Gavin sedang sibuk dengan setumpuk pekerjaan yang sengaja dia kerjakan secepatnya, supaya ketika Laras melahirkan dia mempunyai waktu untuk mendampinginya.
Malam ini di ruang kerja pribadinya yang ada di rumah, Gavin telah menghabiskan beberapa gelas kopi untuk mengenyahkan kantuknya. Waktu telah menunjukkan hampir tengah malam dan dering telepon dari Laras sudah berulang kali memperingatkannya.
Namun Gavin masih setia memandang kekasih elektronik miliknya yang memancarkan cahaya sambil memperlihatkan lembar pekerjaannya.
Blam! Dentingan pintu terbanting mengagetkan sekaligus membuat Gavin menghela nafasnya panjang.
"Ok, Sayang. Baiklah ayo kita kembali tidur!" seru Gavin langsung saja membereskan perlengkapan kerjanya.
Beranjak dari mejanya lantas menghampiri istrinya sedang melipat tangan di depan dada sambil menatap tajam. Wanita itu jika sudah sampai di sana dan tidak mendengarkan perkataan suaminya Gavin untuk tetap berbaring di atas ranjang, artinya pasti sudah siap untuk mengamuk.
Hal itu pasti akan menyeramkan sekali. Andaikan semburat merah tidak menghinggapi pipinya, Gavin pasti tidak akan menahan tawanya. Oh, astaga! Istrinya itu sangat menggemaskan saat marah. Andai tidak sedang hamil dan tidak mempengaruhi bayinya, Gavin pasti senang sekali untuk menggodanya.
"Bahkan Cinderella saja sebentar lagi akan pulang, tapi Mas masih saja berkutat dengan benda bodoh itu sampai lupa waktunya untuk tidur!" geram Laras sambil menatap galak suaminya.
"Tapi Banci saja baru saja waktunya berkeliaran ke jalan, Sayang," gemas Gavin tidak takut dengan amarah Laras. "Dan jangan lupa Aku bahkan ada di rumah bersamamu Sayang," lanjutnya mengabaikan kemarahan Laras.
Gavin seperti tidak terjadi apa-apa dengan seenaknya langsung merangkul Laras, mengecupnya kemudian mengusap perutnya. Baiklah ini bagian terburuk pria itu, suka bersikap seenaknya dan tidak pernah mau tahu kesalahannya.
"Tapi ini sudah terlalu larut Mas Gavin. Walaupun Kamu sudah di rumah jam segini, tapi bukan berarti Kamu harus begadang juga. Masa iya, pagi kerja, siang kerja, sore kerja dan malamnya juga kerja. Kalau begitu kapan waktunya untuk beristirahat?!" dengus Laras memberengut kesal.
"Kalau terlalu berlebihan," kata Gavin sambil menggandeng Laras masuk ke kamar mereka. "Aku bahkan tidak bekerja sekeras itu Sayang dan bahkan siang tadi Aku pun masih mempunyai waktu untuk membawamu membeli perhiasan yang Kamu inginkan."
"Ya, tap-tapi ...." Laras terdiam sejenak memikirkan kalimat yang cocok untuk Gavin.
"Hm," dehem Gavin sambil membantu Laras duduk di atas sofa yang ada di dalam kamar mereka.
Setelah dia sendiri sibuk mencari wadah yang biasa digunakan untuk merendam kaki istrinya sebelum tidur. Ketika menemukannya Gavin barulah kembali ke sisi istrinya.
Merendam kaki istrinya dalam wadah yang dikhususkan untuk rendaman kaki dan sebelumnya Gavin juga sudah memasukkan air juga telah mencampurkannya dengan sesuatu yang membantu merilekskan kaki Laras yang membengkak.
"Harusnya Mas mendengarkan ku! Tapi apa tahunya hanya memerintah ku tidur awal, sementara Mas bebas bekerja sampai tengah malam. Melarangku bangkit dari tempat tidur dan kalau butuh sesuatu tinggal menghubungi Mas, tapi apa? Saat Aku butuh Mas tidur memelukku, Mas tidak kunjung datang!" omel Laras berapi-api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped In Marriage [The End]
Teen FictionGavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah yang menikahinya. "Dasar gadis bodoh, tidak satu pekerjaan pun becus kamu lakukan!! Masakanmu keas...