57. Surut

147 15 0
                                        

/su.rut/
1. mundur; kembali (ke); balik (ke)
2. (makin) berkurang; reda (tentang nafsu dan sebagainya); susut
3. berkurang (tentang permukaan air sesudah pasang naik); turun

***

Life prepares you so that you are able to create your own happy ending.

— Jose Jose

***

Seketika, Fira berdiri. Ia melangkah menjauh dari Marvin, namun ia melangkah kembali.

"Gue ga kepikiran Dimas!" maki Fira. "Gue harus apa?"

Marvin menyeruput kopi. Tak ada jawab menguar dari mulut.

Fira duduk. Kepalanya tertunduk. Jemarinya diketukkan ke atas lutut.

"Bukannya lo emang udah janji mau udahan aja sama dia setelah lulus?" tanya Marvin. "Tenang aja kali?"

"Iya sih," aku Fira. "Gue nggak mempermasalahkan itu. Gue―gue kaget gue ga kepikiran Kak Dimas."

Marvin mengangkat bahu. "Lo sibuk. Dia ga penting buat lo. Mau gimana lagi?"

"Padahal gue kadang-kadang chatting sama mamanya!" ungkap Fira.

"Soalnya lo lebih mentingin mamanya Dimas ga ngebocorin ini ke orangtua lo daripada tentang hubungan lo sama Dimas." Marvin memejamkan mata. "Emangnya lo nggak ada komunikasi sama Dimas selama semester ini?"

"Semester lalu, iya. Semester ini, semuanya soal TA."

Fira menyerahkan ponselnya ke Marvin. Marvin memeriksa ruang obrolan Fira dan Dimas.

Marvin meringis. "Sinting. Bisa aja ada dinamika orang yang kaya gini."

Fira menghela napas. "Gue bingung harus ngeberesin ini kaya gimana."

"Maksud lo?"

"Apapun yang terjadi, ini bakal jadi masalah buat keluarga gue," keluh Fira.

"Gue ga bisa ngasih solusi apa-apa. Ini resiko pilihan lo buat ga lanjut sama Dimas."

"Gue diancem buat ga jatuh cinta dari awal!" seru Fira. "Gimana bisa gue ngebiarin diri gue sendiri jatuh hati sama cowo kaya gitu?"

Marvin menjelaskan, "Gue nggak bilang lo salah. Gue bilang ini resiko pilihan lo, apapun itu."

"Mana bisa gue nerima cowo yang dikit-dikit jalan-jalan atau main rumah-rumahan sama cewe lain?"

"Maksud lo?" tanya Marvin.

"Dia kan suka--'berpetualang' sama cewe lain," cicit Fira.

"Ah, itu maksud lo." Marvin mengangguk. "Sori sori, gue udah ga nyambung."

"Gue yang harusnya minta maaf." Fira tertawa. "Gue yang nyulik lo dari presentasi." Fira melirik ponsel Marvin. "Emangnya lo belum dipanggil lagi?"

"Harusnya belum." Marvin membuka ponsel dan memeriksa grup. "Nggak, ini masih ngomongin yang lain."

"Justru malah capek nunggu, ya, daripada presentasi."

"Emang. Idle lama kaya NPC. Untungnya nomor induk mahasiswa gue yang awal-awal."

"Beruntung lo," ungkap Fira.

Ponsel Marvin berbunyi. Keduanya melihat telepon masuk. Marvin berdiri dan mengangkat telepon.

Fira menatap jauh ke arah gedung jurusannya. Ia memang baru saja bersitatap dengan Dimas beberapa jam sebelumnya, namun status Dimas di hidupnya hanyalah dosen. Terlalu rumit bagi mereka untuk menganyam takdir jika tembok akademis tidak rubuh. Juga mereka yang tak menemukan ketertarikan sekalipun takdir memaksa mereka menyetarakan langkah.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang