20

1.8K 70 0
                                    

Tiga hari berlalu. Beberapa persiapan untuk ulang tahun Ivy sudah ada sebagian yang siap. Rencananya, kakek dan nenek Jeva dari sang ayah juga akan ikut merayakan.

Bram Lalubis dan Fadeera Lalubis tidak tinggal di Indonesia. Mereka menetap di London, tanah kelahiran Fadeera.

Mereka berdua rencananya akan pulang besok, tentu saja sebagai sang cucu bungsu pun Jeva harus menjemput kakek dan neneknya. Selain karna ia merupakan cucu bungsu, Fadeera lah yang menyuruhnya untuk menjemput kakek dan neneknya.

Jeva tentu tidak menolak. Lagi pula dia tidak sendiri, karena nantinya ia akan membawa Arsya dan juga Jaxon. Tidak lupa Jevian yang akan menjadi supirnya.

Meskipun kedua orang tua Jeva dan neneknya setuju jika Jevian berpacaran dengan Jeva, beda lagi dengan kakeknya. Kakeknya itu melarang Jeva untuk berpacaran, katanya sih nanti saja saat Jeva sudah kerja.

Tapi bukan Jeva namanya yang akan langsung menurut pada sang kakek. Dia tetap saja pacaran dengan Jevian, lagi pula kedua orang tuanya tidak masalah.

Meskipun Bram tidak setuju, tapi pria paruh baya itu mempercayakan Jeva pada Jevian untuk dijaga. Tapi tetap saja, dia tidak merestui jika mereka berdua berpacaran.

Hubungan Bram dengan Jevian memang sudah akrab. Dulu saat Jevian kecil, orang tua Jevian sering mengunjungi kediaman Lalubis yang berada di London.

Sampai sekarang pun hubungan Jevian dengan kakeknya Jeva pun masih akrab. Meskipun kakek Jeva itu tidak menyetujui jika dia berpacaran dengan cucunya.

Kini Jeva tengah berada di taman bersama dengan Jaxon. Tadi anak itu menangis karena ditinggal Arsya pulang ke rumah.

Biasanya Jaxon akan bermain dengan Arsya jika bertemu, tapi saat Arsya akan pulang, Jaxon akan menangis. Anak lelaki itu akan berhenti menangis jika sudah bersama dengan Jeva maupun Jevian.

Jaxon seolah mengerti bahwa Jeva dan Jevian adalah orang tuanya. Meskipun bukan orang tua kandung.

"Jaxon makan ya," ucap Jeva.

Jaxon yang sedang bermain dengan kucing pun menggeleng tanda tidak mau. Anak itu langsung bermain lagi tanpa menghiraukan ucapan Jeva.

Jeva menghembuskan napas pelan. Jaxon itu seperti Jevian yang sangat susah disuruh makan.

"Mochinya diajak makan ya, nanti Jaxon makan juga, mau?" tawar Jeva.

Jaxon lagi-lagi menggeleng. Jeva mau tak mau akhirnya menyerah. Lagi pula anak seusia Jaxon tidak boleh dipaksa. Jeva memang membebaskan Jaxon melakukan apa saja, asalkan baik.

Kalau masalah makan, memang hal yang sulit untuk membujuk anak itu. Jika ada Jevian, Jaxon pasti langsung mau untuk makan. Entah mengapa Jaxon bisa nurut pada Jevian.

"Yaudah," nyerah Jeva.

Jaxon beralih menatap Jeva yang tengah menatapnya juga. Jeva tersenyum, membuat Jaxon ikut tersenyum.

"Mama.. mamam.."

Jeva menaikkan satu alisnya bingung. Namun saat mencerna ucapan Jaxon akhirnya ia mengerti. Anaknya itu ingin makan.

"Nah gitu dong, pinter.." puji Jeva.

Jaxon tertawa. Anak kecil itu langsung berlari ke arah Jeva, tangannya langsung memeluk kaki Jeva.

Jeva terkekeh kecil dia langsung menggendong Jaxon. Jeva beberapa kali mencium pipi gembul milik Jaxon. Membuat anak itu tertawa geli.

"Ayo kita makan!" seru Jeva.

♢♢♢♢

Jeva kini tengah berada di kamar Jaxon. Jaxon memang memiliki kamar sendiri di kediaman Lalubis. Jeva mendesain kamar Jaxon sendiri.

Bahkan cewek itu meminta pada orang tuanya untuk membangun kamar Jaxon yang luas, supaya nanti bisa muat banyak barang.

Rencananya Jeva akan membuat kamar itu menjadi tempat bermain Jaxon juga. Dia sudah membeli banyak mainan yang akan diletakkan di lemari khusus mainan. Dia juga meletakkan baju-baju Jaxon di ruangan khusus, tepat di samping kamar Jaxon.

Jeva sengaja membuat pintu di kamar Jaxon yang menghubungkan ke ruangan tempat baju-baju Jaxon diletakkan.

Harapan Jeva saat Jaxon remaja nanti, segala mainan yang berada di kamar anaknya, ia akan pindahkan langsung ke ruangan khusus mainan.

Tidak perlu repot karena ruangan itu tepat berada di samping kamar Jaxon. Ruangan itu sengaja dibuat terbuka, biar nanti tidak usah membuka pintu. Begitu kata Jeva.

Jeva sendiri sudah membuat ruangan khusus berisi jajanan indojuni. Nanti saat anak-anak kecil bermain ke kediaman Lalubis, sudah ada semua jajan yang akan mereka nikmati.

"Udah kayak suami gue," celetuk Jevian.

Jeva terkekeh. Ia melihat Jevian yang tengah mengenakan jas kantoran dan membawa satu tas ditangannya.

Ia juga merasa seperti seorang istri yang melihat suaminya baru saja pulang kerja.

"Udah gak perjaka lo," ucap Jeva.

Jevian mendengus. Apa-apaan. Emang dia dikira melakukan apa hingga dianggap sudah tidak perjaka? Dasar pacarnya ini.

"Gak nyambung Je," ucap Jevian.

Jeva tidak peduli. Dia lebih memilih memotret Jaxon yang tengah tertidur. Tadi anak kecil itu langsung tidur setelah ia kenyang. Awalnya Jeva melarang Jaxon untuk tidur, karena anaknya itu habis makan. Tapi setelah melihat raut wajah Jaxon yang nampak lelah, akhirnya Jeva membawa Jaxon ke kamar anak itu.

Jevian meletakkan tasnya di meja. Dia langsung menidurkan diri tapi Jeva lebih dulu melarang cowok itu.

"Mandi dulu sana! bersih-bersih. Nanti Jaxon sakit kena kuman lo," ucap Jeva.

Jevian tidak marah, cowok itu malah tertawa. Ucapan Jeva ada benarnya sih, lagi pula ia habis dari luar, sudah pasti akan ada banyak kuman yang menempel.

Lima belas menit kemudian, Jevian akhirnya selesai bersih-bersih. Cowok itu kini tidak lagi mengenakan jasnya, dia kini mengenakan pakaian santai.

Jeva yang tengah memainkan ponselnya pun hanya melirik. Tadi Jevian mandi di kamarnya. Kamar Jeva memang sudah diberi kamar mandi. Jadi saat akan mandi, ia tidak usah ke kamar mandi yang berada di lantai bawah.

Jeva juga sudah memiliki pakaian laki-laki yang memang dikhususkan untuk Jevian. Ruang khusus pakaian miliknya pun diperluas lagi, karena tidak muat.

"Besok berangkat sama gue, mau?" tawar Jevian.

Jeva berdehem, "Tapi turunin di tempat biasa ya."

Mendengar itu, Jevian langsung memutar bola matanya malas. Ah ia lupa, hubungannya dengan Jeva kan belum ada yang tahu kecuali sahabatnya dan sahabat Jeva.

"Iya deh, lagian kapan sih mau dipublik?" tanya Jevian.

Jeva mengedikkan bahunya acuh. Jika ia rencanakan pun tidak pasti akan terjadi saat itu. Bisa saja hubungannya dengan Jevian malah ketahuan dahulu.

Makanya Jeva memilih tidak menjawab. Lagi pula ia yakin, cepat atau lambat mereka akan tahu ada hubungan apa Jeva dan Jevian.

"Nanti juga pada tau."







Tbc

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang