Laras telah berganti pakaian dengan piyama tidur. Bibirnya cemberut kesal dengan mata yang melotot kesal menatap kesal pada Gavin.
Kejadian mengejutkan di kamar mandi, Gavin yang tiba-tiba ikut ada di dalam masih membuat Laras syok dan kepikiran, padahal sudah berlalu dari setengah jam lalu.
"Mulai sekarang kita akan berbagi kamar!" tegas Gavin.
Pria itu masih mengenakan pakaian pengantinnya karena belum sempat menggantinya, sebab setelah istrinya berteriak histeris dia langsung mengalah dan menunggu di dalam kamar. Dia juga tak berkomentar ketika Laras keluar dengan pakaian basah untuk mengambil pakaian ganti di dalam lemari.
Namun saat ini, Gavin ingin menuntaskan sesuatu hal yang menurutnya harus segera diselesaikan olehnya.
"Berbagai tempat tidur, selimut kalau perlu bantal dan guling sekalian!" lanjut Gavin sambil menilap tangannya di atas dada.
Melihat dan mendengar itu membuat Laras, tak ayal segera mendengus kesal.
"Terserah jika itu yang Mas inginkan, lakukan saja," jawab Laras hampir saja membuat Gavin senang. Suaminya itu hampir saja tersenyum kalau saja dia tak segera melanjutkan ucapannya. "Tapi jika Mas boleh melakukan terserahnya Mas, berarti aku pun boleh. Mulai sekarang aku tidak mau lagi tinggal dengan Mas. Aku sudah capek dengan semua aturan dan sikap Mas yang sesuka hati, membuatku merasa tidak punya privasi. Mandi saja Mas intipin, ch sikap apaan itu?" jawab Laras dengan ketus.
"Kita sudah suami istri Laras, bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa hal seperti itu adalah privasi?" tanya Gavin tak habis pikir dengan Laras. "Ok. Aku salah sudah menerobos masuk, tapi perlu kau tahu semua yang ada padamu dan yang berhubungan dengan mu bukanlah privasi Laras! Kita sudah menikah!! Hal yang lebih dari itu sudah sangat wajar terjadi dan bahkan kita lakukan."
Laras meraih bantal dan melemparnya keras memukul Gavin. Lemparannya tepat sasaran karena Gavin tidak menghindar dan membiarkannya begitu saja. Baginya untuk sekarang membuat Laras sadar akan posisinya adalah hal yang terpenting.
Jika Laras tidak memperdulikan cinta dan perasaannya, maka setidaknya gadis itu tahu betul bahwa dirinya adalah miliknya Gavin. Sampai apapun yang Gavin lakukan padanya bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan, terkecuali jika hal itu menyangkut kekerasan.
"Mas sudah berjanji untuk memberi ku waktu, jadi seharusnya Mas tidak menuntut begini. Banyak mengatur dan melakukan sesuatu dengan seenaknya! Aku capek tahu Mas, capek memaklumi semua tingkah semena-menanya Mas padaku!" omel Laras mengungkapkan uneg-unegnya.
"Barang-barang hasil kerja kerasku sudah Mas bakar, apartemen milikku Mas buang dan sekarang apa? Mas mau menjadikan ku boneka hanya karena Mas menyukai ku? Inikah bentuk perasaan yang ingin Mas tunjukkan, inikah yang Mas sebut mencintaiku?!" Laras mengerut pusing dan memijat ringan kepalanya.
"Tidak Laras. Bukan seperti itu yang aku maksudkan. Aku hanya ingin kamu sadar dan menerima pernikahan kita terlebih lagi setelah diulang dan diperbaiki. Aku melakukannya semata-mata agar Kau bergantung padaku, agar aku bisa memenuhi semua keinginanmu, agar aku bisa menggantikannya dengan berkali-kali lipat dan menyenangkan hatimu. Intinya aku membakar semua benda dan barang hasil kerja kerasmu agar aku bisa merebut perhatianmu!" jelas Gavin.
Gadis itu geleng kepala kemudian berhambur kasar ke atas kasur dan membanting dirinya ke kasur. Pemikiran Gavin benar-benar membuatnya tak habis pikir. Bagaimana bisa suaminya berpikiran demikian hanya untuk sebuah perhatian darinya.
Tanpa diduga dia malah melepas pakaiannya satu persatu dan melemparkannya dengan kasar.
Laras mendengus kasar dan menatap penuh kekesalan dan marah pada Gavin.
"Ayo apalagi yang kamu tunggu? Inikan yang kamu mau? Kamu mau diriku bukan Mas, ambillah hakmu aku sudah siap!!" tegas Laras menantang Gavin dengan tatapan penuh perlawanan.
Dari Laras mengomel Gavin tidak banyak menanggapi dan hanya mendengarkan dengan wajah datarnya.
Namun begitu Laras tanpa diduganya menawarkan diri, Gavin sumbringah dengan senang hati menerimanya. Pria itu bodoh amat dengan Laras cuma berniat menantangnya dan sebenarnya bukan menyerahkan dirinya.
"Sudah selesai marahnya, sudah puas mengomelnya? Baiklah sekarang giliranku!" seru Gavin dengan tidak sabar.
Begitu selesai dan Gavin tertidur, Laras bangkit untuk memungut pakaiannya dan mengenakannya kembali. Kemudian dengan tertatih menuju kamar mandi.
Kali ini, gadis yang sudah bukan gadis itu memastikan dengan baik jika Gavin tidak akan mengintip dan menggodanya di kamar mandi, sebab pria itu masih tidur dan pintu juga telah benar-benar dipastikan olehnya terkunci rapat beberapa kali.
Laras menatap pantulannya di kaca. Anehnya meski sebelumnya dia mengomel hebat pada Gavin, gadis yang telah berubah menjadi wanita itu tidak merasa menyesal sama sekali.
Selain perasaan kesal dan sakit pada seluruh tubuhnya, perasaan aneh yang membuat debar jantungnya bergemuruh hebat yang malah dominan dirasakan olehnya.
"Arrrggghhh! Sial-sial!! Punya suami kok begitu amat, nggak tahu diri sekali? Diminta ambil haknya, kok malah dilakukan sihh?"
Laras gundah gulana dengan perasaan aneh yang terus menyertai dan membuat jantungnya berdebar hebat. Wanita itu gelisah luar biasa dan malu yang tak kalah mengganggunya.
Laras mengusap wajahnya kasar sambil menahan ngilu pada tubuhnya akibat berhubungan.
"Gawat-gawat! Abis ini hamil nggak ya? Dia minta lagi nggak atau bagaimana besok ya?" Laras menggigiti pelan kuku jari-jarinya. Wanita itu secara berulang kali membuang nafasnya kasar.
"Ya, Tuhan. Ini salah ku, aku sadar itu! Sudah tahu dia mode binatang buas, masih saja bodoh sok nantangin. Yahh kan menjadi kejadian! Aduh-aduhhh bagaimana ini?"
Gadis itu terus berpikir keras, berusaha mencari sesuatu yang bisa membuatnya merasa tercerahkan dan menyelematkan dirinya.
"Belum pasti dia benar-benar mencintaiku dan hartanya juga belum teralihkan atas namaku, tapi sekarang tamatlah riwayatku. Jangan-jangan cuma ini yang diincar olehnya dariku dan setelahnya dia akan meninggalkanku." Laras mulai dihinggapi rasa takut kehilangan dan takut ditinggalkan.
Wanita itu menggeleng kepala keras dan karenanya tanpa sengaja kakinya tersandung, tubuhnya terdorong ke depan sampai mengakibatkan kepalanya membentur keras pada kaca.
"Aduh, aaarrgghh! Sakit sekali!" Laras meringis dan menarik diri kemudian membenarkan posisinya.
Dia melihat ke arah kaca yang terbentur dengan kepalanya dengan keras. Terlihat ada sedikit retakan di kaca dan darah segar yang menempel di sana. Seketika hal itu membuat Laras mengulurkan telapak tangannya untuk menyentuh kepalanya. Laras memeriksa dan menemukan darah ditelapak tangannya.
"Aaa-aapa ini? Kok ada darahnya?" bingung Laras yang kemudian menyentuh kembali kepalanya yang baru saja terbentur. "Eh beneran kepalaku yang berdarah, tapi perasaan nggak terlalu terbentur keras. Kok bisa sampai berdarah?" ringis Laras merintih.
Wanita itu berbalik dan bersiap keluar kamar mandi, tapi tiba-tiba hal itu malah membuatnya merasa pusing dan seluruh tubuhnya yang sakit berdenyut nyeri luar bisa. Tidak tahan lagi Laras ambruk dan jatuh tidak sadarkan diri.
Jatuh berbaring dilantai kamar mandi yang dingin dan pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped In Marriage [The End]
Teen FictionGavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah yang menikahinya. "Dasar gadis bodoh, tidak satu pekerjaan pun becus kamu lakukan!! Masakanmu keas...