17. Selisih

343 38 0
                                    

/se·li·sih/
1. beda; kelainan
2. hal tidak sependapat (sehaluan dan sebagainya); pertentangan pendapat; pertikaian

***

It is not our differences that divide us. It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences.

― Audre Lorde

***

"APA?"

Jeritan itu menusuk telinga Fira. Ia sampai terhenti memasang sabuk pengaman. Di sebelahnya, Marvin merapalkan berbagai makian yang ia tahu.

Bukannya menenangkan kawannya, Fira menyindir, "Lo tau berapa bahasa, Vin? Tadi kayanya gue denger makian Bahasa Prancis, Spanyol, sama Jerman."

"Delapan," jawab Marvin. "Jangan mengalihkan perhatian dulu. Lo serius ngomong gitu ke Dimas?"

"Kak Dimas," ucap Fira.

"Jangan alihin pertanyaan gue!"

Fira tergelak. Ia menjelaskan, "Lo janji lebih dulu dari dia. Masa gue batalin yang lo, sih."

"Dimas tetep lebih berhak atas lo daripada gue, Fir. Gue serius."

"Kak Dimas."

"Bodo amat gue mau manggil dia apa. Dia aja ga tau."

Fira menghela napas. Marvin jelas geram atas keputusan Fira. Makan malam dengan keluarga Dimas jelas lebih penting dari menemani Marvin malam itu. Sayangnya, Fira tak suka membatalkan janji.

"Vin," mulai Fira. Suaranya rendah. "Lo lebih tau gue dari dia. Lo bahkan lebih bisa baca gue daripada Kak Dimas digabung sama keluarganya. Sekarang, lo minta gue ngebatalin janji lo dibanding ketemu keluarganya dia? Nggak, gue ga mau."

Marvin tak langsung menjawab. Ia menyalakan mobil dan menunggu hingga mobilnya keluar dari tempat parkir. Saat ia telah berkendara di jalan, ia baru menyahut, "Baru pertama kali ada temen gue yang milih gue dari orang lain."

Fira tersenyum kecil. Nasib Marvin tak jauh beda dengannya. Marvin berasal dari etnis yang dicap sebagai etnis jenius. Sayangnya, Marvin tak secerdas itu. Modalnya mengarungi samudera ilmu di ITH hanyalah rajin. Ia selalu dipenuhi rasa rendah diri karena jarang mengerti persoalan secepat itu. Dalam hal pergaulan, Marvin dan Fira sama-sama tak mudah membuka diri pada orang lain.

"Gue serius sahabatan sama lo, Vin. Lo penting buat gue. Kak Dimas nggak ngerti ini."

Marvin memberi jeda sebelum menjawab, "Siapa juga yang ngerti hubungan kita, Fir? Orang udah kemakan ucapan di cerita-cerita picisan tentang cowo dan cewe yang ga bisa bersahabat. Buktinya, setelah kenalan pas tahun pertama, ga ada cinta. Lo terlalu idealis, gue ngejar cewe-cewe yang matahin hati gue terus."

Fira tergelak.

"Lo sih, sukanya sama cewe cantik yang jatuh cinta sama orang sempurna lagi. Sekali-sekali ga usah fokus ke jodohlah, ke karier aja. Masih dua puluh dua gini."

"Fir, hidup itu sepi tanpa cinta," kilah Marvin.

"Kalau mindset lo kaya gitu, pantesan lo jones mulu. Lo gagal melihat celah kebahagiaan kalau ga ada cinta di dalamnya." Fira terhenti sejenak. "Lagian, lo bilang sendiri kalau cerita-cerita picisan bikin orang punya pikiran aneh-aneh. Lo juga jadi mikir gitu buat masalah jodoh."

Beku.

"Lo ga usah ngingetin gue lagi, Fir. Gue udah tau," salak Marvin.

Fira menggumamkan maaf. Marvin tak menjawab.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang