Bagian 46☔

5.1K 249 9
                                    

Selang dua minggu berlalu, Gavin bertambah aneh dan terus saja memaksa Laras meminum obat yang katanya vitamin dan Laras hanya bisa menurut meskipun menaruh rasa curiga.

Sesekali Laras pernah menolak dan hal itu membuat Gavin berkilat marah serta menatapnya tajam.

"Engga mau, Mas. Aku tidak mau menelan obat itu lagi!" tegas Laras bersikeras menolak dan memberontak.

"Jangan memancing kemarahan ku Laras, telan! Aku bilang telan obatnya. Ini demi kebaikanmu supaya tidak mudah jatuh sakit dan agar saya tahan tubuhmu meningkat!" jelas Gavin sambil menuntut Laras agar mematuhinya.

"Ngga mau! Setiap kali Aku minum obat itu, Aku selalu merasa tubuhku pegal tiap bangun pagi. Aku capek Mas, badan Aku terasa lemas kalau minum obatnya tiap kali bangun pagi!"

"Ck, itu cuma efek obatnya. Lagipula sebentar lagi Kamu pasti terbiasa dan tidak akan mempermasalahkannya," jawab Gavin yang terdengar membingungkan bagi Laras.

"Tapi Mas--"

"Ok!" potong Gavin terlihat menahan marah membuat Laras merasa lemas seketika, sekaligus takut menghadapi kemarahan Gavin yang diperkirakan olehnya akan meledak secepatnya.

Laras menghela nafasnya panjang, sementara Gavin malah mendengus kasar dan mengacak rambutnya acak.

"Baiklah kalau itu maumu," tegas Gavin membuat Laras merasa tersudut. "Lakukan apapun yang Kamu mau dan Aku pun akan melakukan apapun yang Aku ingin lakukan! Kamu tidak mau minum obatnya dan Aku pun mulai sekarang tidak akan menemanimu tidur. Biar saja para kecoa yang menemanimu tidur di kamar ini!" kesal Gavin terdengar seperti sedang merajuk diakhir kalimatnya.

Hal itu membuat Laras memucat, sementara Gavin tanpa di lihat Laras, mengulas senyuman liciknya. Dia pikir Laras pasti takut tidur sendirian karena ada kecoa, tapi tak tahu saja Gavin jika Laras sesungguhnya takut rencananya berakhir sia-sia. Susah payah mencari kecoa mati untuk ditaburkan ke lantai kamar supaya bisa berdekatan dengan Gavin. Lalu hanya karena obat yang katanya vitamin menambah daya tahan tubuh, Gavin menjauhinya. Lantas apa gunanya semua siasat dan rencananya jika sudah begitu.

"Baiklah Laras akan memakan obatnya ...," pasrah Laras tidak punya pilihan.

Harusnya mudah saja mendekati pria yang katanya mencintainya, tapi ternyata jika pria itu anak kesayangan Diana Zeroun si anak manja atau anak mama, ternyata beda lagi ceritanya. Laras sungguh tidak menyangka percintaannya akan demikian mengesalkannya.

"Nah beginikan Mas jadi suka. Kamu penurut membuatmu terlihat sangat manis," ucap Gavin terdengar seperti pujian sambil mengusap kepala Laras dengan lembut.

Tak memakan waktu lama, pria itu berubah dari galak kemudian berubah menjadi manis dalam sekejap. Entah apa yang memasukinya, namun Gavin yang sekarang malah terlihat seperti bunglon.

🌂🌂🌂


Setelah semalam berdebat dengan suaminya, kini dia bermaksud untuk meminta pendapat ataupun saran dari sahabat baiknya.

Laras menunduk lesu menekuk wajahnya, setelah beberapa kali menghubungi Audi sahabatnya. Kini di sinilah ia di sebuah kafe yang mejanya paling sudut.

"Kenapa lagi sih Laras? Ada apa, hm ... kenapa wajahnya lesu lagi?" bingung Audi.

Pasalnya ini sudah ketika kali mereka bertemu dengan kondisi Laras yang terlihat uring-uringan. Wanita itu selalu terlihat malas menjalani hari-harinya sejak dua minggu belakangan. Ditambah kantung mata yang makin terlihat jelas diwajahnya, padahal Laras sendiri selalu bercerita kalau dirinya tidur semalaman dan tidak pernah begadang.

Hal itulah yang menjadi uneg-enegnya belakang ini.

"Mas Gavin, Di ...," lirih Laras menatap Audi sendu.

"Kenapa Rasa?"

"Aku harus bagaimana lagi agar hubungan Kami dekat dan rumah tangga Kami aman tentram dan bahagia? Aku sudah patuh tidak bawel memotong ucapannya dan juga selalu melakukan apapun maunya. Namun kedekatan Kami cuma ... ah tidak usah dijelaskan, kalau tak ada kecoa Kami bahkan tidur terpisah," lesu Laras.

Audi tidak terkejut sebab beberapa waktu lalu Laras sudah jujur padanya tentang masalah kecoa, sebab bagaimanapun juga walaupun dia membutuhkan Audi sebagai pendengar dan teman curhatnya.

"Mana tiap malam dia memberiku obat yang katanya vitamin! Huhh! Vitamin apanya, kalo tiap bangun badan Aku jadi pegal semuanya, huhh!" dengus Laras kesal mengingatnya.

"Kan udah Aku katakan kemarin, jangan minum!" timpal Audi.

"Lah, kalau nggak di minum dia paksa Di! Mas Gavin itu orangnya suka bossy, banyak maunya dan ngambekan!" seru Laras menjelaskan.

Audi mendengarkan meraih jus pesanannya kemudian meminumnya habis.

"Hm, sepertinya Kamu harus coba saran aku semalam Ras! Mana tahu itu berhasil, biasanya di novel-novel yang pernah Aku baca cara itu ampuh!" seru Audi mengingatkan saran yang pernah di berikan olehnya pada Laras dipertemuan mereka beberapa waktu lalu.

"Yah tapikan, Di, Aku malu!" Pipi Laras tiba-tiba memerah, bersemu bagaikan tomat busuk.

Dia ingat seminggu sebelumnya Audi pernah mengunjunginya ke rumahnya dan menyarankannya memberikan obat yang dikhususkan pada pasangan suami istri untuk memadu kasih. Bagi Laras itu saran yang aneh dan membuatnya malu tiap kali mengingatnya.

"Malu aja dibesarin, entar Pak Gavin di rebut orang baru tahu rasa Kamu. Ingat dia ganteng loh, kaya lagi?!" seru Audi memanas-manasi. "Belum lagi mantannya banyak yang ngantri. Sementara Kamu sudah engga gadis, oklah cantik Kamu lumayan, tapi emangnya Kamu mau jadi janda dan janda emangnya ada laki-laki diluar sana sama janda? Banyak sih, tapi kebanyakan bajingan yang mau enaknya doang, abis itu Kamu ditinggalkan lagi, menjanda kembali. Huh, kalo Aku sih ogah. Makan dari hal itu, sekali-kali tekan malumu itu demi keselamatan dunia akhirat dan juga pernikahanmu," lanjut Audi menjelaskan dengan bijaknya.

Laras tersentak memikirkan ucapan Audi yang kali ini ada benarnya juga.

Dia menghela nafasnya panjang sebelum kemudian menjawab dengan lirih. "Tapi dianya kek ogah gitu sama Aku, Di! Pak Gavin nggak pernah menunjukkan perasaannya walaupun dua kali bilang cinta!" frustasi Laras.

Audi berdecak kemudian menghela nafas. "Mau gimana lagi itu tugas Kamu sebagai istri. Lakukan saran yang Aku berikan, kalau dia seorang pria yang tidak benar-benar tertarik kepadamu, maka buat dia tidak bisa berpaling dengan dirinya yang terhubung denganmu. Anak mungkin. Dari novel-novel yang Aku baca, anak merupakan salah faktor utama untuk mempertahankan rumah tangga, walaupun tidak sepenuhnya benar, tapi sedikit banyaknya itu nyata."

Laras menggigit bibirnya pelan dan menatap Audi lemas. "Gimana mau ada hamil, Aku kan sudah bilang dia nggak tertarik kepadaku!" serunya mengingatkan.

"Dan Aku pun kan sudah bilang, lakukan saranku!" jawab Audi tidak mau kalah. "Malu aja, yang Kamu jadikan alasan. Dih, apaan tuh. Nih ya, Aku bilangin ke Kamu, berikan dia pil tidur, kemudian perko--"

Pletak! Laras menghentikan Audi berbicara dengan menyentil jidat sahabatnya.

"Audi!!" kesal Laras. "Kamu nggak ada malu-malunya ya, asal ceplos aja. Kedengeran orang lain nanti bagaimana?"

"Nggak apa, toh Aku nggak akan mati kalaupun orang dengar," jawabnya sambil mengusap jidatnya yang disentil Laras. "Ini nih yang apa-apa, jidatku pasti merah karena kamu. Dasar menyebalkan, udah diberikan saran masih saja menyebalkan. Air susu dibalas air tuba. Laras oon!" umpat Audi tak tahan sangking kesalnya.

"Ya, abis sarannya Kamu aneh!" jawab Laras.

"Aneh tapi manjur. Udahlah kalo Kamu nggak berani pesan obatnya bilang, biar Aku yang melakukannya untukmu." Laras tiba-tiba akan memotong perkataannya, tapi Audi sigap menahannya dengan gerakan tangannya. "Percaya sama ide ku ini Laras, sekali ini saja!"

Trapped In Marriage [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang