23. Diorama

299 28 0
                                    

Selamat malam.

Mohon maaf karena saya update di waktu yang tak wajar, tapi saya tak yakin bahwa saya mampu menyempatkan update hari ini di jam normal.

Saya masih mengerjakan Tugas Akhir. Hanya sedang penat, oleh karena itu saya melanjutkan menulis Prasamaya.

Saya kurang tahu part ini hanya bisa dibaca saat tenang atau tidak, namun saya menuliskan peringatan ini kepada kawan-kawan yang tak terbiasa membaca cerita 'berat' saat berniat untuk bersantai.

Akhir kata, selamat membaca.

***

/di·o·ra·ma/
1 sajian pemandangan dalam ukuran kecil yang dilengkapi dengan patung dan perincian lingkungan seperti aslinya serta dipadukan dengan latar yang berwarna alami; pola atau corak tiga dimensi suatu adegan atau pemandangan yang dihasilkan dengan menempatkan objek dan tokoh di depan latar belakang dengan perspektif yang sebenarnya sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
2 pameran spesimen satwa liar atau pemandangan dalam ukuran aslinya yang dilengkapi dengan lingkungan alam asli dan latar yang bercat

***

Nothing is more sad than the death of an illusion.

— Arthur Koestler

***

"Siapa, ya?" tanya wanita asing.

Fira tak bisa dibilang pendek. Tingginya lebih sedikit dari 160 cm, tapi ia benar-benar seperti kurcaci di hadapan dua sejoli itu. Sang wanita tak menggunakan heels tinggi; mungkin hanya sekitar lima senti. Sang pria juga tak menggunakan sepatu bersol tebal.

Fira tak ingin membahas penampilan mereka. Sejak melihat pakaian dan riasan sosok-sosok yang masuk ke restoran, nyalinya ciut. Arina benar. Situasi itu bukanlah situasi yang Fira susupi dalam kondisi normal. Mana bisa ia membeli pakaian seindah itu? Mana bisa ia—

Sang pria berdeham. Fira kembali menjejak alam sadarnya.

Sang wanita berujar, "Maaf, tapi tempat ini disewa total. Mungkin Mbak salah lokasi pertemuan?"

Fira hendak membalas, tapi mulutnya tak jua menuturkan kata.

"Ah." Sang pria menggaruk kepala. "Mau ketemu siapa?"

Tenggorokan Fira tercekat. Yang sempat ia ucapkan hanya, "Kak Dimas."

Alis sepasang kekasih tersebut naik.

"Si Dimas bangsat itu?" tanya sang pria.

Sang wanita meninju pelan pundak sang pria. Sang pria menggumamkan maaf sambil terkekeh.

Sang pria membalas, "Tapi mobil Dimas udah di situ tuh? Dimasnya udah dihubungin?"

Fira tak menjawab. Untungnya, sang wanita bertanya, "Jangan bilang kamu dateng ke sini bareng Dimas?"

Fira mengangguk sekali. Sang pria memaki, sedangkan sang wanita menepuk muka.

Akhirnya, sang wanita berucap, "Nggak apa-apa. Perkenalkan, saya Tiara. Pacar saya ini namanya Jaya."

Jaya mencaci, "Dimas ninggal cewek lagi? Bangsat bener."

Tiara menenangkan, "Ga usah dipikir." Ia menoleh ke Fira. "Masuk aja."

Mereka berjalan beriringan. Kala langkah mereka mencapai pintu masuk, Jaya tiba-tiba bertanya, "Fira, kamu nggak-apa masuk ke tempat kaya gini?"

Fira mengernyit, namun Tiara menyela, "Ada masalah?"

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang