Menatap pada piagam dan foto-foto yang terpajang di dinding rumah mereka, Bangchan tersenyum.
Penerbangan perdananya, kelulusannya, bahkan setiap kali ia melakukan penerbangan, semua foto akan berakhir dengan adanya Mina disana, istri yang amat ia cintai.
Menikah baru satu tahun lalu, Mina menemani mimpi sang suami untuk menjadi seorang pilot. Mereka berpacaran jauh lebih lama dari usia pernikahan saat ini.
Tersenyum, Bangchan mengusap kedua lengan yang melingkari tubuhnya, amat sangat tahu bahwa sang istri tengah memeluknya— dari belakang.
Segera ia berbalik, memeluk Mina dengan erat.
"Sarapannya udah siap." Bisik Mina, sambil mengusap kepala suaminya.
"Aku mau disuapin." jawab Bangchan, membuat Mina terkekeh.
"Kamu gak malu, sama si baby?" Bangchan menggelengkan kepalanya,
"Dia masih didalem perut, ga akan bisa liat." Ujarnya, Mina tertawa kecil, menuruti permintaan sang suami.
Menyuapinya, sepiring nasi goreng dan telur ceplok, dengan taburan bawang goreng serta kerupuk. Kesukaan sang suami.
Hari ini, Bangchan akan ada penerbangan menuju ke luar pulau. Sebagai seorang istri kapten, mau tidak mau Mina selalu mengantar kepergian suaminya dengan senyuman.
Meski dalam hati gundah, resah, dan takut. Ia hanya tidak mau kelemahannya menjadi beban bagi sang suami.
Saat keduanya tiba di bandara, Bangchan akan berpamitan pada Mina terlebih dahulu. Memaksimalkan lima menit sebelum bersiap untuk melihat senyum seindah pelangi.
"Begitu sampai, kabari aku ya sayang?" Bangchan menganggukkan kepalanya.
"Aku gak akan pernah lupa. Oh ya, mana senyum seindah pelanginya?" Mina tertawa kecil, lalu tersenyum dan mengecup pipi sang suami. Ia tersenyum.
"Aku juga mau lihat, coba kamu senyum. Kita foto berdua ya?" Pinta Mina, Bangchan menurutinya, keduanya berfoto bersama.
Hati keduanya berbunga, saling terkoneksi dalam hangatnya dekap. Ada rasa bahagia, hingga sang bayi menendang keras perut ibunya.
Mina dan Bangchan saling bertatapan dan terkejut, Bangchan tak lupa mengusap dan mengecup perut istrinya itu.
"Tunggu Ayah kembali, baik-baik dengan Bunda, ya?" Mina tersenyum, ikut mengusap perutnya sendiri, tendangan dari sang bayi semakin keras.
**
Lambaian tangan sang suami dibalas oleh Mina yang kemudian menggenggam tangannya sendiri. Mengusap cincin di jari manisnya.
Saat perjalanan menuju ke rumah, ditengah macetnya jalan raya, Mina menatap pada langit.
Pesawat melintas disana, ia segera menautkan kedua tangannya, memejamkan mata dan berdo'a.
"Tuhan, lindungi mereka. Selamatkan lah mereka sampai di tujuan. Karena ada peluk hangat orang terkasih yang menanti kedatangan mereka. Amin."
Supir taksi menatap dari kaca dan tersenyum.
"Mbak, kemacetan Jakarta gak akan selesai kalau cuma dibantu do'a." Mina tersenyum balik,
"Saya berdo'a untuk pesawat yang melintas barusan, Pak. Untuk keselamatan mereka."
Supir taksi terdiam, bukan karena apa-apa. Tapi, karena ia sama sekali tidak mendengar atau melihat pesawat yang Mina maksud.
**
Sesampainya dirumah, Mina segera mengecek ponselnya, tampaklah layar kunci dengan foto ia dan sang suami.
Beberapa pesan melalui WhatsApp masuk, beberapa panggilan tak terjawab.
Satu kabar yang membuat dunianya runtuh seketika, hatinya hancur, bahkan kakinya tak berdaya untuk menopang tubuhnya sendiri.
Mina berlutut, pada teras rumah mereka. Saat kabar kembali terbaca,
"Mina, pesawat yang dikemudikan Bangchan jatuh di tengah laut."
Mina tau, amat sangat tau bahwa ini salah satu kemungkinan terburuk dimana ia akan kehilangan suaminya.
Air mata dengan kepedihan bercampur menjadi tangis tak bersuara.
Ditengah itu, gerakan bayinya mengusik pelan, dan pelangi tiba-tiba hadir menyapa tepat ditengah langit dan hati yang mendung.
Mina mengusap perutnya, menangis sejadi-jadinya, memikirkan bagaimana hidupnya tanpa sang suami kedepan nanti.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
[Oneshoot Collection] From : 1990 - Myoui Mina
FanfictionAngst, Mature, Fluff, Drabble, etc. myoui mina x boys.