/cê·rang/
tempat dalam rimba yang sudah ditebang pohon-pohonnya (seperti bekas ladang)***
Just because you take breaks doesn't mean you're broken.
― Curtis Tyrone Jones
***
It was a huge mistake.
Malam Fira dibuka dengan tarikan napas panjang. Ujian telah usai. Ia hanya perlu menghubungi ayahnya untuk meminta izin. Ia benar-benar tak sanggup pulang. Bahkan, dengan meminta bantuan Dimas, Fira takkan sempat mengumpulkan uang untuk semester berikutnya. Lagipula, ia sudah berjanji dengan Pak Mirza, petugas laboratorium kampus yang sempat berselisih dengannya, untuk membantu selama liburan. Ada proyek terbaru yang cukup berantakan dan Fira perlu datang setiap hari untuk membersihkan sampel-sampel yang telah diuji.
Tombol telepon ditekan. Dering bergema. Fira menahan napas.
Suara di seberang telepon bertanya, "Kapan pulang?"
Fira menelan ludah.
"Maaf, Yah, uang Fira habis."
Senyap.
"KURANG AJAR YA KAMU! AYAH UDAH TUA NGGAK DISAMBANGIN SAMA SEKALI! NGAPAIN DI SANA? NGELONTE? ASIK-ASIKAN YA SAMA GEMERLAP KOTA?"
Fira bahkan tak berucap apapun. Ketidakmampuan Fira dalam mengelola uang dihajar dan dihantamkan ke tembok. Fira bahkan menjauhkan telepon dari telinga dan pekik ayahnya masih menusuk.
"KAMU BIKIN ORANGTUA JANTUNGAN. DIEM DI KOSAN! SHERLINA HARUS BENERAN JAGAIN KAMU!"
Telepon ditutup. Fira menghela napas.
Sherlina, sepupu Fira yang membuncah acapkali mendapatkan kesempatan untuk menindas Fira, ditempatkan di indekosnya. Fira tak mempermasalahkan omelan Sherlina. Yang ia khawatirkan adalah sepupunya yang menimbulkan risih pada penghuni indekos yang lain.
Benar saja. Tak sampai setengah jam, pintu kamar Fira diketuk keras. Fira hanya mengintip sedikit. Gema jeritan Sherlina menyambutnya.
"Hahaha, belum apa-apa lo udah ketahuan mau ngelonte ya?" Sherlina terbahak. "Sayang banget gue kerja di Bandung. Lo ga bisa kabur!"
Fira mempersilakan Sherlina masuk. Yang diundang menjatuhkan tas besar di lantai.
"Jijik banget ya harus naruh tas di lantai. Emang miskin, nyewa kamar yang cukup buat meja aja ga bisa."
Fira bungkam.
Sherlina duduk di kasur. Ia tersenyum puas.
"Seneng banget gue bisa sekamar lagi sama sepupu kesayangan gue yang kaya batu ini. Enak ya punya keset welcome di keluarga.
Alih-alih menyambar makian Sherlina, Fira bertanya, "Lo udah salat? Lo di jalan pas azan kan?"
Sherlina bangkit dan mendekat ke kamar mandi. Seketika, ia menjerit.
"Ga level banget berebut kamar mandi!" pekik Sherlina. "Jijik!"
Di tengah Sherlina yang ribut dengan kondisinya, Fira menghubungi Arina dan Marvin. Mereka dilarang medekat atau menghubungi Fira dalam hingga "agen keluarga"-nya lenyap. Mereka bersimpati, namun mereka tahu bahwa mereka takkan dapat mendekat lebih jauh.
"Gini amat hidup lo," sindir Sherlina. "Dasar miskin."
Fira hanya merapikan kasur. Ia menumpuk seluruh jaketnya, memasang beberapa kerudung langsung pakai, mengenakan beberapa pasangkaus kaki, dan berbaring di lantai.
"Nah gitu, ngalah." Sherlina duduk di kasur. "Tapi emang kamar lo ga banget ya. Bau banget. Ga ada aromatherapy banget. Pantesan stres mulu."
Fira menolak menggubris. Matanya terpejam dan ia terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/3] Prasamaya
ChickLitBuku pertama dari trilogi Wanantara. . Dalam Bahasa Sansekerta, Prasamaya berarti 'perjanjian'. Rata-rata manusia tersenyum pada dunia. Gelak tawa dan canda menggema di seluruh penjuru. Sayangnya, tawa itu hanya tampak dari luar. Jika ditilik lebih...