Begitu keluar kamar Laras langsung menemukan kunci lemari dan pakaian baru di atas meja yang berada di ruang tengah rumahnya. Laras meraihnya mengganti kimono mandi yang membungkus tubuhnya dengan baju tersebut.
Di tak ragu mengambilnya karena tahu itu dari mama mertuanya, terbukti jelas dengan sebuah catatan kecil yang ada di atas pakaian tersebut.
Tak usah heran, dia seberani itu mengganti pakaian di ruang tengah karena di rumahnya tak ada siapapun selain dia dan Gavin.
Masalah pembantu harian itu hanya datang tiga kali dalam seminggu dan jikapun hari ini adalah jadwal mereka untuk membereskan rumahnya, mereka pun sudah pulang mengingat hari menjelang siang.
Laras selesai dengan pakaiannya, bergegas pergi memasak karena merasa sangat lapar sekarang ini.
Setelah berhasil melakukan rencananya, perintah mama mertuanya dan juga saran dari sahabatnya Audi, dia melupakan bahkan melewatkan makan malamnya dan itulah yang sekarang membuat perutnya menjerit ingin makanan.
Namun kejadian malam itu menghantuinya terus, menciptakan semburat merah yang seperti abadi di pipinya tidak mau hilang serta juga membuatnya tidak fokus pada masakannya saat ini.
Laras menghela nafasnya panjang sembari berusaha keras membuat jantungnya yang sejak bangun berdebar terus untuk tenang. Sayangnya usahanya sia-sia dan percuma saja. Akibatnya masakannya hangus karena berpikir banyak dan tanpa sadar terus melamun.
Laras menatap kecewa, tapi masih tidak putus asa. Di pagi yang hampir siang ini, wajan bekas masakannya yang gosong itu disingkirkan kemudian meraih panci untuk merebus, kali ini dia berniat membuat masakan simpel dan yang penting bisa cepat jadi untuk mengganjal perutnya yang kelaparan.
Awalnya berjalan baik-baik saja, Laras hampir menyelesaikan masakannya, akan tetapi ketika hendak menyiapkan saus instan untuk spageti, Laras terlalu membuka lebar bungkusannya dan tak sengaja menekan terlalu keras sampai membuat sausnya muncrat ke mana-mana. Membuat dapur seketika terlihat kotor dan menjijikkan dimatanya.
Laras mendengus menatapnya, lalu terpejam sejenak. Kali ini habis sudah kesabarannya. Dia yang bisa fokus membuatnya benar-benar kacau. Dia matikan kompor dengan frustasi, kemudian keluar dari sana tanpa membereskan dapurnya sama sekali.
"Sialan! Aku tidak akan mau memasak lagi!" kesalnya sambil beranjak.
Mencari handphone miliknya dan memilih memesan makan siap saji dari sana. Bodoamatlah rasanya tidak seenak masakan rumah, yang terpenting bisa membuat perutnya berhenti meronta kelaparan.
Sementara itu di sisi lain, Gavin sedang menikmati tidur pulasnya dengan lelap. Pria itu tak kunjung bangun tak tahu saja hari sudah menjelang siang. Itu akibatnya dia terlalu menikmati malamnya, begadang terlalu larut dan menjelang subuh barulah dia tidur.
Kemudian secara perlahan dia mulai mendapatkan kesadarannya. Pria itu meraba ke sampingnya dan ketika merasakan kekosongan tak ada siapapun di sana, tiba-tiba dia sadar-sesadarnya. Terduduk dengan cepat dan bangkit dari tempat tidur dengan cepat, tak lupa buru-buru mengenakan pakaian yang sebelumnya dia tanggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped In Marriage [The End]
Teen FictionGavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah yang menikahinya. "Dasar gadis bodoh, tidak satu pekerjaan pun becus kamu lakukan!! Masakanmu keas...