14

2.1K 79 0
                                    

Sepulang dari Cafe tadi, Jeva langsung pulang ke rumah. Ia juga membawa Jaxon pulang ke rumahnya. Hari ini Ivy berada di rumah, katanya sih ayahnya tidak ada urusan di luar kota. Makanya sang mama berada di rumah.

"Je, kenapa gak sekalian bawa Acha kesini?" tanya Ivy.

Wanita paruh baya itu merindukan Arsya. Waktunya yang terlalu sibuk itu membuatnya tidak bisa bertemu dengan Arsya. Wanita itu selalu pergi keluar kota bersama dengan Bara.

Ivy bisa tidak pulang sampai satu tahun jika urusan pekerjaan Bara belum selesai. Hal itu kadang membuat Jeva merasa kesal, mamanya itu selalu saja ikut ke luar kota padahal ia sangat ingin menghabiskan waktunya bersama dengan sang mama. Tapi papanya itu selalu melarang, katanya ia tidak bisa lama-lama tanpa Ivy.

Papanya itu memang sangat manja pada mamanya. Jeva bisa melihat Jevian yang mirip dengan papanya itu. Jevian sama manjanya seperti sang papa, tapi masih mending Jevian.

"Acha sama Jevian ma, Acha masih kangen sama dia. Yaudah aku ijinin Jevian bawa Acha," ucap Jeva.

Ivy mengangguk. Wanita itu melirik Jaxon yang tengah tertidur di kamar Jeva.

"Dia udah makan?" tanya Ivy.

Jeva mengangguk. Sebelum tidur tadi ia sempat memberi Jaxon susu dan juga makanan. Anak kecil itu meskipun sudah meminum susu, jika dikasih makanan pasti habis.

"Kalo kamu lulus nanti mau kerja jadi apa?" tanya Ivy.

Wanita paruh baya itu sudah duduk santai di sofa ruang keluarga. Tangannya bergerak mengambil majalah di meja.

Jeva menatap mamanya. Dia menghela napas, entahlah ia juga tidak tahu kalau lulus nanti mau kerja jadi apa. Sebenarnya ia ingin kuliah dulu, baru kerja.

Tidak seperti mamanya yang langsung kerja. Mamanya itu mewarisi salah satu perusahaan milik kakeknya, mamanya disuruh sang kakek untuk melanjutkan perusahaannya saat lulus nanti.

Jeva tahu maksud mamanya menanyakan hal itu. Jika ia tidak tahu tujuannya setelah lulus nanti, mamanya akan menyuruhnya untuk meneruskan perusahaan milik kakeknya yang sekarang tengah di pegang oleh sekretaris kepercayaan mamanya.

Jeva tentu tidak mau. Dunia bisnis bukan dunianya. Bahkan dulu saat ia smp, saat kakeknya masih ada ia sudah disuruh untuk melanjutkan perusahaan kakeknya itu. Jeva tentu tidak mau.

"Kenapa diem? Mama nanya loh," ucap Ivy yang menyadari anaknya tengah terdiam.

Jeva menatap mamanya, "Rencananya aku mau kuliah dulu ma."

Ivy mengangguk. Anaknya memang ingin kuliah dahulu, tapi Ivy tidak setuju. Meskipun ia menolak nanti, Jeva akan tetap kuliah. Karena anaknya itu menuruni sifatnya yang keras kepala.

"Setelah lulus nanti, kamu sama Jevian harus nikah," ucap Ivy.

Jeva memutar bola matanya malas. Kenapa harus secepat itu sih? Ia kan ingin kalau menikah nanti ia sudah memiliki pekerjaan tetap. Jadi ia bisa bekerja sambil mengurus rumah tangga.

Kalau menikah setelah itu kuliah, Jeva sangat tidak tenang nantinya. Apalagi ia berniat kuliah di luar negeri. Karena impiannya ada disana.

"Cepet banget si ma," protes Jeva.

Ivy menatap anaknya itu dengan tatapan sulit. Ia kemudian mendekat ke arah Jeva yang duduk di sofa yang muat untuk empat orang.

"Cepet apaan? Setahun kok cepet. Lagian kamu ini maunya apa? Mau nikah sama orang lain, gitu?" tanya Ivy gemas.

Jeva mendengus. Kenapa jadi nikah dengan orang lain? Ia kan hanya ingin nikah dengan Jevian. Menikah dengan Jevian juga termasuk ke dalam salah satu impiannya.

"Ya gak gitu mama.. aku nanti takut gak tenang karena kepikiran Jevian," ucap Jeva.

Ivy menggeleng pelan, "Apa bedanya? Kalian pacaran aja pasti kepikiran kan? Yaudah mending nikah aja."

Jeva merasa gemas sendiri dengan mamanya ini. Ucapan mamanya memang ada benarnya sih, tapi kan lebih berat pas sudah nikah.

Tanggung jawabnya sebagai istri Jevian nanti belum siap ia tanggung. Karena rencananya ia ingin menikah setelah ia kerja nanti.

"Mama.. ishh ngeselin banget sih!" kesal Jeva.

Ivy tertawa pelan. Anaknya ini kenapa lucu saat kesal sih? Ia jadi gencar membuat anaknya kesal.

"Terus gimana? Apa mau kamu?" tanya Ivy.

Jeva menarik napasnya pelan. Lalu menghembuskannya, "Aku kan mau kuliah ke luar negeri ma, aku mau nikah sama Jevian pas aku udah kerja bukan setelah lulus langsung nikah."

Ivy menatap putri satu-satunya itu dengan tatapan sulit. Ia tidak salah dengar kan? Anaknya ingin kuliah diluar negeri. Yang artinya ia akan berpisah dengan sang anak nantinya.

"Jevian aja mau nikah sama kamu pas udah lulus, liat tuh ekspresinya," ucap Ivy.

Jeva langsung menoleh. Dia mendapati Jevian yang tengah menatapnya. Kenapa dia tidak sadar ada Jevian disini? Dan juga kenapa mamanya tidak bilang sih?

"Kok lo disini?" tanya Jeva.

Jevian menaikkan satu alisnya, "Nganterin adik ipar pulang lah, sekalian ketemu sama mama mertua."

Jeva langsung melempari Jevian dengan bantal sofa. Tidak mamanya, tidak Jevian mereka sama saja.

Ya, sama-sama membuatnya kesal.

"Tapi gak papa loh yang kalo kita langsung nikah, gue jadi gak khawatir kalo lo selingkuh nanti," ucap Jevian enteng.

Jeva melotot garang. Bilang saja Jevian tidak mau kehilangan Jeva. Jadi dia sangat ingin menikahi Jeva.

"Gak nikah juga gak bakalan selingkuh, harusnya gue yang bilang gitu ke lo," ucap Jeva.

Jevian menaikkan satu alisnya bingung. Kenapa harus dia? Jevian sudah jelas tidak akan selingkuh. Dia ini sudah menyerahkan hatinya untuk Jeva sepenuhnya.

Dan Jeva, adalah wanita pertama yang membuat Jevian bisa sesayang ini dengan cewek itu. Jeva itu pengganti mamanya dalam hati Jevian.

Bagaimana bisa ia selingkuh? Jika pun iya Jevian lebih memilih untuk dibunuh oleh Jeva. Ia tidak sanggup melihat wajah kekasihnya yang sedih nanti.

"Udah-udah, kok malah pada berantem," ujar Ivy menengahi.

Jeva melayangkan tatapan tajam pada Jevian, yang dibalas dengan cengiran lebar. Jujur saja sikap Jevian yang tengil, manja, perhatian, dan konyol hanya Jeva dan keluarganya yang bisa merasakannya.

Jevian jika tidak bersama Jeva seperti bukan Jevian. Cowok itu selalu cuek pada siapapun. Bahkan anak Jevanus pun merasa heran pada perubahan sikap Jevian.

Jika ada Jeva di samping cowok itu, sifat Jevian akan berubah tengil dan cerewet. Tapi jika tidak ada cewek itu, sifat Jevian akan dingin dan cuek.

Bahkan saat ada seseorang jatuh di depannya, Jevian tidak berniat membantunya. Beda lagi jika cowok itu dekat dengan pawangnya, sudah pasti jika ia melihat seseorang terjatuh di depannya, Jevian akan langsung membantunya.

"Yang, anu-anu yuk!"

"JEVIAN!"







Votenya jangan lupa ya, biar author makin semangat ngetiknya^^
Tbc

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang