2020 | with Mark Tuan

1.1K 118 33
                                    

Alana's recital.
Today, 8 p.m at Dago Tea House.

Mark mematikan alarm ponselnya yang menampilkan agendanya hari ini, pukul 7 malam.

Memasuki siang hari, tepat setelah makan siang, senyumnya mengembang begitu membaca siapa yang meneleponnya saat ini.

Mama Alana 🐧

"Halo?"

"Mas, jangan lupa ya? Nanti Lana marah."

Mark tersenyum, usil. "Lana atau Mamanya?"

"Ya, kita berdua sih. Pokoknya jangan sampai telat. Mau makan di rumah, gak?"

Mark mengangguk, melirik pada sekretarisnya.

"Aku satu jam lagi sampai rumah. Mau istirahat, lalu nanti sama-sama ke resitalnya Alana."

Mendengar itu, di ujung sana Mark bisa mendengar teriakan bahagia dari sang putri. Tidak ada lagi hal yang berharga baginya selain senyuman dan kebahagiaan Alana.

"Okay!" tutup Mina, Mark segera menghampiri Sana, di meja resepsionisnya.

"Tolong atur jadwalku lagi, ya?" Sana mengangguk sambil tersenyum.

"Baik, Pak. Meeting jam dua siang undur besok ya berarti?"

Mark mengangguk, Sana tersenyum.

"Salam untuk Alana dan Mina." Balas tersenyum lagi, Mark segera bersiap untuk pulang.

Begitu menepikan mobilnya di garasi, kebahagiaannya semakin terkumpul ketika Alana berlari menuju ke arahnya. Memeluknya, memanggil 'Papa' atau sekadar mengakui kerinduannya pada sang ayah.

"Maaf ya, Papa tidak bisa temani kamu latihan kemarin-kemarin." Alana tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"No worries, Papa. Aku juga bukan anak kecil lagi." ucap putrinya, yang akan menginjak usia delapan tahun minggu depan tepat tanggal 15.

Delapan tahun, usia Alana, dan...seharusnya, selama itu ia bersama-sama dengan Mina.

"Masak apa nih?" tanya Mark ketika masuk kedalam rumah, menyambangi Mina di dapur yang sedang memotong chicken katsu untuk dihidangkan.

"Chicken katsu, mau coba sausnya? Aku berkreasi lagi loh." Mark tanpa ragu mendekat, satu tangannya hampir melingkar di pinggang Mina namun ia daratkan di atas counter dapur, mulutnya menerima saus yang Mina berikan melalui sendok.

"Terlalu strong. Tapi enak." ucap Mark, Mina tertawa pelan.

"Namanya juga saus black pepper. Terima kasih koreksinya, Mas. Sekarang Mas boleh duduk, buka sepatu dan kaus kakinya, cuci tangan dan kaki. Terus istirahat." tutur Mina. Mark mengangguk kecil.

"Siap! Lana, ayo temani Papa tidur~" teriak Mark, Mina hanya tertawa terlebih saat Alana turun dari tangga membawa bantal dan selimut kesayangannya.

Setelah Mina selesai memasak, ia bisa melihat keadaan kacau di ruang keluarganya. Mark dan Alana berpelukan tertidur di sofa, kaus kaki dan sepatunya berserakan bukan pada tempatnya.

Ada rasa ingin marah, namun Mina taun ini bukan saatnya.

Dengan telaten, Mina memasukkan kaus kaki pada bagian dalam sepatu, menaruhnya di rak dekat pintu. Tak lupa jas dan dasinya yang Mina gantung.

Terdiam dihadapan Mark dan Alana yang tengah bermimpi, Mina membetulkan selimut yang tersampir di tubuh keduanya.

Pukul empat sore, Mina segera membangunkan mereka untuk mandi, makan bersama, dan bersiap.

**

Selesai resital Alana sekitar pukul 10 malam, Mina dan Mark menuntun Alana yang ada di tengah-tengah mereka.

Anaknya, sedang teramat bahagia karena menampilkan yang terbaik. Tanpa kesalahan sedikitpun. Sama seperti kedua orang tuanya yang selalu handal dalam urusan pekerjaan.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah, Alana segera beristirahat. Mark terduduk di teras, masih lengkap dengan setelannya.

"Alana sudah tidur, Mas." Mark mengangguk, menepuk sebelah kursinya untuk Mina duduk.

Ada waktu yang cukup lama sebelum Mark dan Mina melakukan percakapan lagi. Keduanya sibuk memandang pada taman kecil halaman rumah.

Yang beberapa tahun silam, menjadi saksi atas pertengkaran yang terjadi.

Pertengkaran yang mendebatkan hal-hal sensitif didalam rumah tangga, hingga akhirnya berpisah. Berharap hubungan keduanya membaik. Dan benar saja, setelah berpisah- cukup baik, demi Alana.

"Jadi kapan resminya sama Kak Sana?"

Mark tertawa kecil.

"Bulan depan, mungkin?"

"Kok mungkin?"

"Ya sudah, gak pakai mungkin."

Mina tersenyum, berdeham menanggapi.

"Lancar ya, Mas." Mark mengangguk.

"Terima kasih, Mina."

Keduanya saling melempar senyum. Sebelum Mark berpamitan pulang.

Menekan ego setiap kali menyangkut putri satu-satunya, bukan hal yang mudah. Menyingkirkan kenangan masa lalu, demi terlihat baik-baik saja juga cukup sulit.

Ya memang, terkadang Tuhan menghadirkan seseorang di kehidupan kita untuk menjadi Teman Hidup, atau Pelajaran Hidup.

[Oneshoot Collection] From : 1990 - Myoui MinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang