8. Celah

479 47 0
                                    

/ce·lah/
sela antara dua benda

***

The best secrets are the most twisted.

- Sara Shepard

***

"Sebaiknya kauperjelas bagian ini. Tambahkan sedikit referensi tentang shoaling dan perdalam bagian refraksi."
(shoaling: pendangkalan dan refraksi: pembelokan gelombang air)

Pak Firman masih mencoret draft Bab II TA Fira. Fira sendiri mengangguk sembari bertanya. Untung Pak Firman termasuk dosen baik. Biasanya, dosen lain akan memaki dan menghardik mahasiswa yang bertanya. Dalih mereka, mahasiswa 'telah belajar seluruh dasar teori secara sempurna dan tak perlu bertanya lebih jauh'. Yah, Pak Firman memang tak pernah menjawab secara lengkap layaknya guru SMA, tapi beliau selalu mengarahkan. Itu lebih baik dari menunduk dan memaki dalam hati.

"Kamu lebih cepat dari mahasiswa lain, ya?" Pak Firman terkekeh. "Jika kaubisa lebih cepat, mungkin Bapak bisa memberimu tiga setengah tahun."

Fira tertawa. Jelas Pak Firman hanya berkhayal. Tak mungkin Fira selesai tiga setengah tahun, padahal masih ada mata kuliah semester delapan yang belum ia selesaikan!

"Baiklah, sampai bertemu minggu depan."

"Terima kasih, Pak."

"Sama-sama."

Pak Firman keluar ruang sidang kosong. Biasanya, selama ruangan itu tak dipakai, ruangan itu akan digunakan untuk bimbingan sidang atau kelas kecil. Fira pernah mengambil satu kelas yang menggunakan ruang sidang. Pesertanya saja bahkan hanya lima orang.

Fira bergegas. Ia memasukkan draft TA-nya ke map. Dengan map di tangan, ia keluar ruangan.

Di lorong, ia bersilang jalan dengan Dimas. Seperti sewajarnya, ia menyapanya.

"Selamat pagi, Pak Adi."

Dimas tersenyum tipis. Keduanya saling menjauh.

Setelah insiden lomba-bernyanyi-lagu-Koesploes-keras-keras di mobil, setidaknya Fira dan Dimas tak terlalu kaku. Yah, jangan anggap kisah mereka bagaikan 'CEO dan calon istri dari beda kasta'. Selisih usia yang jauh dan perbedaan status di kampus tetap saja membuat keduanya segan. Namun, kecanggungan itu sedikit luntur akibat kebodohan itu. Misalnya saja, seperti malam sebelumnya.

"Begitu saja?" tanya Fira.

"Apanya yang 'begitu saja'?" balas Dimas.

"Maksud saya, Kak Dimas, strukturnya hanya dibeginikan saja?"

"Dibeginikan saja?" Dimas terbelalak. "Kakukira ini gampang?"

"Tidak," Fira menjawab cepat, "namun lebih sederhana dari yang diajarkan di kelas."

"Astaga." Dimas terbahak. "Tentu saja! Ingat, kita engineer, bukan scientist. Kita tak perlu memperumit keadaan."

Fira balas bertanya, "Memangnya scientist memperumit keadaan, ya?"

Dimas bungkam. Fira malah terbahak.

"Saya bercanda." Fira menyeka sudut matanya yang berair. "I know your point, although you don't express it right. Jangan terperanjat seperti itu."

Dimas melotot. Ia menatap tajam. Fira pura-pura takut. Namun, keduanya tergelak.

Begitu saja. Dari luar, bahkan keduanya jauh lebih pantas menjadi sepupu.

[1/3] PrasamayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang