20. Prasamaya #2: Kancil

297 33 0
                                    

Halo.

Mohon maaf memberi author notes di atas cerita, tapi saya sedang mengerjakan Tugas Akhir. Doakan agar cepat selesai. Namun, sebagai gantinya, saya terpaksa menunda cerita ini dahulu.

Mohon maaf. Semoga kawan-kawan maklum. Terima kasih sudah menunggu!

***

/kan·cil/
1. binatang pemakan tanaman yang cepat larinya, berbadan langsing, kaki depan lebih pendek daripada kaki belakang, bulunya berwarna cokelat kemerah-merahan, jenis jantan bertaring, mencuat ke luar dari atas rahang (Tragulus javanicus)
2. tokoh utama binatang yang cerdik dalam cerita rakyat di Asia Tenggara
3. orang yang cerdik dan licik (banyak akal)

***

You will enrich your life immeasurably if you approach it with a sense of wonder and discovery, and always challenge yourself to try new things.

― Nate Berkus

***

Dimas melambaikan tangan.

Di tengah riuh rendah suara di kafe, kepala Fira terus berputar. Ruang semegah itu terlalu asing untuk pribadi sesederhana Fira, sehingga matanya tak menangkap tangan Dimas yang terus mengisyaratkan untuk mendekat.

Seketika, Dimas menunduk. Ia menggunakan kemeja coklat yang senada dengan interior kafe. Dalam hati, ia mengumpat. Fira yang tak terbiasa singgah di kafe bernuansa kayu takkan cepat menemukannya.

Untungnya, seorang pramusaji mendekat. Dimas meminta pramusaji itu untuk memanggil Fira. Setelah menunggu beberapa saat, Dimas masuk ke radar Fira.

Saat Fira mencapai meja, ia berujar, "Mohon maaf. Saya tidak tahu posisi Bapak."

Dimas menyahut, "Nggak usah kaku-kaku. Lagi ga di deket kampus juga."

Fira mengernyit, namun mulutnya terkunci rapat.

Saat Fira membuka laptop, Dimas menunjuk lokasi stopkontak. Fira mengangguk.

Beku.

Saat Fira tengah mempersiapkan laptop, Dimas mendongak. Lampu gantung di atas meja menjadi sasaran pandangnya.

"Kak Dimas," panggil Fira.

Mata Dimas bertemu pandang Fira.

Fira gagal menangkap bola mata Dimas yang membulat karena terperanjat. Ia hanya berujar, "Ada data yang kurang?"

Pelan, Dimas menghela napas.

"Nggak," sanggah Dimas, "tapi saya butuh banyak bantuan. Kerjain bareng aja."

"Masalah hasil lab kemarin?"

Dimas mengangguk.

Keduanya terlibat dalam percakapan mendalam. Pasalnya, alat menangkap data yang tak biasa. Dimas—yang tak turut serta dalam penelitian—tak melihat set up alat. Sayangnya, ilmu Fira tergolong cukup dangkal sehingga ia tak dapat menganalisis kesalahan seorang diri.

Fira menunjukkan foto alat kepada Dimas. Kala Dimas menatap foto itu, ia melihat bahwa ada prototipe lain di alat uji yang mereka gunakan.

"Siapa yang ngaturin kaya gini?" tanya Dimas.

"Nggak tau." Fira menunjuk prototipe lain yang berada di alat uji yang sama. "Yang itu ga boleh dilepas soalnya. Katanya sih punya orang luar yang ikut nguji di sana."

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang