28

6.7K 504 1
                                    

"Nanti kita balapan sampai komplek depan, yang menang Mama traktir bubur ayam gimana?! Yang kalah harus di hukum!"

Arsenio memandang gerombolan bocah dan istrinya yang tengah berancang-ancang untuk berlari. Tak lama hitungan mundur sudah dihitung oleh Savera, mereka semua berlari dengan cepat meninggalkan kediaman Darwin.

"Aku takut dengan perubahanmu sekarang, Savera. Kata orang, di saat seseorang tiba-tiba berubah... Maka ia akan segera mati, kamu tidak akan... Pergi bukan?"

Detik berikutnya pipi Arsenio ditampar oleh tangannya sendiri. Ia bahkan terkejut dengan ucapannya yang dengan tidak tau dirinya mengeluarkan kata-kata yang bahkan... Tidak pernah ia pikirkan dalam benaknya.

Memang kenapa jika Savera berubah? Kenapa jika Savera mati? Bukankah semua itu bukanlah urusannya.

Dia, Savera Clearista, yang sudah berganti nama setelah menjadi istrinya, hanyalah seorang istri di atas kertas. Jika bukan karena paksaan kedua kakek mereka, dan keadaan Savera yang sudah hamil anaknya, mungkin ia tidak akan pernah menikahi wanita itu.

Mereka berdua tidaklah saling mencintai. Katakanlah bahwa Arsenio naif. Tapi, ia hanya ingin menikmati masa tua nya bersama orang yang ia cintai. Namun, nampaknya semua itu hanyalah khayalan nya semata, karena tidak semudah itu menemukan cinta.

Arsenio melepas kacamata yang bertengger di hidungnya, ia memijat pangkal hidung sampai pertengahan alisnya yang terasa tidak enak.

Ia beranjak dari balkon dan memasuki kamar mandi, dari pada sibuk dengan pikiran absurd nya, bukankah lebih baik jika dia bersiap-siap berangkat bekerja?

Yah itu adalah pikiran awalnya sebelum kembali teringat kejadian malam tadi, sepertinya ia akan tetap di sini menemani istri dan anaknya.

ʕ •ᴥ•ʔ

"Huh... Hah... Huh, kalian hah... Curang hah..."

Nafas Citra tersengal-sengal, perut bagian kanannya terasa keram bahkan dadanya naik turun dengan cepat. Pasokan oksigen disekitarnya terasa begitu menipis saat ia masih sangat kesulitan bernapas.

"Kan aku udah bilang sama Kakak, Kakak itu ngga biasa olahraga kenapa malah mau ikut lari segala?"

"Hah... Aku kira.. Hah... Ngga jauh."

"Udah jangan ngomong dulu, tarik nafas buang. Ayok sekali lagi tarik nafas buang." Ujar Savera sambil membimbing Citra untuk mengatur pernafasan.

Perlahan tapi pasti pernafasan Citra berangsur-angsur membaik, tidak terlalu kesulitan seperti tadi.

"Menyusahkan." Ujar Galang dalam hati.

Kalau Galang tau mereka akan mengganggu waktunya dan ibunya, ia sungguh-sungguh tidak akan mengajak dua bocil itu. Lebih baik mereka di rumah dan main bersama pengasuhnya!

Ingatkan Galang untuk tidak mengajak segala macam bocah ikut bersamanya dan ibunya.

"Citra dan Nata masih kuat?" Savera bertanya pada kedua anak di depannya yang disambut anggukan walau Citra membalasnya dengan lemah.

"Yaudah tante beli minum dulu ya. Kalau kalian masih kuat, ikut Kak Galang pemanasan, nanti Kak Galang yang ngajarin oke? Tante ngga akan lama kok, sayang tolong ya..."

"Iya, Ma. Hati-hati."

Sesungguhnya mereka berempat belum sampai di depan komplek yang ada tamannya, karena hanya di sana taman besar yang menjadi pusat perkumpulan bagi orang-orang berolahraga di pagi hari ini.

One More Holy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang