebih dahulu."

"Kerja bagus sayang, jangan pernah mau ditindas, ingat ya balaslah berkali-kali lipat..."

"...Kalau orang itu memulainya lebih dulu," Lanjut Galang dengan semangat yang dihadiahi tepuk tangan meriah dari Savera.

Mereka berdua saling pandang dan tertawa bersamaan. Tanpa mereka berdua sadari, beberapa orang menatap mereka dengan kening yang berkerut. Salah satu dari mereka melipat tangannya didepan dada.

"Wow, adikku ternyata mewariskan kenakalannya pada keponakanku ya?"

Savera menoleh ketika suara berat dari arah belakangnya cukup mengagetkan dirinya. Netra mata Savera membola saat melihat wajah dari orang yang sudah berulang kali ia lihat di foto keluarga yang terpasang di dinding.

Glenardi Xavierus.

Seorang laki-laki yang menjabat sebagai Letnan Kolonel angkatan Udara. Berusia sekitar 40 tahun, memiliki rambut hitam dan mata kecokelatan. Dan menjabat sebagai kakaknya, kakak dari tubuh yang sekarang ia tempati. Setidaknya itulah yang Savera ketahui setelah penyelidikan dari beberapa sumber.

Kalau ia tak salah ingat, di kehidupan sebelumnya, ia pernah memiliki kakak namun sudah meninggal karena terkena penyakit kronis dan memiliki tubuh yang lemah. Tapi, di sini... Ia memiliki ibu, ayah bahkan kakak laki-laki.

Betapa baiknya Tuhan pada dirinya.

"Glen! Kok ngga bilang-bilang Mama kalau kamu pulang sih! Kan Mama bisa nyiapin makanan kesukaan kalian semua."

Dengan suka cita Karin -ibu dari Savera dan Glen- memeluk Glen beserta istri dan anak-anak Glen dengan erat.

"Savera kamu pasti tidak ingat dengan mereka, ini kakakmu Glen. Dan ini istrinya Raya, dan itu anak perempuan Glen namanya Citra dan ini Nata anak laki-laki Glen."

Karin memperkenalkan satu persatu orang yang tadi menatap ke arah Savera dan Galang. Savera hanya mengangguk tipis, ia hampir saja lupa jika ia dikira amnesia karena tingkah anehnya di rumah sakit waktu itu.

"Iya, Ma. Aku udah lumayan ingat."

"Mama amnesia?" Tanya Galang dengan ragu.

Selama ini ia tidak pernah menjenguk Savera di rumah sakit, bahkan pertemuan mereka setelah Savera keluar dari rumah sakit ya saat ibunya itu datang ke sekolahannya.

"Eh, iya ingatan Mama sedikit bermasalah karena kecelakaan itu. Tapi tenang aja, semuanya sudah agak lumayan, ingatan Mama sudah hampir pulih. Ekhh!!"

Savera tak bisa bernapas saat kakaknya itu memiting lehernya tiba-tiba, apa yang diperbuat laki-laki berusia 40 tahun itu pada adiknya yang jarang ia lihat? Apa kakaknya itu berniat untuk membunuhnya?

"Lepas sialan! Gue ngga bisa napas!"

Savera memberontak berusaha melepaskan diri dari genggaman Glen. Setelah Savera benar-benar hampir kehabisan napas, Glen baru mau melepaskan adik kesayangannya itu.

"Gue turut berduka cita waktu denger lo masuk rumah sakit, apalagi sekarang lo amnesia. Entah hal buruk apa yang lagi mengelilingi lo."

"Udah sana kalian ke kamar, pasti capek. Ayo Citra, Nata kenalan sama Galang. Dia sepupu kamu loh, dulu kalian ketemu masih kecil-kecil sekarang udah pada gede."

ʕ •ᴥ•ʔ

Ruang makan itu penuh dengan suka cita dan keharmonisan yang menguar. Obrolan hangat terus tercipta tak mengusik acara makan yang tengah berlangsung.

"Oh iya di mana suamimu Savera? Aku tidak melihatnya dari tadi."

Pergerakan Savera yang tengah memotong steak terhenti saat mendapatkan pertanyaan tak terduga dari istri kakaknya. Entah Raya yang tidak tau tentang dirinya atau memang dia sengaja? Akan Savera selidiki nanti.

"Ah, iya. Suamiku sedang sibuk bekerja mencari uang yang banyak."

Melihat Savera yang tersenyum menanggapi pertanyaannya membuat Raya memegang garpu dengan erat, ia ikut tersenyum dan menimpali, "Bukankah keluarga Pradana sudah sangat kaya raya? Masa iya dia tega meninggalkan istrinya yang belum lama kecelakaan dan malah bekerja."

Glen menyenggol lengan istrinya, ia melotot berusaha menghentikan ucapan istrinya yang semakin membuat suasana canggung.

"Oh iya, aku kaget loh saat tahu kamu dan anakmu," Raya melirik pada Galang dan melanjutkan ucapannya, "Malah tinggal di rumah Ayah dan ibu mertua, apakah Pradana Group jatuh bangkrut?"

Tak!

"Aku selesai." Savera meletakkan garpu dan pisau dengan kasar di atas meja, ia menatap Raya dengan tajam.

Ia yakin kalau wanita itu memancing emosinya, sengaja membuat suasana yang tadinya harmonis berubah menjadi canggung. Apa sebenarnya yang wanita itu inginkan darinya?

"Eh kenapa makananmu masih banyak istriku, maafkan keterlambatanku ayah dan ibu mertua."

Atensi mereka semua teralihkan pada suara yang tiba-tiba terdengar, senyum yang ditampilkan laki-laki itu entah mengapa membuat bulu kuduk Savera bahkan Galang meremang.

Ibu dan anak itu saling bertatapan, merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Bahkan ia tidak pernah memberi tahu alamatnya pada siapapun kecuali, Andina. Tidak mungkin jika Andina akan mengatakan hal itu pada Arsenio.

Apakah mungkin...?

Savera menatap lekat Arsenio yang berjalan mendekatinya dan Galang, laki-laki itu duduk di samping Galang yang langsung dilayani oleh para pelayan.

"Maaf Nyonya Xavierus tapi kerajaan bisnisku tidak akan pernah hancur di tanganku. Sayang sekali ya, bualan anda ternyata hanya omong kosong."

Bukannya membaik suasana di ruangan itu malah semakin menegang, entah hilang kemana keharmonisan yang menguar beberapa waktu yang lalu.

°°°

Cieee pangeran berkuda putih datang nih ᕕ( ՞ ᗜ ՞ )ᕗ

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang