37

961 34 0
                                    

"Nape lo bengong?"

Arham tersadar dari lamunannya ia menatap Jeva yang kini tengah menyeringai kemudian menatap Rora yang menatapnya dengan tatapan bingung.

Arham menatap Jeva sambil menggerakkan bibirnya seolah mengatakan jangan lakuin itu.

Jeva sendiri nampak tersenyum penuh kemenangan melihat raut wajah Arham yang nampak ketakutan.

"Emang kenapa? Nanas aja gak masalah," ucap Jeva.

Rora mengernyit bingung.

"Nanas siapa? Buah?"

Jeva hampir tergelak mendengar ucapan  Rora yang polos. Saking polosnya ia ingin menampol wajah Rora itu.

"Lah lawak."

Rora mengernyit tak suka. Ia menatap Jeva dengan tatapan marah. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum miring.

"Kan aku nanya!"

"Yang bilang lo ngejawab siapa?"

"Kamu ngeselin ya! Al, kamu putusin aja cewek ngeselin itu! Dia gak pantes buat kamu."

Jeva tertawa, tidak pantas katanya?

"Gak kebalik? Hello Rora, bahkan mantan Zein aja masih mending dari pada lo."

Rora menggertakkan giginya marah. Dia mengeratkan pegangan tangannya pada Arham yang terdiam melihat drama di depannya.

"Rora yang lebih pantas buat Al!"

"Zein, lo dapet ni telon dimana?"

Arham mengernyit kala mendengar ucapan Jeva yang mengatakan bahwa Rora adalah cewek cabe yang sering di sebut telon.

"Jaga ucapan lo Je," peringat Arham.

"Ah udahlah, males banget ladenin lo berdua. Mending kalian pergi deh! Gak takut telat?"

Rora kesal, namun tak urung menarik lengan Arham untuk meninggalkan gadis itu, sedangkan Jeva sendiri hanya menatap mereka dengan tatapan acuh.

Jeva menghela napas, niatnya untuk menghilangkan rasa badmoodnya malah ditambah badmood karena ulah Rora.

Sebenarnya Jeva gedeg melihat cewek itu yang menyebalkan. Bahkan ia sering kali menyebut gadis itu dengan sebutan cewek polos-polos bangsat.

Jeva menerawang masa lalu yang selalu membuatnya merasa rindu pada seseorang. Seseorang yang sampai saat ini belum bisa ia lupakan.

Awal masuknya para murid baru di SMA Juanda, membuat sekolah itu diramaikan oleh beberapa siswa maupun siswi yang akan menjadi murid disana.

Seorang gadis nampak tersenyum lebar kala melihat banyaknya orang tengah berbondong-bondong mendekati tempat pendaftaran.

Gadis itu tidak beranjak dari tempat duduknya, ia tidak khawatir jika nanti akan mendaftar yang paling terakhir. Atau bahkan sampai tidak bisa masuk di sekolah ini.

Sekolah yang akan ia tempati adalah sekolah yang memiliki julukan sekolah tersulit untuk mendaftar di sekolah tersebut. Bahkan tidak semua orang bisa masuk ke sekolah ini.

SMA Juanda sedari dulu memang merekrut siswa siswi yang berprestasi dan berbakat.

Tidak peduli ekonomi mereka seperti apa, yang terpenting apa yang bisa membuat mereka terdaftar di SMA Juanda.

Di SMA Juanda memang banyak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, tapi kasus pembullyan masih sering menjadi perbincangan orang-orang luar tentang sekolah ini.

Motto murid di sana adalah 'bersaing atau kalah, menang atau terdepak'

Disana memang selalu terjadi perdebatan dan pembullyan. Jika tidak bisa bersaing secara fisik, maka mereka harus bersaing dengan kecerdasan yang mereka miliki.

Bahkan terkadang, ekonomi selalu menjadi alasan utama murid-murid kurang mampu menjadi bahan bullyan siswi dari kalangan orang kaya.

Tak heran pula banyak anak-anak sekolah ini yang berandal, tapi kecerdasan mereka menutupi sifat buruk tersebut.

Beralih pada gadis yang kini tengah menatap kerumunan yang dibuat oleh para siswi baru maupun siswi lama.

Ia merasa penasaran, dengan segera ia menghampiri kerumunan tersebut. Ia menutup mulutnya terkejut.

Dia tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi sekarang ini, dia tersenyum senang.

Gadis itu memantapkan hatinya agar tidak merasa gugup, ia juga sudah berniat akan menemui laki-laki itu ketika kerumunan itu sudah bubar.

"Hai?"

Ya, setelah menunggu 10 menit akhirnya kerumunan yang tadinya ramai sudah tak ada lagi siswi yang mengerubungi seseorang.

Orang itu menaikkan satu alisnya seolah bertanya pada si gadis. "Hm?"

Gadis itu membulatkan mulutnya merasa terkejut namun kemudian memasang senyuman manis.

Seolah sikapnya tadi hanya kepura-puraan saja. Dia kemudian menyodorkan tangannya pada si laki-laki.

"Hai, kenalin gue Jevanie Nadeera Lalubis. Panggil aja Jeje cantik."

Laki-laki itu tidak menjawab, kemudian memilih pergi meninggalkan gadis itu.

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang