/gu·ruh/
suara menggelegar di udara (disebabkan oleh halilintar); guntur***
It is better to suffer wrong than to do it, and happier to be sometimes cheated than not to trust.
― Samuel Johnson
***
Kali itu, Fira terpekur. Ia memang menyangka akan bertegur sapa dan makan malam bersama orangtua Dimas, namun ia tak menyangka akan diantar ke indekos oleh papa Dimas. Canggung saja ia tahan mati-matian karena anak-anak di rumah itu tak turut bercengkerama di meja makan, walaupun ia bersyukur karena tak bertemu Rian hari itu. Kali itu, ia harus menyamarkan canggungnya selama mereka membelah jalan.
Di lampu merah, papa Dimas berujar, "Sakit, ya?"
Fira menoleh.
"Sakit kenapa, Om?"
"Dipukul Dimas." Papa Dimas mendesah. "Om nggak ngajarin Dimas buat mukul orang. Serius."
Alis Fira naik. Pria tua itu terlalu sederhana untuk mengajarkan Dimas baku hantam. Kemungkinan besar, Dimas justru mengadopsi gaya hidup asing itu dari kawan-kawannya.
"Fira nggak nyalahin Om kok," ungkap Fira. "Om orang baik. Saya yakin itu."
Papa Dimas menyunggingkan senyum.
"Terima kasih."
Senyap.
Lampu merah berubah menjadi lampu hijau. Mobil kembali melaju. Di tengah lalu-lalang kendaraan, papa Dimas berujar, "Gimana pendapat kamu tentang Dimas?"
Fira hendak berkelakar, tapi ia memilih untuk berterus terang, "Saya juga kurang tahu. Saya tak berkomunikasi sebanyak itu dengan Kak Dimas."
Papa Dimas bertanya, "Maksud kamu?"
Fira menjelaskan, "Saya baru kenal Kak Dimas selama sebulan. Saya—saya belum kenal Kak Dimas."
Papa Dimas terbahak.
"Kamu belum ngerasa kenal Dimas? Emang harus kenalan kaya gimana dulu?"
Fira terkekeh.
"Saya juga kurang tahu, tapi saya tak mau menilai Kak Dimas hanya dengan tiga bulan mengenal. Tidak adil untuk Kak Dimas."
Papa Dimas mengangguk.
"Terima kasih sudah mencoba mengerti Dimas." Papa Dimas melirik dari kaca dashboard. "Walaupun kamu harus sampai luka kaya gini."
Fira menjawab, "Saya yang harusnya berterima kasih. Om menerima saya dengan baik."
"Bukan saya yang baik. Kamu yang sangat baik."
Sunyi.
Fira menutup mata. Sesal melanda. Mengapa Dimas bertemu dengan kawan-kawannya yang itu? Mereka bahkan tak mencoba melerai Dimas yang hilang akal acapkali Fira bertandang. Fira memang tak yakin mereka yang memberi contoh untuk Dimas berbuat kasar, namun mereka tak memadamkan bara dalam sekam.
"Fira, terima kasih ya," papa Dimas memulai. "Kamu nggak menolak Dimas mati-matian. Semua perempuan yang Om atau Tante coba jodohkan dengan Dimas tak berjalan lancar. Mereka selalu ngeluh karena Dimas marah-marah."
Fira memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa Om dan Tante terus ngenalin Kak Dimas ke perempuan-perempuan itu?"
Papa Dimas tersenyum.
"Dimas—Om kehilangan dia. Tiba-tiba, dia bandel di SMP. SMA, dia malah pacaran sama pengunjung salon Tante. Dia emang ketemu Tiara waktu kuliah, tapi Tiara juga ga tahan sama dia. Om hanya ingin dia pulang. Semoga dengan Om mengenalkan dia ke perempuan baik, ia akan kembali." Papa Dimas melirik Fira. "Selain Tiara, kamu juga tahan dengannya. Om sangat berharap hubungan kalian sukses."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1/3] Prasamaya
ChickLitBuku pertama dari trilogi Wanantara. . Dalam Bahasa Sansekerta, Prasamaya berarti 'perjanjian'. Rata-rata manusia tersenyum pada dunia. Gelak tawa dan canda menggema di seluruh penjuru. Sayangnya, tawa itu hanya tampak dari luar. Jika ditilik lebih...