51. Jangan Lagi!?

389 9 0
                                    

Sudah dua hari, Harum absen tak masuk sekolah dengan alasan sakit meskipun kenyataannya dia hanya perlu memulihkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari, Harum absen tak masuk sekolah dengan alasan sakit meskipun kenyataannya dia hanya perlu memulihkan diri. Harum masih belum berani keluar dengan kondisinya ini, bahkan yang mengantar dan menjemput Via sekolah adalah Bu Ira. Bu Ira pun sangat memaklumi, apalagi setelah Harum menceritakan semua mengenai Ayahnya secara perlahan-lahan.

Harum juga merasa bersalah pada Via, setiap harinya gadis kecil itu selalu menangis melihat Harum yang jarang bicara. Helaan napas kasar tedengar dari mulut gadis yang sedang berbaring dengan menatap atap kamarnya.

"Aku lemah, tapi kalian selalu bilang kalau aku kuat. Apa aku bisa?"

Harum berpikir dia tidak bisa terus seperti ini, apalagi dia tidak sendiri masih ada Via gadis kecil yang membutuhkannya.

Harum harus bangkit, biar ia kubur pendam rasa sakitnya untuk sementara, Harum harus bisa maju untuk kedepannya. Masih banyak rintangan yang ia lalui, jika nanti dirinya diberi kesempatan ia akan berjanji untuk pergi ke tampat terakhir Ayahnya disemayamkan.

Harum juga berjanji ia tidak akan membawa Via kepada siapapun, karena Via adalah permata terakhirnya.

Tok!Tok!Tok!

Harum tersentak mendengar ketukan pintu, ia terbangun dan melihat jam menujukkan pukul 10.15. Masih bisa dibilang pagi, siapa kira-kira yang berkunjung ke rumahnya di jam kantor seperti ini.

Dengan perasaan bimbang gadis itu melangkah, entah mengapa ia berpikir itu Langga sedikit saja harapan pria itu mengkhawatirkannya meskipun rasanya sangat mustahil.

Menarik napas dan mengeluarkannya perlahan, gadis itu mulai membuka pintu dari dalam.

Harum terdiam melihat sosok wanita cantik berdiri di hadapannya dengan raut wajah sendu.

Harum mengenalnya, dan sangat merindukannya.

"Tan-te Vara?"

Wanita itu mengangguk semangat, langsung saja Harum memeluknya erat yang dibalas tak kalah erat oleh sang wanita yang dipanggilnya 'Tante Vara'.

Sudah bertahun-tahun tak melihat sosok itu bahkan saat kematian Ibunya Tante Vara tak berkunjung, sedikit kecewa tapi ia akan menerima apapun alasannya nanti.

Tante Vara merupakan sahabat baik mendiang Ibunya, bahkan setelah sama-sama menikah mereka tetap menjalani hubungan komunikasi. Terkadang juga Tante Vara beserta suaminya akan selalu datang berkunjung ke rumahnya dulu dengan membawa oleh-oleh untuk Harum.

Sedikit banyak Harum tahu kenapa Tante Vara melakukan itu, karena wanita itu belum dikaruniai seorang anak selama pernikahannya beberapa tahun. Harum menerima, dia sangat senang dengan kebaikan dan ketulusan seorang Tante Vara.

Namun tiba-tiba ujian datang pada kehidupan Tante Vara, karena saat itu Harum masih tak tahu tentang apa-apa, yang ia ketahui hanya Tante Vara akan bercerai dengan suaminya.

Entah apa alasannya, yang pasti saat Harum kelulusan SD wanita itu tiba-tiba pergi menghilang. Tak ada kabar maupun pesan-pesan, padahal Harum sangat membutuhhkan Tante Vara karena pada saat itu bertepatan dengan divonisnya Ibu Harum mengalami lupus.

*****

Kedua wanita berbeda usia itu sedang duduk merapat, lebih tepatnya Harum yang selalu ingin dekat dengan Tante Vara. Bahkan gadis itu sudah bersandar di pundak wanita itu dengan nyaman, rasanya sudah lama tak merasakan kasih sayang seorang Ibu. Kedatangan wanita itu seakan mampu membuat Harum sedikit tenang dengan semua masalah yang ada.

Terkadanag mereka berbincang saling menanyakan kabar satu sama lain. Sedangkan di lain sisi Tante Vara sendiri merasa bahagisa sekaligus sedih.

Bahagia karena Harum tumbuh dengan baik sampai saat ini dan sedih karena ia tahu tidak ada sosok dewasa yang menjaga Harum selama ini.

"Tan? Tante tahu kan kalau Ibu sudah meninggal?" tanya Harum dengan nada lirihnya, ia masih belum siap memberitahu kematian Ayahnya.

"I-iya Tante Vara tau."

"Terus kenapa Tante gak datang? Tante malah pergi menghilang."

Tiba-tiba Tante Vara merasa gelisah, lama-kelamaan semua rahasia akan terbongkar dengan berjalannya waktu. "Maaf tante minta maaf, apa kamu mau denger penjelasan Tante?"

Harum pun mendongak ia menatap Tantenya seraya menggenggam erat tangan wanita itu, "Harum sudah dewasa, Harum akan mendengar semua penjelasan Tante Vara."

Tante Vara semakin dibuat gugup, mata wanita itu bergerak gelisah seakan mencari sesuatu, "Boleh Tante bertemu seseorang terlebih dahulu?"

Harum mengernyit heran, "Maksud Tante siapa?"

Terdengar tarikan napas pelan sebelum akhirnya Vara membuka suara, "Vi-Via dimana?"

Harum diam membisu mendengar pertanyaan Tante Vara, ia dibuat bingung kenapa bisa wanita itu mengetahui tentang Via?

"Kok Tante bisa ta_" ucapannya berhenti saat tiba-tiba satu kemungkinan memenuhi isi kepalanya, "A-apa Tante?"

Tante Vara mengangguk pelan mengetahui pikiran Harum, "Tan-te Bundanya Via, Tantelah yang melahirkannya."

Harum menutup mulut dengan satu tangannya mengetahui fakta yang sangat mengejutkan. Tak menyangka selama ini dia mengasuh anak dari sahabat mendiang Ibunya, rasa kecewa semakin mendalam tapi di sudut pandang yang berbeda dirinya merasa senang ternyata Tante Vara sudah dikaruniai seorang anak.

Harum mencoba tenang dan menghembuskan napas pelan, "Bisa Tante jelaskan?"

Tante Vara menelan ludah susah payah, wanita itu menggenggam tangan Harum erat seakan takut gadis itu kabur. "Tante ingin mengatakan satu fakta lagi, tapi Tante mohon kamu dengarkan penjelasan Tante setelahnya."

Harum menatap heran raut wajah Tante Vara jelas merasa gelisah, "Kenapa?"

"Dia...Via ad-adalah adik kamu." Mata Tante Vara berkaca-kaca yang membuat Harum semakin bingung.

"Harum memang sudah menganggap dia adik Harum bahkan lebih, karena dia anak Tante kan?"

Tante Vara menggeleng keras bersamaan aliran matanya terjatuh, "Dia anak Tante dan Ayah kamu, Vianka Faris."

Seakan terdengar suara guntur di pagi yang cerah sampai membuat jantung Harum berdetak kencang.

Anak Tante dan Ayah kamu.

Anak Tante dan Ayah kamu.

Anak Tante dan Ayah kamu.

Kalimat itu terus terngiang membuat Harum melepas paksa genggaman mereka. Tante Vara semakin kalut dengan reaksi Harum, baru saja ia ingin menggapai lagi Harum sudah menggeser duduknya menjauh. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SALAH RASA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang