51

6K 444 1
                                    

Happy Reading everyone~

°
°
°

“Astaga lo jahat banget sih.”

Damian masih terus menggerutu setelah tiba di kelas. Tentu saja ia tidak Terima seorang gadis diperlakukan seperti itu. Apakah hanya ia dan Arya yang waras di sini?

Ketiga temannya yang lain sudah menjelma sebagai kulkas berjalan, cool abis!

“Letakkan semua tas di atas meja!”

Suara yang tiba-tiba terdengar tak lama setelah bel masuk mengganggu acara mengomelnya dengan Raven. Damian masih menatap dalam diam kedatangan anggota OSIS yang ternyata akan melakukan razia dadakan.

Oh, ayolah mereka baru saja sekolah belum sampai seminggu tapi sudah harus mendapatkan razia dadakan? Entah sekolah ini yang ketat atau memang tidak punya kerjaan.

Awalnya semua berjalan dengan lancar, Damian terlewati dengan aman, Raven serta Galang mendapatkan hal yang sama. Namun entah kenapa perasaan Damian tidak enak saat anggota OSIS itu ingin memeriksa tas Dien.

Seolah ada yang mereka lupakan tapi mereka tidak ingat.

Setelah merogoh isi tas, tangan anggota OSIS itu perlahan keluar. Nafas orang-orang yang menyaksikan lantas tercekat. Damian, Galang dan Raven menoleh ke arah Dien dengan kaku.

Remaja laki-laki itu pun sama terkejutnya, kali ini Dien lupa meletakkan pisau di rumahnya. Bagaimana jika salah satu rahasia mereka terbongkar?

“Bawa mereka ke ruang OSIS!”

Mereka berempat digiring oleh anggota OSIS yang tidak sibuk, Damian terus mengumpat dalam hati. Jujur saja saat ini mereka seperti orang yang baru saja terjerat kasus berat.

Arya yang telah selesai mengurus gadis yang disakiti oleh Raven berniat kembali ke kelas. Tetapi ia heran saat dijalan melihat bahwa keempat temannya digiring oleh anggota OSIS entah kemana.

“Hei mau kemana?”

Arya yakin bahwa kalimatnya bukanlah kalimat retoris yang cukup hanya dengan jawabannya sendiri. Lantas mengapa mereka tidak ada yang mau menanggapinya?

Akhirnya Arya memutuskan mengikuti mereka. Sepanjang jalan banyak pasang mata yang mengintip melalui jendela kelas, pihak OSIS lainnya yang juga tengah memeriksa kelas memperhatikan kelima anak manusia yang selama ini menjadi bahan perbincangan.

Arya merasa lega, setelah sampai di suatu ruangan. Setidaknya mereka bisa lepas dari banyak mata yang menatap mereka ingin tau.

Tok! Tok! Tok!

Pintu diketuk, mereka kemudian masuk setelah suara menyetujui terdengar dari dalam. Mata Arya membulat sempurna, bahkan mulutnya kini menganga tak percaya.

Cantik.

Gadis cantik berambut sebahu itu memperhatikan mereka semua dengan pandangan bertanya-tanya.

“Kenapa kalian membawa mereka kesini?”

“Ini, Din. Dalang yang kita cari selama ini.”

“Oh si pencuri itu?!”

Andina menatap mereka tak suka. Bagaimana ya Andina harus menjabarkan keadaan ini? Jadi sekolahnya memiliki banyak pepohonan yang uniknya adalah pepohonan ini menghasilkan buah, alias pohon yang ditanam adalah pohon buah-buahan.

Buah yang direncakan akan dimakan setiap musimnya bersama seluruh siswa langsung hilang dalam semalam. Membuat mereka, para anggota OSIS dan ekstrakurikuler menjadi bulan-bulanan pihak guru.

Karena hanya mereka yang pulang sekolah terlambat.

Dan kini penjahatnya ada dihadapannya. Lalu harus ia apakan kelima curut ini?

“Hormat di bendera terlalu lumrah, gimana kalo bersihin toilet dan ruang OSIS?”

“Tunggu! Masalahnya apa?!” Arya yang awalnya memilih bungkam akhirnya angkat bicara terlebih dahulu dari keempat temannya yang lain.

“Teman-teman gue ngga salah ngapain dibawa kaya kriminal!”

Andina menarik sudut bibirnya ke atas, tangan kirinya terangkat dalam keadaan terbuka. Salah satu anggota OSIS yang sebelumnya menggeledah kelas IPA 4 itu menyerahkan benda tajam yang tadi ditemukan di dalam tas Dien.

Andina menerimanya, pisau itu ia dekatkan ke indera penciumannya. Pisau itu bergerak perlah ke samping mengikuti gerak tangannya.

“Hahh... Bau mangga yang melekat.”

Arya gugup, ia melirik Dien yang menunduk. Astaga Arya ketar-ketir kalau begini. Dengan cepat Arya menggelengkan kepalanya, sekolahnya pasti hanya menggertak. Masa iya mereka mau dihukum hanya karena mencuri sedikit mangga?

Mereka sekolah di sini, buah itu toh akan dimakan juga mengapa mereka tidak boleh makan terlebih dahulu, keterlaluan.

Galang melangkah mempersempit jarak antara dirinya dan Andina, “Jangan berlebihan deh, mau gue ganti rugi? Gampang. Satu sekolah gue beli juga bisa.”

“Wohoo!” sorakan itu menggema di seluruh ruangan.

Berbeda dengan teman-teman Galang yang bersorak gembira, para anggota OSIS terkhususnya Andina merasa diremehkan.

Memang sekolah ini isinya anak orang kaya semua, tapi mana mungkin lelaki bau kencur ini bisa membelinya, begitu sombong!

“Dih, sok banget lo! Sana buruan bersihin seluruh toilet.”

“Gue ga mau, buang-buang waktu,” Galang tak mengindahkan geraman Andina, ia lebih memilih untuk bersandar di dinding sembari melipat tangan di dada.

Tatapan matanya tak lepas sedikitpun dari Andina. Andina tak suka dengan sikap Galang yang seolah menyepelekan perihal ini. Masalahnya nama baik OSIS yang menjadi taruhan, Laki-laki itu mah enak saja namanya tidak tercemar.

“Lo! Buruan pergi!”

“Din, ada orang yang nyari tu murid kelas 10.”

“Siapa?!”

Seorang perempuan dengan pakaian khas wanita kantoran yang jelas sangat Galang kenali muncul di hadapan mereka. Galang mengernyitkan dahi bertanya-tanya ada apa gerangan sekretaris ibunya itu datang ke sekolahnya?

“Nona Fabella? Sedang apa disini?”

Galang menoleh kaget, “Lo kenal?”

“Iyalah, kenapa?”

Fabella tersenyum tipis sebagai balasan pertanyaan gadis itu kemudian ia mendekati Galang, “Tuan Muda, ada yang harus saya bicarakan.”

“Ada apa?”

“Nyonya Savera jatuh pingsan.”

Galang melebarkan matanya terkejut, jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat. Secepat kilat laki-laki itu pergi dan meninggalkan ruang OSIS. Tak jauh berbeda dengan keadaan gadis itu yang juga begitu shock tetapi dengan alasan yang tidak jauh berbeda.

“Apa kabar Nona Andina?”

“Dia tadi siapa Nona Fabella?”

Fabella memiringkan kepalanya sedikit bingung, “Mmm saya kira anda mengenalnya, beliau putra Nyonya Savera... Galang Arsenio Pradana.”

Andina menutup mulutnya, ia tak bisa berkata-kata lagi. Galang? Putra Savera? Kenapa bisa menjadi begitu tidak tau aturan?

Dan yang lebih penting kenapa sangat berbeda dengan yang ada di foto sewaktu dulu ia kerumah orang tua Savera?!!!

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang