30. Dera

234 27 0
                                    

Jika kawan-kawan butuh versi full Bahasa Indonesia, ada di bagian bawah, ya. Scroll langsung saja.

***

/dê·ra/
pukulan (dengan rotan, cemeti, dan sebagainya) sebagai hukuman

***

Be lost. Give up. Give in. In the end it would be better to surrender before you begin. Be lost. Be lost and then you will not care if you are ever found.

— Victoria Schwab

***

Lydia adalah sosok pertama yang berlari ke depan. Jantungnya berdebar. Angan-angannya melanglang bebas. Ia menyentuh daun pintu, membantingnya—

Mobil Arina bukan mobil mewah. Mobil itu hanya mobil sedan biasa.

"Why are you running?" tanya Arina.

Lyda berbalik. Arina tengah memapah Fira. Angan Lydia terlanjur tinggi setelah menggunakan parfum mahal itu. Ia menyangka Arina akan menggunakan barang super mewah. Ujung jarinya mengerut karena tak jadi menyentuh mobil mahal. Ia lupa tugasnya mengantar Fira dan Arina ke kampus.

"I—I don't know." Lydia mengerjap. "Probably sleepy."

Arina tak berkomentar. Akhirnya, ia memerintah, "Just hop on to the back seat."

Langkah Lydia terseok-seok kala ia membuka pintu mobil. Saat hendak masuk, matanya melekat pada boks besar di atas jok mobil.

"Is this your make up box?" tanya Lydia.

Arina mengangguk.

Lydia masuk. Kotak make-up Arina diturunkan ke dekat kakinya. Arina membaringkan Fira di jok belakang. Sang pemilik mobil duduk di jok depan sembari memeluk tas Fira.

"Ke kampus, ya, Pak," kata Arina.

Sepanjang jalan, pandang Lydia tak lepas dari kotak make-up Arina. Pikirnya meraung. Matanya tak lepas dari kotak itu. Apakah ada lipstik Chanel? Skincare Tacha? Eyeshadow Juvia's Place? Liquid lipstick Jeffree Star? Foundation Fenty Beauty? Concealer Tarte Shape Tape? Blush on

"Do you listen to me?"

Suara Arina membuyarkan imajinasi Lydia. Ia menggeleng.

Arina menggeleng. Ia berujar, "This is a relatively short trip. Please stay awake. I don't think I can wake you up once you're asleep on another hour."

Lydia asal mengangguk.

Mobil Arina berbelok ke gerbang depan kampus. Lydia tak mendengar riuh-rendah mahasiswa yang berkerumun di mana-mana. Matanya terus mengerjap agar tetap terjaga.

Mobil mereka mencapai depan laboratorium. Arina dan Lydia memapah Fira ke laboratorium. Di ujung, dua adik tingkat mereka telah menunggu.

Arina menyangka bahwa ucapan Pak Mirza hanya digunakan untuk mendesak Fira. Ia cukup terkejut karena kotak-kotak tengah diangkut dari laboratorium. Tampaknya, kotak-kotak itu berisi eksperimen—

Arina mengangkat muka. Pak Mirza melenggang cepat. Matanya menghunus.

"Kata saya jangan telat!" maki Pak Mirza.

"Fira sakit, Pak!" balas Arina. "Bapak nggak percaya?"

Pak Firman menatap Fira. Mata gadis itu terbuka, namun jiwanya tak turut hadir di tempat itu.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang