"Halo Var?"
"Halo. Bagaimana perkembangannya?"
"Dari yang aku liat, anak itu tumbuh dan berkembang dengan baik, apalagi dia banyak dilindungi oleh orang sekitarnya."
"Yah aku memberikan tanggung jawab pada orang yang tepat. Apa ada keanehan atau mereka membutuhkan sesuatu?"
"Aku merasa sedikit aneh Var, tapi akhir-akhir ini aku melihat ada yang berbeda. Ada satu orang remaja laki-laki sepantaran dengan gadis itu. Terkadang laki-laki itu berkunjung ke rumahnya, dia juga sangat dekat dengan si kecil. Kebetulan laki-laki itu muridku juga."
"Kamu mengenal siapa dia? Apa mungkin dia temen dekatnya, bukankah yang kamu bilang temen deketnya hanya seorang gadis biasa."
"Iya Var, aku masih berusaha mencari informasi lain, ini sedikit susah. Bahkan orang terdekatnya tidak mengetahui hubungan keduanya."
"Oke aku tunggu. Terus awasi mereka,jangan sampai ada yang terluka. Terimah kasih Eli."
*****
"Via?"
"Via dikamar Ami." Harum yang tak melihat keberadaan gadis kesayangannya di ruang tamu, segera melangkah menuju kamar saat mendengar seruan Via.
Dengan puding coklat kesukaan Via di tangannya karena gadis kecil itu sangat menginginkannya sejak tadi. "Katanya minta puding, nih pudingnya."
"Iya bentar dulu." Harum mengernyit heran saat melihat Via mencari sesuatu di dalam tas sekolahnya.
Beberapa detik kemudian Via berseru senang saat menemukan barang yang ia cari, segera ia menghampiri Aminya, "Ini Ami. Tadi di kelas semuanya disuru menggambar pemandangan, terus Via dapet nilai yang paling besar. Katanya suruh minta tanda tangan Ami di gambar Via."
Harum tersenyum kecil, "Kamu makan dulu pudingnya, biar Ami liat itu." Mereka saling bertukar barang. Via mengambil piring kecil berisikan pudingnya, sedangkan Harum menerima buku gambar dari tangan Via.
Via langsung duduk di pinggir kasur menikmati cemilan kesukaannya.
Harum membuka lembaran kertas gambar itu, meskipun gambar anak SD masih terbilang belum sempurna tapi Via setidaknya selalu mendapatkan nilai baik. Dengan segera Harum mengambil bolpoin, memberi tanda tangan pada gambar yang tadi Via buat.
"Ami Pudingnya enak," ucap Via sambil mengacungkan jempolnya.
"Makasih cantik."
Harum yang akan memasukkan buku gambar Via ke dalam tas kecilnya, sekilas melihat coretan di bagian belakang buku itu. Timbul rasa penasaran Harum langsung membuka lebar buku gambarnya dan menampilkan beberapa tulisan dari alat tulis warna-warni.
Tapi bukan itu yang membuat Harum terkejut, melainkan kata-kata yang tertulis membuatnya menegang.
'Kangen Bunda. Bunda dimana?'
Selama ini ia berpikir mungkin Via akan cepat melupakan kejadian malam itu dengan berangsurnya Via yang mudah terbuka dengannya. Apa mungkin selama ini anak itu memendamnya sendiri?
Harum segera mendekati Via, ia memegang kedua lengan Via seketika, "Via?Liat Ami."
Via yang terkejut karena aksi tiba-tiba Aminya langsung mendongak.
"Ingat. Ami mau bertanya kamu harus jawab dengan jujur, kamu tau kan Ami gak suka Via berbohong." Via masih diam dan menganggukkan kepala mengerti.
Harum menghela napas pelan, ia masih ragu takut menanyakan ini membuat Via menjadi mengingat kembali masa kelam itu. "A-apa kamu ingat kenapa kamu ada disini?" perkataan Harum terdengar lirih.
Via masih terdiam menatap Aminya, meskipun ia hanya bocah kelas satu SD tapi ia sudah tahu hal apa yang dimaksud oleh Aminya.
Gadis kecil itu menunduk dan menjawab dengan suara kecilnya, "Via ingat."
Ternyata Via ingat bagaimana ia bisa ada disini, meskipun saat itu ia masih berusia tiga tahun, sedikit potongan-potongan kejadian selalu menghantuinya sesekali.
Mendengar jawaban Via tentunya membuat Harum menahan napas sesaat, inilah yang ia takutkan, Via masih sangat muda sudah cukup dengan masalah hidup yang menimpa bocah kecil itu. Harum takut membuat Via trauma dengan semua hal kelam yang diingatnya.
Kembali suara Via terdengar dengan nada sedih, "Tapi...Via gak ingat sama...wajah Bunda. Hikss...Via juga gak inget nama Bunda hikss..." Harum langsung mendekap erat Via yang sudah mulai menangis.
Harum tak sanggup melihat ini, bahkan air matanya sejak tadi ikut mengalir tapi langsung ia usap agar bisa menguatkan Via. "Ssstt...udah Via tenang ya, jangan khawatir. Gapapa Via gak inget siapa Bunda Via, nanti lama-kelamaan Via pasti inget lagi. Terus Via gak boleh sedih terus, Via kan ada Ami, ada Bu Ira, ada Abang Raden yang sayang sama Via. Di sini kami bakal ada untuk Via selalu. Via harus bersukur ya sama Allah."
Via semakin menangis dan mengeratkan pelukan hangat Aminya. Hati Harum tercubit, ini pertama kalinya mendengar tangisan Via yang sangat pilu.
Setelah beberapa menit tangisan itu mereda,Via melepaskan pelukannya dan menatap Aminya. "Boleh Via tanya?"
Harum mengelus sisa air mata pada wajah cantik Via, "Tanya apa manis?"
"Bunda bakal kembali kan?" Pertanyaan itu membuat Harum terdiam seketika
*****
Sepertinya masalah lain akan hadir selain permasalahn mengenai romansa Harum
Yang pasti semua akan terbongkar pada masanya :)
Para readers yang baik jangan lupa bintang kecilnya yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
SALAH RASA (TAMAT)
Teen Fiction"Gue bakal sering dateng kesini, dan lo harus menerima gue dengan tangan terbuka. Anggap aja ini pelarian gue saat gue gak bisa sama dia,saat dia lagi sibuk dan saat gue lagi bosen. Itu syarat dari gue,dan gak bisa ditoleransi dengan apapun." "Jang...