2021| with Jeno

646 88 13
                                    

Mina berlari-lari di koridor untuk masuk ke dalam lift, nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Di dalam lift, ia berusaha menetralkan pikiran dan perasaannya, namun air mata tiba-tiba menetes dari kedua sudut matanya.

Teringat kejadian masa lalu, Mina berbisik lirih dalam hatinya.


"Jeno..."  tutur batinnya, setelah pintu lift terbuka, Mina segera berlari menuju basement, menunggu, berharap semoga Jeno sampai pada janji untuk menjemputnya.


Tangis Mina pecah, ia berjongkok dan menangis dengan keras.
Suara asing di handphone Jeno dan suara sirine yang baru saja ia dengar dari sana membuatnya semakin tenggelam untuk menunduk diantara lipatan lengannya.

Kilas balik terdahulu pun muncul dan ikut campur, dibangkitkan kembali oleh kejadian yang baru saja Mina alami.

Fokusnya tidak mencerna suasana sekitar, Mina tidak peduli. Termasuk langkah dari seseorang yang berlari ke arahnya, bersama wangi parfum yang ia kenali.

"Hey, kenapa..?" Suara itu membuat Mina menegakkan kepalanya, menengadah ke atas untuk melihat dan menunduk ketika lelaki itu mensejajarkan tubuhnya dengan dirinya.

Tangis Mina semakin pecah.

Hendak menarik Mina kedalam pelukan, namun lelaki itu diserang oleh pukulan.

"Lo tuh! Kenapa sih! Sehari aja tolong jangan bikin gue khawatir bisa gak?!" teriak Mina, Jeno yang kebingungan hanya terdiam lalu menatap Mina.

"Lo kenapa sih Kak, gue baru dateng, lo marah-marah. Nangis pula!"

"Nangis mulu lo kayak Lesti Kejora." Sambung Jeno, yang membuat tas Mina mendarat disamping kepalanya.

"Gak jelaaaaaas! Nyebelin, beneran lo ngeselin!" Kesal Mina, Jeno masih tampak mencerna. Tetapi ia segera mengusap bahu Mina dan satu tangannya mengusap pipi Mina.

"Kenapa sih, Kak?" Tanya Jeno dengan lembut, dan jujur Mina luluh. Apalagi ketika merasakan tangan Jeno menarik tubuhnya kedalam pelukan.

Mina tidak menolak, ia mengeratkan pelukannya pada Jeno.

"Kenapa hpnya ditinggalin di toko bunga? Tadi pemiliknya telepon gue, mana dari suaranya itu ada bunyi sirine, gue takut lo kenapa-kenapa tadinya." ucap Mina dengan suara pelan, disisi telinga Jeno, tangan Jeno tak tinggal diam, ia mengusap lembut punggung Mina.

Mina mengeratkan pelukan,"Tapi katanya hp lo cuma ketinggalan, lo nya malah pergi buru-buru. Aku takut Jeno." Mina merengek di akhir, memberi sinyal dengan kata 'aku', Jeno hendak melepas peluknya untuk menatap dan menenangkan Mina namun Mina menahannya.

"Jangan dilepas, gak mau." Jeno tersenyum, usapan pelan dan lembut ia suguhkan di kepala dan rambut Mina.

"Maaf kak tadi akunya buru-buru, kepengen cepet ketemu kakak soalnya. Aku kangen." Ucapan Jeno membuat pipi Mina memerah secara tidak sadar.

"Tadi deket toko bunga tuh ada kebakaran gedung gitu. Maaf ya bikin kamu takut." Sambung Jeno, Mina mengangguk pelan.

"Atau mungkin, bikin trauma masa lalu kamu kembali lagi. Aku janji gak akan ceroboh lagi." Air mata terakhir Mina teteskan, ingatan tentang kecelakaan yang melibatkan kakak perempuannya beberapa tahun lalu memang akan selalu hadir ketika Mina merasa ada di situasi yang sama.

"Maaf ya, kak..." Mina mengangguk, ia lalu melepaskan pelukannya dengan Jeno secara perlahan. Jeno tersenyum ketika memandangi dan menatap wajah Mina, buket bunga yang telah ia siapkan dan berada diatas lantai kini Jeno ambil.

Menyerahkan kepada pemiliknya, "Buat istri." Ujarnya, Mina tertawa kecil.

Tangan Mina menerimanya, lima detik kemudian Jeno merasakan tarikan pada kerah kemeja flanelnya, sebuah kecupan singkat di pipi Jeno terima sebagai hadiah.

"Makasih ya, suami." ucap Mina, menahan geli. Karena biasanya jika di apartemen, mereka seperti Tom and Jerry.

"Meskipun katanya kemudaan jadi suami dan bapak." Jeno tertawa, masih mengumpulkan jiwanya sebetulnya karena diberi kecupan.

"Jadi aku tua gitu?" Tanya Mina, Jeno menggelengkan kepalanya.

"Enggak lah, temen-temen aku aja bilangnya kita kaya seumuran." Jawab Jeno, Mina tertawa sambil mendorong Jeno.

Jika dilihat secara fisik, memang Jeno terlihat lebih tinggi daripada Mina, tak jarang orang lain menyangka bahwa mereka satu usia.

Perbedaan usia tiga tahun membuat keduanya kadang sering berselisih paham. Pemikiran Mina yang telah dewasa dengan pemikiran Jeno yang terkadang masih kekanakan memang kerap kali menimbulkan perselisihan.

Namun, yang Mina dan Jeno sadari adalah ketika konseling pernikahan berkata bahwa perbedaan itulah yang seharusnya menjadi titik temu antara masalah-masalah yang keduanya hadapi.

Meski kadang perselisihan itu terjadi lagi, Mina dan Jeno bisa mengatasinya dengan bijaksana.

"Ya udah ayo pulang?" Tawar Jeno, Mina mengangguk, menerima uluran tangan Jeno untuk berdiri.

Keduanya berjalan berdampingan dengan tangan saling menggenggam.

Ketika telah duduk di mobil, sebelah tangan Jeno tidak lepas dari tangan Mina. Jeno menyetir dengan satu tangannya, sementara tangan lain menggenggam tangan Mina dengan erat.

Di sisi lain, Jaehyun membuang anting berlian yang setadinya hendak ia berikan pada Mina. Setelah melihat apa yang Mina dan Jeno lakukan tadi.

"Kak,"

"Apa?"

"Cium lagi."

Ketika keduanya berada di lampu merah, Mina melirik pada sekitar.

"Apa sih, jangan disini ah. Ntar di klaksonin gimana?" tanya Mina, Jeno tertawa.

"Jaemin sama pacarnya sering tapi gak di klaksonin, ayo coba."

"Lagian ini kaca filmnya gak akan keliatan dari luar kok."

Mina tertawa, Jeno dan rasa penasaran masa mudanya.

Mina segera menggeser posisi duduknya sedikit, tangan Jeno memeluk Mina sementara tangan Mina ada di tengkuk lelaki itu. Menariknya pelan, hingga bibir keduanya bertemu.

Jeno semakin memiringkan posisi duduknya, bahkan Mina kembali di posisi awal duduk, mencoba pasrah ketika tangan Jeno membuka blazer yang Mina kenakan dan melemparnya ke belakang.

Terlena, mata keduanya saling terbuka ketika mendengar klakson dari mobil-mobil yang ada dibelakangnya.


Jeno tertawa, Mina juga tertawa. Tips dari Jaemin tidak berguna.

[Oneshoot Collection] From : 1990 - Myoui MinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang