42

974 42 0
                                    

Karena kejadian kemarin, Abdul selaku pelaku yang menyebabkan guru killer SMA sebelah itu emosi pun harus mendapat hukuman.

"Ini toilet dari kapan gak dibersihin sih? Kotor banget," oceh Abdul.

Ya, cowok itu dihukum membersihkan toilet SMA sebelah. Tentunya ditemani anak 11 Mipa 4. Mereka tidak tega melihat Abdul dihukum di SMA sebelah sendirian.

Pasti cowok itu akan merasa malu kesana sendiri karena mulut murid SMA sebelah itu pedes dan ceweknya suka nyinyir.

Perlombaan kali ini adalah dance dan voli, jadi kelas mereka yang ikut mengantar Abdul hanya Jeva, Reza, Jay, dan Abdi. Karena yang lain ada yang ikut voli dan dance dan yang tidak ikut ada yang membantu mereka ketika mereka membutuhkan sesuatu.

Jeva sendiri tentu hapal letak sekolah SMA sebelah ini, karena ia dulu sering kesini bersama dengan Jevian. Tapi karena cowok itu pindah sekolah, ia jadi jarang kesini lagi.

"Udah si jangan ngoceh terus, mending lo bersihin dah tu yang kotor biar kita bisa cepet balik," ujar Jeva pada Abdul.

Dulu saat Jevian masih bersekolah disini, ia selalu bercerita pada Jeva kalau toilet sekolahnya kotor dan itu membuat Jevian malas ke toilet.

Dan sekarang Jeva bisa melihat secara langsung toilet yang dimaksud oleh Jevian, benar-benar sangat kotor. Makanya cowok itu tidak pernah ke toilet karena hal ini.

Jeva jadi menyesal karena pernah mengomeli Jevian yang membeli sebuah rumah untuk dijadikan tongkrongan untuk teman-temannya. Selain untuk tongkrongan, rumah itupun kerap kali menjadi toilet untuk Jevian yang tak pernah ke toilet sekolah karena kotor.

"Sumpah deh Je, gue nyerah kalo gini. Mana bau banget lagi," ucap Abdul sambil menutup hidungnya.

Jeva menghela napas, memang benar sih toiletnya kotor dan bau. Dia jadi merasa kasihan pada teman sekelasnya itu.

"Nyewa jasa kebersihan aja, atau ga yang biasa bersihin sekolah. Lagi pula kayaknya ni toilet udah ga kepake," ujar Jeva.

Abdul yang mendengar itu nampak kesal. Jika benar ucapan Jeva bahwa toilet ini sudah tidak terpakai, ia akan mengajukan protes pada guru killer itu.

Persetan akan ketakutannya, keadilan untuk dirinya lebih penting.

"Cabut," ujar Jeva.

Mereka akhirnya keluar dari toilet itu, Jeva yang melihat beberapa siswa maupun siswi yang bersliweran pun langsung bertanya.

"Eh lo si pirang, sini!"

Gadis yang dipanggil si pirang pun langsung mendekat dengan kerutan di dahi yang terlihat jelas menunjukkan dirinya tengah bingung.

"Iya kenapa?" tanyanya sambil melihat seragam yang Jeva dan temannya gunakan berbeda dengan miliknya.

"Lo tau toilet ini masih dipake apa ga?"

Gadis itu menoleh ke arah jari telunjuk Jeva mengarah. Gadis itu sontak menggeleng.

"Engga, rencananya mau dibersihin minggu depan sekalian kebersihan sekolah. Lagipula toilet kotor gitu mana ada yang mau pake?"

Jeva mengangguk.

"Oke thanks, btw pak Bejo mana?" tanya Jeva.

Fyi Bejo ini adalah tukang kebersihan di sekolah ini, Jeva tentu kenal karena Jevian kerap kali menyapa laki-laki paruh baya itu ketika bersamanya.

Bahkan pak Bejo juga sudah akrab dengan Jeva, sisi ceria dan ramah pak Bejo membuat keduanya mudah akrab.

"Pak Bejo lagi kasih makan Angel kayaknya."

Jeva mengangguk kemudian mengucapkan terima kasih sekali lagi pada gadis itu sebelum dirinya berlalu.

"Pak Bejo tukang kebersihan disini?" tanya Jay pada Jeva.

Jeva mengangguk sebagai jawaban. Pasti teman-temannya mengenal pak Bejo karena laki-laki paruh baya itu sering kali menjadi ceng-cengan mereka dan anak sekolah ini.

"Pulang aja Je, males gue disini. Udah capek-capek, nahan bau eh malah dibohongin. Ngeselin banget tuh guru, awas aja kalo ketemu gue," ucap Abdul.

Jeva menggeleng kecil melihat tingkah temannya yang satu itu, sungguh sangat tidak sopan temannya itu pada guru killer sma ini.

"Oh ya Ja, lo duluan aja. Anak-anak udah chat gue nyuruh lo balik duluan, katanya mereka butuh ketua mereka disana," ujar Jay.

Reza menatap Abdul dan Jeva dengan tatapan tak enak hati. Terutama pada Jeva. Tadi ia yang menbonceng Jeva kesini, kalau ia kembali bagaimana dengan Jeva?

Masih ingat kan tentang Reza yang selalu menepati janjinya dan bertanggung jawab. Meskipun dia tidak berjanji tapi ia sudah membawa Jeva kesini bersamanya, jadi ia memiliki tanggung jawab untuk mengantar Jeva ke sekolah bersamanya juga.

NB: capter 25 kalau lupa.

"Udah Ja lo duluan aja, gue ntar bisa balik sama mereka berdua, lagian anak kelas juga butuh lo. Masalah Abdul, nanti gue selesain, tenang aja lo jangan khawatir. Udah sono, balik," ujar Jeva.

Reza menghembuskan napas perlahan kemudian menatap manik mata Jeva yang tenang.

Reza tersenyum tipis, dalam hati ia memuji ciptaan tuhan di depannya. Gadis di depannya yang sekarang menjadi pacarnya terlihat sangat cantik.

Tangan Reza terulur mengusap pipi Jeva dengan lembut, tersadar akan tingkahnya Reza langsung menurunkan tangannya.

"Sorry, gue duluan."

Jeva terkekeh kecil.

"Dasar cowok, gitu aja salting," cibir Jeva.

Jay mendelik tak suka dengan ucapan Jeva barusan. Gitu aja? Gitu aja katanya? Untuk seorang cowok yang naksir pada perempuan, meskipun hal sekecil apapun yang ia lakukan pasti dia akan merasa salting.

"Terus, salting yang gimana menurut lo?" ketus Jay.

"Salting tuh ya.. pas lo bisa liat cewek lo berbadan dua, itu namanya salting."

"Bunting bego. Itu bunting bukan salting!  Anjing banget punya pacar gini amat," ucap Jay emosi.

Jeva terkekeh melihat raut wajah Jay yang nampak kesal, anak bungsu Mipa 4 ini memang lucu ketika kesal. Apalagi wajah baby facenya yang menambah kadar kelucuan pada Jay.

"Ciee gue diakuin jadi pacar, padahal gue gak akuin lo jadi pacar gue. Malahan gue anggep lo sebagai babu," ucap Jeva tanpa dosa.

Jay mengelus dada sabar.

Berbeda dengan keduanya yang cekcok, Abdul menatap miris keduanya. Dalam hati ia mengasihani dirinya yang jomblo akut.

"Sabar Dul, jodoh lo lagi otw."

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang