40

1.1K 37 1
                                    

Setelah lomba futsal, lomba selanjutnya adalah beladiri. Jeva dengan antusias menonton sang pacar yang akan mengikuti lomba tersebut.

Jeva terdiam kala melihat sang mantan yang ternyata ikut lomba ini. Dia melihat kedua laki-laki itu tengah bertatapan sengit.

Sudah ia duga. Jevian memang tidak menyukai Revin karena lelaki itu kerap kali meminta padanya untuk mengijinkan Jeva bertemu dengan Revin.

Revin sendiri tidak suka dengan Jevian karena laki-laki itu berhasil membuat Jeva mempertahankan laki-laki yang sialnya lebih segalanya dari dirinya.

"Wah, liat Je. Mantan sama pacar lo mau gelut tuh," bisik Joya pada Jeva.

Jeva tidak menanggapi, ia menatap serius ke arah keduanya yang tengah beradu pandang.

"Itu abang lo?"

Reza langsung menoleh lalu mengangguk. Joya melihat interaksi itu pun tekekeh geli. Dalam hati ia berkata 'mantanku kakak pacarku.'

Jujur saja ia merasa lucu jika Reza sampai tahu kalau Jeva kini adalah mantan sang kakak yang selalu diceritakan padanya.

Ah dia jadi membayangkan ekspresi Reza saat mengetahui hal itu. Apalagi Reza dan Jeva memang sudah dekat sejak kelas 10, pasti lucu saat melihat keduanya berada di situasi canggung.

"Lo kenal abang gue?"

Jeva menoleh, menatap Reza yang juga tengah menatapnya.

"Siapa yang gak kenal ketua basket SMA Bintang?" jawabnya sambil tersenyum manis.

Ralat, jika dilihat dari sisi Joya. Jeva kini tengah tersenyum miring sambil menatap Revin dan Jevian yang sudah bergulat.

Detik berikutnya Jeva tersenyum senang saat melihat Revin terbaring di matras.

Revin, sekuat apapun dia melawan Jevian, ia tidak akan bisa. Begitupun perjuangannya yang selalu gagal mendapatkan Jeva kembali.

Karena nyatanya, Revin bukanlah sosok yang harus 'ada' di kehidupan Jeva.

"Abang lo kuat juga." bahkan saat dia jatuh berkali-kali hanya karena gue, lanjutnya dalam hati.

Reza tersenyum tipis menanggapi pujian yang terlontar dari bibir Jeva untuk abangnya. Jujur saja ia juga merasa kagum pada Revin.

Jeva melirik ke arah Reza yang tengah menatap kagum Revin. Dari segi manapun keduanya mirip. Yang membedakan adalah sifat mereka.

Jika Revin kebanyakan diam dan cuek, tapi Reza kebalikannya. Reza lebih ramah pada orang lain, juga sifat cowok itu yang kadang gila. Berbeda dengan Revin yang kalem.

"Abang lo ganteng juga," ucap Jeva jujur.

Joya tersedak air liurnya sendiri. Apa yang baru saja ia dengar? Jeva memuji mantannya itu?

Wah wah, suatu penghargaan bagi Jeva karena memuji sang mantan. Jeva ini tipe cewek yang gak suka memuji mantan.

Kalau memuji cowok tampan ya sering, tapi bukan berarti mantannya tidak tampan. Hanya saja ia terlalu enggan memuji.

"Gantengan juga gue," celetuk Jay.

Jeva menaikkan satu alisnya menatap Jay yang tengah menata rambutnya sambil menatap Jeva dengan tatapan sok gantengnya.

"Si bungsu terlalu pede," cibir Jeva.

"Wah ngeledek lo, inget umur Je. Lo ini udah punya 36 anak, jangan mandang gue jelek," ujar Jay.

Jeva bergedik jijik.

"Apa hubungannya??"

"Iya nih, gak jelas lo," kompor Joya.

Jay memasang wajah tersakiti, ia menatap Jeva dengan tatapan sedih.

"Jahat banget lo berdua.." lirihnya.

Joya langsung menampol wajah Jay saking gemasnya. Ya, gemas untuk menampol wajah cowok itu.

"Anj--"

"Mulut lo bego."

Jay menahan napas melihat Jeva yang tengah melotot garang. Ya tuhan, dia salah lagi. Padahal dia keceplosan, sumpah!

Reza tertawa kecil melihat wajah Jay yang ketakutan. Cowok itu meskipun ceplas ceplos tapi sering di marahi Jeva kalau dia berkata kasar.

Alasannya lucu. Jay masih kecil, jadi anak kecil tidak boleh berkata kasar.

Padahal, badan Jay itu gede. Bahkan ia lebih tinggi dari Jeva yang hanya sedada Jay. Tapi karena umur Jay yang paling muda di kelas, ia selalu disebut sebagai anak kecil oleh anak sekelasnya.

"PANGGILAN UNTUK JEVANIE PALING KECE BADAI! HARAP KE LAPANGAN BASKET SEGERA!"

Jeva memutar bola matanya malas. Itu pasti suara Ayunda Gifani, teman eskul basketnya.

Bagaimana Jeva tahu? Iya lah. Suara Ayunda itu cempreng bahkan suaranya kerap kali membuat gendang telinga Jeva rasanya sakit.

"Udah sono," usir Jay.

Jeva melirik sinis.

"Awas lo Jaylani."

Mampus!

♢♢♢♢

Setelah beberapa pertandingan terlewati, kini tinggal babak final antara basket putra dan putri dari SMA Juanda bertanding dengan SMA tetangga dan SMA Bintang.

Basket putra dan putri akan bergabung menjadi satu tim. Mereka dipilih yang hebat dalam skill bermain basket, karena Jeva merupakan ketua tim basket putri, ia diikut sertakan.

Jevian pacarnya pun ikut dalam pertandingan ini.

Untuk lawan pertama mereka adalah anak SMA sebelah yang merupakan sekolah lama Jevian. Tentunya yang akan menjadi lawan mereka adalah Dicko dkk karena ia termasuk salah satu anggota inti basket.

Jeva menjadi tidak sabar untuk meminta hadiah pada Dicko saat ia menang nanti. Lihat saja, ia akan mengalahkan Dicko.

"Jadi gimana? Udah pas semua kan?" tanya Fathur selaku wakil kapten basket SMA Juanda.

Anggota basket itu pun mengangguk, Fathur sendiri tersenyum puas melihat kinerja teman-temannya yang kebanyakan disiplin dan gercep.

Memang yang menjadi ketua basket sekarang adalah Fathur, karena Bima sendiri ingin melihat calon penggantinya itu dalam memimpin tim.

"Rencana udah di diskusiin beberapa hari lalu sebelum lomba dilaksanakan, jadi kalo emang keadaan gak memungkinkan, kalian boleh pake rencana kalian sendiri tapi harus tetap mengacu pada pertandingan, bukan malah ke yang lain-lain. Sampai disini paham? Apa ada yang akan ditanyakan?"

Jeva langsung mengangkat tangannya tinggi kemudian menjawab saat laki-laki yang sudah menjelaskan pun menoleh.

"Sorry sebelumnya kalo pertanyaan gue kesannya agak menyinggung, gue cuma mau nanya. Kalo kita pake cara kita sendiri, bukan gak mungkin akan mengacu pada hal-hal lain, contohnya pertengkaran antara pihak lawan dan pihak kita?"

Fathur selaku wakil kapten pun terdiam memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Sekolah sebelah memang terkadang membuat ulah, namun tidak sampai menimbulkan pertengkaran.

"Gak akan jadi masalah, fokus utama pertandingan adalah sportifitas. Mau dipancing gimana pun kita, gak akan ngaruh kalo kita mainnya sportif, menang engganya tergantung usaha kita. Jadi, harus fokus dan tetep semangat jangan lengah."

Jeva melirik Jevian yang baru saja menjelaskan dengan wajah serius. Jeva sudah pernah melihat wajah serius cowok itu ketika menyangkut hal yang penting.

Jeva akhirnya mengiyakan ucapan Jevian dan tak berkata apapun lagi. Lagipula cowok itu pernah menjadi ketua basket SMA sebelah, pasti ia lebih tahu teman-teman basket dari sma sebelah.

"Oke, masalah udah clear. Kita langsung ke lapangan aja, bentar lagi pertandingan dimulai," instruksi Fathur pada teman-temannya.

2J [Jeva dan Jevian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang