Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Pintu terbuka menampilkan anak remaja berseragam Sekolah Menengah Pertama bersama dengan laki-laki yang masih memakai pakaian kantornya.
"Ayo pulang, Ma! Ayah bilang, kita bakal tidur bareng di rumah Kakek buyut mulai sekarang!"
Galang langsung membungkam mulutnya sendiri ketika ia melihat kejadian tak terduga di depan matanya.
Dengan mata kepalanya sendiri ia melihat ibunya tengah memangku seorang bocah kecil, dengan seorang laki-laki yang duduk di seberang kiri ibunya. Di sana terdapat 1 perempuan dan 1 laki-laki lain yang masih berdiri memperhatikan ibunya dan laki-laki itu.
Galang menoleh ke samping kanannya, ia menelan ludahnya yang terasa sulit. Ia melihat Ayahnya tengah menatap tajam ibunya dan laki-laki itu.
"Mereka siapa Bunda?"
'Bunda?' Tanya Galang dalam hati.
Galang mau tak mau berspekulasi aneh-aneh sekarang, jangan sampai kalau ternyata anak itu adalah anak hasil perselingkuhan ibunya dengan laki-laki sialan itu.
Tolong siapapun katakan bahwa hal itu tidak mungkin.
Di sisi lain, Arsenio tengah menggenggam tangannya dengan kuat. Ia berusaha menahan amarah yang entah mengapa tiba-tiba saja muncul melingkupi dirinya tepat ketika ia memasuki ruangan itu.
"Kenan kenalin, mereka suami dan anak Tante. Galang sini sayang," Walau dengan perasaan jengkel Galang tetap mendekati ibunya, "Galang kenalin dia Kenan. Anaknya Tuan Reno yang duduk di dekat Mama."
"Apa dia anak harammu bersama laki-laki itu?"
Pertanyaan yang hampir mengarah ke pernyataan itu membuat Savera menatap tajam pada suaminya. Apakah ia terlihat seperti wanita yang gampang berselingkuh?
"Tentu aja bukanlah! Kamu gila?!"
Laki-laki yang tengah duduk di dekat Savera menarik sudut-sudut bibirnya ke atas, 'Ah, benar-benar seperti mendapatkan jackpot.'
"Halo Tuan Arsen, saya rasa anda tidak akan asing lagi dengan saya bukan?"
Arsenio yang sedari tadi sibuk memandang sinis Savera dan Kenan, kini tatapannya berpindah pada Reno. Manik mata Arsenio melebar sebentar sebelum ia menormalkan ekspresinya kembali.
"Tentu saja saya tidak menyangka setelah sekian purnama kita akan bertemu di sini, Tuan Wijaya?"
.
.
."Loh kita mau ke mana ini?" Tanya Savera yang tengah menatap jalan dengan kebingungan yang tercetak jelas.
"Makanya kalau anaknya ngomong itu di dengerin bukannya malah asik sama anak orang lain." Sindir Arsenio yang terasa menembus hati Savera.
Baiklah kali ini ia hiperbola, memangnya salah kalau ia menghabiskan sedikit waktunya untuk menemani Kenan? Menurutnya sendiri itu bukan kesalahan.
"Kalo ngga mau jawab bilang aja, pake nyindir nyindir segala!"
Galang yang melihat perdebatan kecil kedua orang tuanya hanya memandang mereka berdua dalam diam. Matanya hanya bisa terus berpindah antara kanan dan kiri dalam beberapa waktu.
Tanpa Galang sadari, ia kini sudah menerbitkan senyumnya. Jika diingat kembali bukankah dulu keluarga mereka begitu dingin? Tapi sekarang semuanya perlahan mulai berubah.
Dirinya tidak bisa mengelak bahwa ia bahagia. Tentu saja, walaupun orangtuanya tidak sedekat orangtua teman-temannya setidaknya sudah ada kemajuan.
Dan ia harap semua ini berlangsung lama, semoga saja.
Kembali lagi dengan Savera, wanita itu, menatap lurus ke arah bangunan megah yang berdiri kokoh dihadapannya. Sejak beberapa detik yang lalu setelah Arsenio memberhentikan mobilnya tepat dihalaman rumah mewah ini membuatnya terpaku.
"Ini rumah siapa?"
"Rumah utama keluarga Pradana, Ma. Semua anggota keluarga bakal kumpul di sini setiap ada pertemuan keluarga." Ujar Galang menanggapi pertanyaan Savera.
Sesaat setelah mereka bertiga memasuki rumah mewah itu mereka disambut oleh jejeran para pelayan yang berbaris rapi menyambut mereka dengan kepala menunduk.
"Selamat datang Tuan, Nyonya, dan Tuan muda." Ujar mereka serentak.
"Bangun semuanya."
Savera melirik Arsenio yang baru saja berujar, "Dimana anggota keluarga yang lain? Kenapa saya tidak melihatnya?"
Arsenio memandang Savera sekilas, sambil berjalan laki-laki itu menjawab pertanyaan dari Savera.
"Kakek sedang pergi bertemu teman-temannya. Ayah sedang pergi ke luar kota. Ibu dan yang lainnya... Entahlah aku tidak tau," Arsenio melirik putranya yang masih senantiasa mengekori dirinya dan istrinya, "Pergi ke kamarmu, tidak mungkin kamu melupakannya kan?"
Setelah melihat putranya pergi ke kamarnya sendiri, kini Savera tengah berada di satu kamar luas yang ia tebak sebagai kamar Arsenio sewaktu laki-laki itu masih tinggal di sini.
Yah hanya kalimat 'kamar yang cocok untuk laki-laki dingin seperti Arsen' yang bisa hinggap dibenaknya. Karena ia juga bingung harus mendeskripsikan seperti apa karena memang se'biasa' itu. Jika orang awam melihat, sama sekali tidak mencerminkan kehidupan anak konglomerat.
"Saya tidak suka kamu berdekatan dengan bajingan itu apalagi anaknya."
"Siapa yang anda maksud?"
"Siapa lagi kalau bukan bajingan Wijaya dan putranya yang tadi menempel padamu. Saya tidak suka milik saya bersentuhan dengan orang kotor seperti mereka."
Dahi Savera berkerut semakin dalam, "Siapa anda bisa seenaknya memerintah saya? Lagi pula mereka tidak mengganggu saya jadi tidak apa-apa lah!"
"Saya suami kamu, jadi kamu harus menuruti perintah saya."
Detik itu juga Savera tertawa dengan keras, bahkan ia kini memegangi perutnya yang terasa keram. Sepertinya ia harus membuat Arsenio sadar akan kedudukannya.
"Sepertinya anda lupa bahwa anda hanyalah suami di atas kertas? Anda pikir anda berhak mengatur saya?"
"Savera... Jangan membuat saya marah!" Gumam Arsenio dengan suara beratnya, "Saya tidak mau kamu mempermalukan martabat keluarga saya dengan berdekatan dengan saingan saya. Jangan sampai media menyebarkan kabar yang akan menghancurkan perusahaan saya."
Savera kembali terkekeh sebentar sebelum menatap Arsenio dengan tajam, "Bukankah perkataan itu lebih tepat disematkan pada anda Tuan Arsenio?"
Savera semakin mendekatkan dirinya pada Arsenio, hanya jarak beberapa langkah yang memisahkan keduanya.
"Sepertinya saya harus mengingatkan sesuatu pada anda. Kalau anda ingin berkencan dengan perempuan lain setidaknya pilih tempat yang tertutup, anda selalu mengatakan secara berulang kali bahwa saya harus menjaga citra di depan umum. Tapi, ternyata anda jauh lebih tidak tau malu dari yang saya duga."
"Berhentilah ikut campur dengan urusan saya, lebih baik anda urus saja wanita anda dan berharap agar berita itu tidak diketahui oleh Kakek." Ujar Savera sebelum memasuki kamar mandi.
Kali ini ia membutuhkan air untuk berendam, jangan kira dengan sikap ramahnya selama ini membuktikan bahwa laki-laki itu bisa berbuat seenaknya pada dirinya. Memang laki-laki itu mengira dia siapa?
Arsenio bukanlah siapa-siapa tanpa Johannes, benar bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...