Tak terasa dengan cepat hari berganti malam. Gavin dan Laras masih di tempat yang sama dan posisi yang sama. Di dalam mobil sambil berpelukan erat dengan keadaan terlelap. Kemeja yang digunakan untuk menyelimuti mereka sudah tersingkap dan sudah jatuh tergolek dibawah kaki mereka.
Gavin terbangun lebih lebih dahulu dan langsung mengeram ketika sadar bagaimana kondisinya dan juga Laras. Pria itu tak ayal tanpa sadar segera mengumpat dan menggerutu kesal.
"Wanita ini!" geram Gavin dengan nafas yang memberat. "Sial, bagaimana bisa Aku mempunyai istrinya sepertinya, bodohnya luar biasa. Ckck, tapi sepertinya Aku lebih bodoh lagi, bisa-bisanya jatuh hati pada wanita bodoh ini," gerutu Gavin tak tahan.
Beberapa saat kemudian, pergerakan dari Gavin yang sudah bangun membuat Laras terganggu. Meski tidak sampai membangunkannya, akan tetapi hal itu jauh lebih parah.
Laras istrinya yang tidur tanpa sadar bergerak gelisah mencari tempat yang nyaman sambil mendusel-dusel hidungnya pada dada bidang Gavin yang dijadikan olehnya bantal.
Seketika hal itu tiba-tiba membuat Gavin terdiam, membeku dan hampir tidak bergerak sama sekali.
"Mas ... mmm," erang Laras perlahan terbangun.
Begitu membuka matanya Gavin langsung mewanti-wanti reaksi Laras setelah sadar dengan kondisi dan posisi mereka, tapi anehnya istrinya itu hanya menggaruk kepala kemudian meraih pakaiannya sendiri dan ternyata sudah lumayan mengering.
Tatapan Gavin sama sekali tidak berpaling dari istrinya. Laras menaruh pakaiannya yang sudah lumayan mengering tersebut ke atas penghangat ruangan kemudian berganti dengan pakaian milik Gavin.
Setelahnya dengan santai dengan setengah mengantuk Laras mengenakan pakaiannya sendiri. Kemudian melihat Gavin yang enggan kembali memakai pakaian membuatnya dengan inisiatif sendiri membantu suaminya itu mengenakannya.
Dengan jemari gemeter Laras berusaha tenang dan mengatur nafasnya berusaha mengancingkan kancing kemeja pada tubuh Gavin.
Sebenarnya Laras tidak sadar akan apa yang sedang dilakukannya dan sialnya baru tersadar setengah setengah jalan. Tidak mungkin Laras berhenti dan berteriak kaget akan apa yang barusan dilakukannya. Oleh karenanya Laras pasrah melanjutkan apa yang terlanjur dimulainya tanpa sadar tersebut.
"Cuaca diluar sedang tidak baik dan sudah malam, tidak baik tidak berpakaian meskipun berada dalam mobil, sebab hal itu tetap saja masih bisa membuat sakit," jelas Laras.
Mendengar hal itu, Gavin yang tadinya kesal akibat kelakuan Laras saat tidur berubah menjadi senang. Tersentuh oleh perkataan dan perbuatan manis istrinya. Sehingga diapun membalas dengan cara mengusap kepala Laras dengan sayang.
Merasakan balasan manis dari Gavin dengan aneh Laras malah memindahkan telapak tangan suaminya untuk mengelus perut ratanya.
Hal itu sontak membuat Gavin terkejut heran dan bertanya-tanya. Tujuan Laras melakukannya terkesan ambigu dan tidak mudah dipahami Gavin sama sekali.
Menyadari hal tersebut membuat Laras mengerucutkan bibirnya sambil mendengus kesal.
"Aku lapar, Mas! Butuh makanan sekarang juga ...," beritahu Laras sambil merengek dan menatap Gavin dengan penuh tuntutan.
Pernyataan tersebut membuat Gavin menjadi bingung, sebab dalam mobil seingatnya tidak ada makanan sama sekali.
Sehingga hal itu membuat Gavin berpikir keras. Dia tak mau jika sampai istrinya sangat menderita kelaparan, apalagi itu karena dirinya sendiri.
Gavin menghela nafas sambil kemudian membuka jendela mobil dan menyadari bahwa hujan sudah reda. Akan tetapi hal itu bukalah kabar baik, karena meskipun sudah begitu, jalanan begitu gelap dan hanya sedikit terang oleh cahaya oleh lampu jalan yang redup.
Melihat hal itu Gavin mendesah kecewa, sementara Laras si wanita bodohnya itu, taunya hanya merengek dan menuntut suaminya. Begitulah sifat Laras, mentang-mentang setahun belakangan Gavin tidak galak sering mengalah dan sedikit dingin, dia malah melunjak dan banyak menuntut.
"Mas lapar!" rengek Laras menatap dengan ekspresi memelas berharap belas kasihan Gavin.
"Tapi kita tidak bisa pergi dari tempat ini Laras. Kamu liat, sejak kita terbangun jalanan sepi dan sekarang bahkan gelap," beritahu Gavin menjelaskan.
"Nggak mau tahu, pokoknya Aku ingin makan!"
"Sabar Laras, kita tunggu ada kendaraan lewat ya?" bujuk Gavin yang langsung mendapat gelengan kepala dari Laras.
"Aku mau makan, pokoknya Aku mau makan!"
Gavin menghela nafasnya kasar seraya langsung mendengus kesal. Sial, istrinya ini tidak bisa dibilangin sama sekali dan itu menyulut amarahnya.
"Aku juga tidak bisa makan Kamu selama setahun ini dan Aku sampai sekarang masih sangat bersabar Laras!" omel Gavin tak tahan dan meledak sudah uneg-enegnya.
Mendadak Laras yang mengerti kalimat itu nyalinya menciut. Sebenarnya Laras ingin menjawab serta menanyakan untuk apa Gavin menahannya, tapi dia pikir pria itu pasti tidak akan menjawabnya dan malah akan melakukan tindakannya. Oleh karena itu Laras menundanya, sadar di mana mereka berada bukanlah tempat yang tepat.
Disisi lain setelah puas meledak marah, Gavin menyesal terlebih setelah melihat istrinya yang ketakutan. Lantas dia pun berpikir keras mencari solusi untuk mereka, kemudian mengingat jika tak jauh dari tempat mereka terdapat daerah pemukiman warga.
Ya Gavin ingat itu. Setahun lalu saat matahari baru menampakkan sinarnya, dia dan Laras diseret ke sana kemudian diadili dan dinikahkan secara paksa.
Sudut bibir Gavin tertarik keatas dan menciptakan seulas senyuman. Melihat itu Laras mendengus sambil cemberut lagi, tapi tak berani berkomentar. Perasaannya belum pulih setelah dimarahi oleh Gavin barusan.
"Kamu masih lapar?" tanya Gavin membuat Laras waspada.
Dengan ragu wanita itu mengangguk dan menatap takut suaminya.
"Baiklah kalau begitu kenakan ini dahulu," jelas Gavin sambil menyerahkan kemejanya yang lain dan yang sebelumnya mereka gunakan selimut saat mereka tertidur pulas beberapa saat lalu.
Laras menggeleng kepalanya pelan. "Ngga mau ...," cicitnya menolak halus.
"Kita akan mencari makanan untuk mengisi lambung kecilmu itu, jadi kenakanlah supaya kamu tidak kedinginan, karena kita akan menyusuri jalanan ini ke depan. Aku ingat kurang lebih satu kilometer dari sini ada pemukiman warga," jelas Gavin memberitahu sambil mengingatkan Laras.
Namun bukannya mengerti istrinya itu malah berani menolak keras, padahal dia baru saja keliatan takut padanya.
"Ngga mau, dingin dan lagipula Aku sedang flu Mas. Hidungku terasa mampet, nanti bisa tambah mampet jika keluar!" tolak Laras membandel.
"Tapi kamu bilang lapar, Laras. Kalau kita terus dalam mobil bisa sampai besok atau besoknya kita tidak akan bisa pulang dan kamu akan semakin kelaparan," bujuk Gavin dengan sadar. "Menurutlah kali ini jika ingin pulang dan makan!" tegas Gavin sambil meraih kemejanya yang lain.
Memakaikannya pada Laras dengan melapisi pakaian yang sebelumnya Laras kenakan hingga menjadi double, agar istrinya bisa tetap merasa hangat meski sudah diluar mobil.
Begitu keluar mobil Laras langsung mengerang dan mengeluh kedinginan.
Mendengarnya Gavin mendengus, tapi tidak marah dan malah meraih Laras dan menggendongnya sepanjang perjalanan.
"Dasar Manja!"
"Manja, enak saja! Aku tidak manja, emang beneran dingin kok!"
"Hm!"
"Hatchiiiii! Tuh kan Aku bersin lagi!"
"Iya, iya bawel!!"
Begitulah seterusnya keduanya bertengkar adu mulut dalam perjalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped In Marriage [The End]
Teen FictionGavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah yang menikahinya. "Dasar gadis bodoh, tidak satu pekerjaan pun becus kamu lakukan!! Masakanmu keas...