47

898 50 1
                                        

Satu setengah tahun kemudian...

Sepasang kekasih tengah menatap ke arah keramaian di depannya. Mereka tersenyum dengan tangan saling menaut satu sama lain.

Si gadis menatap ke arah teman-temannya yang tengah berlari ke arah dirinya. Gadis itu lantas tersenyum lebar.

"Akhirnya.. ujian kita selesai." Si sahabat langsung memeluk gadis itu dengan erat.

"Ya, kita berhasil sampe titik ini."

Sahabat si gadis mengangguk setuju. Memang benar, sampai di titik ini adalah hal yang paling membanggakan. Apalagi saat tahu bahwa nilai ujiannya termasuk bagus. Ya meskipun hanya ucapan dari sang guru saja, tapi dia sudah yakin bahwa nilainya nanti akan memuaskan.

"Tinggal adain pesta kelulusan doang kan ya? Habis itu kita udah kuliah," ucap Deva.

Memang. Ketiga sahabat itu adalah Deva, Jeva, dan Joya. Laki-laki tadi adalah Jevian, kekasih Jeva yang selalu setia di samping si gadisnya.

"Gue jadi sedih njir, ntar kan kita udah kepisah sama Jeje," ucap Joya.

Deva mengangguk membenarkan. Jeva memang tidak akan melanjutkan pendidikannya di Indonesia, niat cewek itu untuk bersekolah di luar negeri sudah bulat.

Sebagai sahabat tentunya Joya dan Deva harus mendukung keputusan Jeva selagi hal itu baik. Untuk menolak pun mereka tidak akan bisa, karena hal ini adalah impian Jeva dari dulu.

"Lo nyusul Jep?"

Jevian menggeleng sambil tersenyum tipis. Dia tidak bisa menyusul. Jeva sudah lebih dulu melarangnya karena Jeva tahu Jevian sudah menentukan Universitas yang akan ia masuki setelah lulus SMA.

Jevian tahu keputusan pacarnya adalah yang terbaik untuk dirinya. Tapi Jevian bisa saja menolak keputusan tersebut dan membatalkan masuk ke Universitas yang pernah ia ceritakan pada Jeva.

Namun sepertinya keputusan dari Jeva sudahlah mutlak. Yang artinya tidak bisa diganggu gugat. Entah itu Jevian, ataupun kedua orang tuanya sendiri.

"Lah, kenapa?"

"Pacar gue ini gak ngebolehin, katanya gue kuliah disini aja," ucap Jevian.

Jeva menatap Jevian yang tengah tersenyum tipis. Sejujurnya dia tidak ingin jauh dari Jevian. Namun untuk mengiyakan ucapan Jevian yang ingin ikut kuliah di luar negeri membuatnya merasa tidak enak. Terlebih Jevian pernah bercerita pasal kampus incarannya disini, tentu Jeva tak ingin menjadi hambatan untuk kekasihnya berkuliah di kampus incaran Jevian.

"Yah ldr, kasihan," ejek Joya.

Jeva mendengus, dia langsung melayangkan pukulan tangannya pada lengan Joya yang berhasil membuat cewek itu meringis sakit.

"Jahat lo sama sahabat," ucap Joya.

"Ya lagian, lo nya ngeselin."

Deva hanya tersenyum kecil melihat kedua sahabatnya yang tengah cekcok itu. Deva kemudian terdiam, sebentar lagi dirinya akan berpisah dengan Jeva. Tidak terasa masa SMA nya sebentar lagi usai, jujur saja membayangkan Jeva jauh darinya membuat Deva merasa sedih.

Biasanya ketika cewek itu ada diantara mereka berdua, Jeva selalu berhasil membuat mereka berdua merasa kesal. Deva pasti akan merindukan perdebatan Joya dan Jeva seperti biasanya.

"Je, gimana kalo nanti kita kumpul-kumpul? Lumayan kan bisa ketemu, sebelum lo berangkat ke luar negeri."

Jeva terdiam sejenak kemudian mengangguk setuju, ia melirik Jevian menunggu persetujuan dari cowok itu. Setelah melihat Jevian mengangguk, Jeva angkat bicara.

"Boleh aja sih, ntar tentuin aja waktunya. Jangan lupa ajak yang lain," ucapnya.

Deva dan Joya mengangguk, mereka kemudian mengambil ponsel dan mengabari yang lain. Sedangkan Jeva dan Jevian tengah bertatapan lalu tersenyum kecil. Jeva lalu menatap ke depan.

"Gak kerasa bentar lagi kita pisah ya."

Atensi kedua sahabat Jeva langsung tertuju pada cewek itu. Mereka terdiam sambil menatap Jeva dengan tatapan sendu. Entah mengapa mereka merasa Jeva akan lama berpisah dengan mereka.

Deva langsung memeluk Jeva diikuti oleh Joya. Kedua cewek itu sudah menangis di pelukan Jeva, cewek itu sendiri ikut menangis. Dirinya merasa akan lama meninggalkan kedua sahabatnya dan yang lain.

"Nanti kalo kalian udah sukses, jangan lupa sama gue ya."

Joya mendongakkan kepalanya kemudian mengangguk dengan cepat. Air mata gadis itu masih mengalir dengan deras.

"Gak akan! Gue, Joyalie Aldebaran akan selalu inget sahabat gue. Semua perjuangan yang udah kita laluin gak akan gue lupain Je, pegang janji gue."

Deva mengangguk setuju, perjuangan ketiganya selama ini tidak akan mereka lupakan begitu saja. Terlepas dari suka maupun duka yang pernah mereka alami. Persahabatan ketiganya tidak boleh sampai disini saja, persahabatan mereka akan terus berlanjut hingga maut memisahkan.

Jevian menatap ketiganya dengan haru. Ia melihat sendiri bagaimana kisah persahabatan mereka bertiga, ia juga pernah melihat pertengkaran ketiganya yang berakhir kembali akur.

Mereka bertiga adalah contoh pertemanan yang memiliki rasa kesolidaritasan yang tinggi. Jevian bahkan merasa iri melihat keeratan ketiganya.

"Buat lo Jep, jangan bikin sahabat gue terluka ya. Jangan bikin dia terbebani oleh kesalahan elo, entah kenapa firasat gue gak enak tentang hubungan kalian."

Jevian terdiam. Ia kemudian mengulas senyuman manis dan mengangguk tegas.

"Firasat lo cuma sekedar firasat Dev, gue gak akan lukain dia. Gue janji."

Deva tersenyum tipis. Entah mengapa hatinya merasa gundah melihat senyum Jevian dan mendengar janji cowok itu. Tapi Deva meyakinkan dirinya bahwa Jevian tidak akan melukai Jeva, sahabatnya.

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang