"Ternyata anak Mama udah gede ya. Berantem karena cewek, terus ceweknya gimana?"
Savera yang tengah menyetir mobil itu membuka pembicaraan, berusaha mencairkan suasana di dalam mobil yang sedingin es. Padahal AC di mobilnya sudah ia atur ke yang paling kecil.
"Sudah saya bilang, berhenti ikut campur urusan saya. Lagipula kenapa anda hari ini datang? Bukankah acara anda jauh lebih penting daripada mengurus anak tidak berguna macam saya?"
"Kamu ngomong apa sih? Kamu pasti masih marah ya sama Mama selama ini yang ngga peduli sama kamu. Mama Minta maaf ya sayang, Mama selama ini memang bodoh," Itu kan gue di dunia ini, bukan gue yang asli, lanjutnya di dalam hati.
Savera merasa jantungnya berdebar lebih kencang daripada berhadapan dengan maut waktu itu. Respon dari putranya ini membuat jantungnya berirama tak menentu. Ia takut, bagaimana jika putranya tidak menerimanya?
Perilaku dirinya di dunia ini kepada Galang memang benar-benar buruk, bagaimana hidup putranya selama 15 tahun? Ah hati Savera berdenyut nyeri jika membayangkannya.
"Kita sudah sampai."
Galang yang sedari tadi memikirkan hal lain itu menoleh ke luar jendela mobil, dahinya berkerut saat mereka ada diparkiran apartemen yang selama beberapa hari ini ia tinggali. Pertanyaan di kepalanya adalah, bagaimana ibunya tau jika ia sekarang tinggal di sini?
"Tentu saja Mama tau, ibu macam apa aku jika tidak tau di mana anaknya tinggal." Ujar Savera sambil terkekeh geli saat melihat raut wajah putra semata wayangnya yang menampilkan dengan jelas isi kepalanya.
"Oh iya, kamu di skors selama 3 hari, kamu masuk lagi hari senin. Mama harap kamu ngga berkelahi lagi ya sayang, besok Mama ke sini lagi buat jengukin kamu."
Galang berjalan keluar dari mobil tanpa kata. Ia memasuki gedung apartemen dan memencet lift untuk sampai di lantai dimana apartemennya berada.
"Kayanya ibu udah ngga waras." Gumamnya tanpa sadar sambil melewati pintu apartemennya.
ʕ •ᴥ•ʔ
Badai kini menerjang kehidupan Arsenio. Hidupnya bagai kapal yang terombang-ambing ditengah lautan tanpa bisa dikendalikan. Hal ini karena kakeknya, lihatlah saja bagaimana kakeknya terus menerus mengoceh sejak beberapa jam yang lalu.
Kakeknya yang baru pulang dari luar negri itu langsung saja menghampiri dirinya dan mengomelinya karena cucu dari sahabatnya itu tidak ada di rumah utama. Bahkan tidak ada dirumahnya. Lalu apakah Arsenio peduli? Tentu saja tidak.
"Sudahlah, Kek. Savera bukan anak kecil lagi, wanita itu mungkin sedang bersama teman-temannya. Kakek tidak lupa kan betapa hedonnya wanita itu,"
Arsenio membalik kertas ditangannya, ia tak bisa membuang waktu hanya untuk meladeni drama dari kakeknya yang begitu mengkhawatirkan wanita itu. Kadang ia bingung, sebenarnya siapa cucu kakeknya itu, dirinya atau Savera?
"Kamu sepertinya lupa, Savera baru saja kecelakaan. Dan kakek mendengar kabar kalau dia udah keluar dari rumah sakit 4 hari yang lalu. Dan kamu bahkan tidak menjemputnya, menurutmu kemana dia? Savera perempuan, sangat rawan bagi perempuan untuk hidup di kota, apalagi ibu kota yang kejam seperti yang kita tinggali."
Johannes meremas tongkat yang ia pegang, "Cobalah sedikit memikirkan tentang istri dan anakmu Arsen. Kakek tidak mau tau, kamu harus segera mencari mereka berdua dan membawa mereka ke rumah utama."
"Kalau kamu sampai gagal, mungkin kakek tidak akan mengakuimu sebagai cucu lagi."
ʕ •ᴥ•ʔ
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Holy
General FictionSavera Clearista, seorang wanita karir sekaligus pengusaha sukses. Menjadi salah satu wanita yang duduk di puncak kekuasaan dunia bisnis. Ia memiliki semuanya; harta, tahta. Apalagi yang ia butuhkan? Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia ha...