Melangkah gontai, Han menghembuskan nafasnya kasar, lagi dan lagi. Bersamaan dengan menahan sakit pada luka di wajahnya. Menyadari, hari semakin malam.
Tas sekolahnya entah dimana, yang ia ingat terakhir kali— sang ayah membakarnya, tepat dan nyata di depan matanya.
Padahal, tas itu adalah hadiah dari Mina. Seorang gadis yang tengah berkuliah di jurusan kedokteran, yang tahun lalu resmi berkencan dengannya.
Han menghentikan langkahnya, tepat di kejauhan.Karena setiap mendapatkan luka, ia akan mengunjungi tempat pengobatannya. Mina, adalah obat yang paling memberikan reaksi baik untuknya.
Ia dapat melihat Mina yang tengah mengeratkan mantelnya, berjalan mondar-mandir di atas rooftop tempat keduanya tinggal bersama.
Han akan selalu rindu, saat Mina menyambutnya dengan histeris ketika luka menghiasi wajahnya.
Saat melangkah menuju bangku besar, Han memejamkan mata sambil menarik nafasnya dalam-dalam.
"Siapa yang buat kamu kayak gini? Siapa?!" ucap Mina sedikit histeris sambil menangkup wajah Han, tatapan matanya teramat khawatir, dan Han tidak suka keadaan ini— dimana ia selalu membuat Mina cemas.
"Kak, udah gak apa-apa kok. Ayo, obatin aku?" sahut Han bermaksud menenangkan, namun Mina malah sibuk mengusap air matanya. Sedih, jelas. Cemas, tentu saja.
Han masih mengingat, bagaimana langkah Mina yang akan segera mengambil kotak obat, serta wadah berisi air beserta handuk kecil.
"Udah, gak usah nangis ya? Aku beneran gak apa-apa, serius." Han memulai percakapan ketika Mina sibuk mengobati wajahnya, gadis itu diam, namun Han bisa mendengar senggukan kecil dari Mina.
"Ya tapi memangnya harus kayak gini? Kalau nilai kamu turun, selalu aja pulang dalam keadaan babak belur." kata Mina, sambil mengusap pipi Han dengan lembut.
Dan bocah lelaki itu masih sempat memamerkan senyum terbaiknya.
"Tas kamu, kemana?" tanya Mina, menyadari sesuatu.
"Di bakar Papa, katanya gak guna sekolah tapi nilai tetap rata-rata 90." jawab Han, tangannya kini menggenggam tangan Mina.
Mina jelas akan selalu mengerti, terbukti dari getaran pada genggaman keduanya, ia memutuskan untuk mengusap tangan lelakinya, berusaha menenangkan.
"Kamu.. masih kuat?" Han mengangguk, matanya menatap langit malam dan gemerlapnya bintang di atas sana. Tetapi, getaran di tangan nya semakin kuat. Kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Han memejamkan matanya,
Mina akan selalu melepaskan genggaman mereka, telapak tangannya dengan lembut mengusap punggung dan bahu Han bergantian.
"Nangis aja, gak apa-apa." suara lembut itu bagai rekaman favoritnya, yang akan selalu membuat Han menunduk, bulir air mata turun kebawah, meninggalkan jejak pada seragam dan celana sekolahnya.
Jika dahulu ia di didik dengan prinsip, lelaki tak boleh menangis, dengan sang Ayah. Maka dengan Mina, berbeda.
Ia bisa menangis, tertawa, dan melakukan apapun sepuasnya. Karena kata Mina, menangis adalah hak semua orang, bukan menunjukkan sisi lemah, namun menangis adalah pengutaraan perasaan demi ketenangan.
Han menggeser tubuhnya, di sana Mina akan selalu menyambut dengan tangan terbuka. Menarik Han kedalam pelukan hangat, yang selalu.. dan akan selalu menenangkan, sampai kapanpun. Meski hanya sebuah bayangan.
Mina, meskipun dalam wujud bayangan, akan selalu terasa nyata baginya. Bahkan, hanya dengan menyebutkan nama gadisnya, Han dapat merasakan kehadiran Mina di sisinya.
"Kak Mina.." ucap Han di sela-sela tangisnya, membuka mata menyadari bahwa ia hanya seorang diri. Tangisnya semakin keras.
Sendiri, dan bayangan akan selalu indah baginya selama Mina ada di dalam sana.
Yang nyata, telah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Oneshoot Collection] From : 1990 - Myoui Mina
FanfictionAngst, Mature, Fluff, Drabble, etc. myoui mina x boys.