42

5.9K 458 6
                                    

Savera menoleh menatap Liliana yang duduk disampingnya dengan pandangan bertanya. Ia semakin mengernyitkan dahi saat mendapatkan gelengan kepala dan gumaman 'bukan aku.' dari bibir Liliana.

"Senang sekali bisa bertemu dengan kalian semua. Saya Quenzi mulai sekarang saya akan bergabung dalam pertemuan saat jadwal saya tidak sibuk."

Kursi berderit, wanita yang duduk beberapa kursi dari Liliana datang menghampiri Quenzi dengan senyum lebarnya.

"Aku senang kamu datang."

"Terimakasih telah mengundang saya, Nyonya Clare."

"Haduh bukan apa-apa," Nyonya Clare mengibaskan tangannya, "Aku malah senang kamu ikut dan meramaikan suasana."

Quenzi tersenyum, dan melangkah mendekati meja sembari berbincang dengan Nyonya Clare.

Savera yang berusaha menghindari pandangan kini terus membelakangi Quenzi dan berbicara dengan Liliana. Bukannya ia takut, butuh keberanian lebih untuk berbicara dengan orang yang berpotensi menjadi pelakor.

Ayolah, ia ingin hidup panjang kali ini.

Tidak bisakah ia dibiarkan tenang tanpa masalah apapun?

"Halo Nona Savera, tampaknya ini kali pertama kita bertemu bukan?"

Damn!

Rasanya harapannya beberapa detik lalu hanyalah harapan semata, karena pada kenyataannya realita sedang mempermainkannya. Ingin bersikap tidak tau pun sudah jelas ia yang dipanggil.

Dengan berat hati Savera menoleh, secara perlahan kakinya menopang berat tubuhnya yang sepenuhnya sudah bertumpu di kakinya.

"Halo, senang bisa bertemu dengan teman suami saya." ujar Savera.

Melihat senyum yang diumbar Savera tak membuat Quenzi melunturkan senyuman dibibirnya. Senyumnya malah semakin lebar seolah tidak terganggu dengan ucapan Savera.

"Iya saya teman baik suami anda, atau mungkin... Lebih dari teman?"

Suasana di ruang pertemuan itu seketika sunyi. Bahkan nafas dari para wanita sosialita itu tertahan saking shocknya.

Liliana menggenggam lengan Savera dengan erat, "Sebaiknya jangan diperpanjang Savera." gumamnya perlahan.

Entah bagaimana Liliana harus menanggapi kejadian didepan matanya saat ini. Mau membiarkan Savera bertindak pun tak bisa, walaupun Savera seharusnya memiliki kedudukan tinggi karena keluarga suaminya tetapi semua itu tak ada artinya jika Arsenio lebih memilih wanita lain.

Isu perselingkuhan di kalangan orang kaya seperti mereka bisa menjadi boomerang bagi kedua belah pihak.

Dari pada Savera harus menanggung akibatnya nanti, lebih baik mereka berhati-hati dahulu sampai mengetahui bagaimana sikap Arsenio jika harus memilih.

Savera tersenyum menanggapi Liliana. "Nampaknya anda bangga ya kalau lebih dari teman dengan suami orang lain? Astaga ternyata anda berbeda dari yang saya pikirkan ya."

Savera menutup mulutnya seolah-olah tengah kaget, walaupun ia sendiri tau bahwa ia sangat senang saat ini. Apalagi dengan tanggapan orang-orang yang langsung berbisik menanggapi ucapannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud begitu Nona." Quenzi menundukkan kepalanya, saat kepalanya terangkat lagi seketika wajahnya memerah dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata.

"Astaga Nyonya Savera, Nona Quenzi tidak mungkin seperti yang diberitakan. Saya tidak menyangka anda akan begitu impulsif." ujar Nyonya Clare yang tatapannya begitu menghunus Savera.

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang